Pasca Pemilu 2019: Langit Indonesia Makin Hitam
Jakarta, FNN - Baru di tahun 2019, pemenang pemilu versi KPU tidak disambut antusias oleh mayoritas rakyat dan negara tetangga. Tidak ada ucapan selamat yang secara resmi ditujukan kepada pemenang pilpres. Nampaknya rakyat pesimis akan terjadi perubahan yang lebih baik atas negeri ini. Proyeksi pasca pemilu 2019, Indonesia akan makin diselimuti awan hitam yang menandakan masa depan suram atas bangsa ini.
Bahkan seandainya pasangan pemenang dilantik sekalipun, bukan berarti urusan negeri ini akan beres. Sebab secara ekonomi, sosial, pendidikan, budaya dan politik makin menunjukkan kondisi karut marut. Revolusi mental yang telah dicanangkan bahkan cenderung sekuleristik dan mengabaikan etika agama. Akibatnya, rakyat akan makin merasakan ketidakjelasan masa depan bangsa ini.
Di bidang ekonomi, tugas berat pasangan Jokowi-Ma’ruf harus menyelesaikan setidaknya lima beban berat ekonomi yakni kenaikan utang luar negeri, merosotnya nilai rupiah terhadap dolar, defisit neraca perdagangan, rendahnya target pertumbuhan ekonomi dan lesunya perekonomian sektor riil.
Berbagai kasus korupsi dalam masa pemerintahan Jokowi juga belum tertangani dengan baik, tidak seperti yang dijanjikan dalam kampanye. Menurut Pusat Kajian Anti Korupsi (pukat) Universitas Gajah Mada Yogyakarta, penanganan kasus korupsi masa Jokowi masih jauh dari harapan.
Bahkan sebagaimana diketahui, justru banyak pendukung Jokowi, mulai dari menteri, anggota dewan, kepala-kepala daerah dan melibatkan 12 partai politik yang notabene mendukung Jokowi. Sistem politik transaksional padat biaya ala demokrasi justru telah menyeret bangsa ini dalam kubangan dalam jerat korupsi, kolusi dan nepotisme. Periode kedua, belum ada tanda-tanda korupsi akan berkurang, bisa jadi malah tambah parah.
Dalam bahasa Ahmad Syafii Maarif, demokrasi itu cacat dan banyak bopengnya. Maarif membeberkan gambaran demokrasi yang tak kunjung menemukan bentuk yang memuaskan. Diakui bahwa demokrasi merupakan sistem politik yang sarat dengan praktek politik uang (money politic). Bahkan demokrasi juga jauh panggang dari api soal pemerataan kesejahteraan rakyat. Dalam hal pemerataan kesejahteraan rakyat, bagi Syafii, demokrasi sangat mengecewakan. Indonesia akan terus bergelut dan berputar dalam lingkaran setan yang melelahkan (Republika,16/04/19).
Komunisme dan kapitalisme adalah dua ideologi yang penuh nafsu dan tidak punya tenggang rasa. Tuhan telah mati dalam kesadarannya. Manusia merupakan sasaran penipuan. Yang satu bangkit untuk dahaga revolusi, yang lain giat mengejar pajak. Di antara dua batu, manusia remuk binasa (Sir Muhammad Iqbal, Javid Nama, h. 52).
Dalam statistik hutang luar negeri Indonesia edisi Maret 2019 yang dirilis oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, pemerintah mencatat ULN sebesar 383,3 miliar dolar atau setara dengan Rp. 5.366 triliun dengan kurs Rp. 14.000.
Utang LN Indonesia mengalami kenaikan sebesar 77 triliun dibandingkan dengan posisi pada akhir periode sebelumnya. Hal ini terjadi karena neto transaksi penarikan ULN dan pengaruh penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sehingga utang dalam rupiah yang dimiliki oleh investor asing tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS.
Utang LN Indonesia terdiri dari utang pemerintah dan bank central sebesar 190,2 miliar dolar (Rp. 2.663 triliun), serta utang swasta termasuk BUMN sebesar 193,1 miliar dolar (Rp. 2.703 triliun). Hal belum lagi dihitung per April disaat negeri ini menandatangani proyek OBOR China yang artinya akan menambah lagi jeratan utang LN.
Kenaikan pajak akibat menggunungnya utang negara akan diikuti pula oleh PHK besar-besaran perusahaan yang tak bisa bertahan. Sementara daya beli masyarakat akan turun drastis. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebut total karyawan yang kena PHK dalam kurun 2015-2018 mencapai satu juta karyawan. Perusahaan yang merumahkan karyawannya diantaranya PT Krakatau Steel (persero) Tbk, PT Holcim Indonesia Tbk dan PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk.
Menurut sosiolog muslim terkemuka, Ibnu Khaldun (1332-1406), tanda kehancuran suatu negara adalah saat negara tersebut menarik pajak yang tinggi. Masih menurutnya, suatu peradaban akan runtuh disebabkan oleh lima hal. Pertama, ketidakadilan, yang menyebabkan jarak antara orang kaya dan miskin begitu lebar. Kedua, merajalelanya penindasan, yang kuat menindas yang lemah. Ketiga, runtuhnya adab atau moralitas para pemimpin negara. Keempat, pemimpin yang tertutup, tidak bisa dinasehati, meski berbuat salah. Kelima, bencana alam besar-besaran. Ironisnya, kelima indikator ini ada di negeri ini.
Kondisi ini ditambah ironi yang tak kalah berbahaya yakni bahwa skema utang luar negeri Indonesia dengan menggunakan bunga atau riba yang justru sangat dilarang oleh Islam. Bahkan jika tak mampu bayar utang, sebagaiman terjadi di negera Sri Langka, maka negara itu harus menyerahkan aset negaranya untuk dikuasai China. Allah dengan tegas mengingatkan akan bahaya riba dalam Al Qur’an :
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. (QS Al Baqarah : 275).
Allah begitu murka kepada praktek utang dengan skema ribawi ini, sebab selain merupakan kegagalan sistem, riba juga akan mendatangkan ketidakberkahan sosial.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS Al Baqarah : 279).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. (QS Ali Imran : 130-131).
Keterpurukan ekonomi akibat penerapan demokrasi kapitalisme akan ditambah persoalan sosial, budaya dan keagamaan akibat liberalisme dan HAM. Demokrasi liberal dengan tegas menolak hadirnya syariat Islam, tapi mendukung berbagai bentuk amoralitas seperti LGBT, seks bebas, prostitusi dan sejenisnya atas nama HAM. Menolak Islam tapi mendukung kemungkaran akan mendatangkan murka Allah atas bangsa ini.
Revolusi mental yang nampaknya akan semakin menjauhkan generasi anak bangsa dari agamanya ditambah aliran Islam Nusantara yang cenderung sinkretis akan makin menambah gulita sosial negeri ini.
Dengan demikian, awan hitam yang menyelimuti langit Indonesia bukan hanya karena salah urus negara akibat sistem demokrasi sekuler kapitalis, namun karena memusuhi syariat Allah dan menyalahi aturan Allah juga. Akibatnya negeri ini hanya akan mendatangkan murka Allah yang artinya tidak ada keberkahan di negeri ini. Proyeksi masa depan Indonesia pasca pemilu 2019 nampaknya akan makin suram dan gelap. (AhmadSastra,KotaHujan,09/07/19 : 06.52 WIB)