Pemerintah Larang Operasi Migor, Kebijakan Dzolim!
Oleh : Tjahja Gunawan - Wartawan Senior FNN
KEMENTERIAN Perdagangan melarang Pemprov DKI Jakarta melakukan operasi pasar minyak goreng. Dibalik larangan tersebut, sudah sangat jelas terlihat bahwa pemerintah pusat (Kemendag) tidak menghendaki harga migor turun. Dengan kata lain, pemerintah pusat lebih pro kepada produsen migor ketimbang pada kepentingan rakyat. Padahal sebelumnya, saat migor menghilang di pasaran para ibu rumah tangga terpaksa antri di berbagai daerah di Indonesia. Mereka antri untuk membeli migor bukan minra-minta ke pemerintah. Bahkan di Kalimantan ada seorang ibu yang meninggal karena berdesakan saat antri membeli migor. Setelah empat bulan menghilang, sekarang migor kemasan tiba-tiba melimpah di pasaran namun dengan harga yang sangat tinggi.
Tingginya harga migor ini terjadi setelah pemerintah mencabut harga eceren tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter. Pemerintah yang menetapkan HET, pemerintah sendiri yang mencabut kembali aturan yang dibuatnya sendiri. Terlihat sekali kebijakan penetapan HET migor ini seakan-akan tidak dikehendaki para produsen migor. Sehingga akhirnya pemerintah mencabut kembali aturan HET untuk migor curah.
Mengutip data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) per 18 Maret 2022, Kontan memberitakan harga rata-rata minyak goreng kemasan bermerek 1 secara nasional mencapai Rp 22.100 per kg. Harga tertinggi berada di Baubau, Sulawesi Tenggara mencapai Rp 57.500 per kg. Sementara harga rata-rata minyak goreng kemasan bermerek 2 secara nasional mencapai Rp 21.300 per kg. Harga tertinggi berada di Baubau, Sulawesi Tenggara mencapai Rp 48.750 per kg.
Nah, untuk mengatasi melambungnya harga migor, Pemprov DKI semula berencana menggelar operasi pasar. Namun, rencana tersebut terpaksa dibatalkan karena adanya permintaan dari Kemendag agar tidak melakukan operasi pasar.
Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Pamrihadi Wiraryo mengatakan, pihaknya akan mengikuti aturan pemerintah itu. "Seusai Permendag, kepala dinas tidak melakukan operasi pasar. Tujuannya agar tidak membuat resah," ujar Pamrihadi sebagaimana dikutip media, Senin (21/3/2022).
Jika pemerintah berkepentingan membantu rakyat menekan harga migor, seharusnya justru bisa menyambut baik rencana Pemprov DKI menggelar operasi pasar. Sebab dalam mekanisme pasar bebas, harga akan turun jika pasokan barang melimpah. Di Indonesia, kini hampir semua aktivitas ekonomi dan bisnis diserahkan pada mekanisme pasar bebas. Yang berlaku adalah hukum permintaan dan penawaran. Pemerintah sudah tidak mempunyai kekuatan untuk mengendalikan harga-harga barang termasuk harga sembako. Sehingga sangat boleh jadi krisis sembako masih akan terjadi di masa datang nanti.
Alih-alih pemerintah mengurangi penderitaan rakyat akibat melambungnya harga migor, yang terjadi sekarang justru pemerintah memperlihatkan dengan kasat mata keberpihakannya pada kepentingan produsen migor. Tujuan larangan Kemendag agar Pemprov DKI tidak menggelar operasi pasar, jelas dimaksudkan agar harga migor tidak turun alias tetap tinggi. Sungguh kebijakan yang sangat dzolim!.
Memasuki bulan Ramadhan, permintaan kebutuhan pokok masyarakat biasanya selalu meningkat. Dari tahun ke tahun fenomenanya selalu begitu. Untuk mengatasi lonjakan harga, seharusnya pemerintah banyak melakukan operasi pasar sembako agar harga sembako terjangkau masyarakat. Tapi, sekarang justru pemerintah MELARANG operasi pasar migor. Kebijakan ini sungguh sulit diterima akal sehat. Sesungguhnya tidak ada alasan apapun bagi Kemendag melarang pemda manapun termasuk Pemprov DKI yang hendak menggelar operasi pasar. Sebab, kebijakan pemda itu dimaksudkan membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.
Larangan operasi pasar migor dari Kemendag bukan bersifat lisan tapi resmi dituangkan dalam surat tertulis. Dalam aturan Surat Edaran Kemendag nomor 84/PDN/SD/03/2022 para kepala dinas di setiap wilayah diminta untuk menghentikan pelaksanaan operasi pasar karena minyak goreng kemasan sudah mulai didistribusikan secara normal dengan harga sesuai mekanisme pasar.
Apapun alasan dibalik larangan Kemendag ini sungguh sangat tidak berdasar. Selain itu, migor kemasan adalah barang bebas yang bisa diperdagangkan oleh pihak manapun juga. Dalam konteks ini, rencana Pemprov DKI untuk menggelar operasi pasar migor sudah pasti untuk memperbanyak pasokan barang. Dengan begitu diharapkan bisa menekan harga jual. Sehingga dengan begitu, masyarakat sebagai konsumen diuntungkan.
Kemendag sebaiknya fokus ngurusin minyak curah yang harganya seharusnya dikontrol pemerintah. Setelah migor menghilang di pasaran, pemerintah kemudian menaikkan harga eceran tertinggi (HET) migor curah dari Rp 11.000 per liter menjadi Rp 14.000 per liter. Namun HET inipun akhirnya dicabut oleh pemerintah sendiri. Akhirnya kita sekarang semakin paham dengan pernyataan Menteri Perdagangan M. Lutfi yang menyatakan tidak berdaya menghadapi mafia migor. Jika dikaitkan dengan dicabutnya aturan HET yang kemudian diikuti dengan melambungnya harga migor kemasan, pernyataan Mendag bisa diartikan bahwa saat ini kebijakan di Kemendag sudah ditentukan oleh mafia migor.
Jika realitas manajemen pemerintahan sudah seperti itu, sangat mungkin harga-harga sembako lainnya akan kembali digoyang oleh para mafia pangan. Dan nanti pemerintah melalui Mendag kembali akan menyatakan, "Kami tidak berdaya menghadapi mafia pangan". Sebelum buzzer rupiah meradang membaca kritik ini, saya akhiri tulisan ini sampai disini. Salam migor!