Pertahanan Nasional Indonesia Sudah Jebolkah?

Ilustrasi

Oleh Raden Baskoro Hutagalung - Forum Diaspora Indonesia, Menetap di Perth, Austalia

BANYAK yang menganggap remeh dan sepele ucapan Panglima Jendral Andika terkait TNI menghapus persyaratan penerimaan calon TNI yang berasal dari anak keturunan PKI.

Namun hal itu wajar terjadi sejak rezim ini berkuasa. Karena ucapan Panglima Andika yang mau pensiun Novenber tahun ini, langsung disambut gegap gempita secara terorganisir oleh para tokoh, pengamat dan publik lainnya. Seperti contoh TB Hasanudin dari PDIP, Setara Institute, dan juga termasuk tanggapan kata “cerdas” buat Panglima Andika.

Puja pujian ini tergolong masif dan dominan dan berbeda jauh  dengan komentar dan tanggapan Netizen di sosial media. Dimana, ucapan Panglima Andika tersebut menyulut kemarahan dan tanda tanya besar dari masyarakat. Apakah itu dari kelompok Islam PA 212, ada yang menamakan dirinya Gepako, penulis kondang Rizal Fadilah, Radar Tribaskoro, sampai statemen lama tahun 2017 dari mantan Wapres dan juga Panglima ABRI Jendral TNI Purn Try Soetrisno yang menyatakan “Jangan sampai anak keturunan PKI bisa masuk TNI”.

Yang menarik juga adalah statemen Panglima TNI Jendral TNI Purn Gatot Nurmantyo, yang kita lihat mencoba meredam dan menengahi issue panas ini. Dengan menyatakan bahwa permasalahan penerimaan calon TNI itu apakah bisa dari keturunan PKI sebenarnya sejak reformasi sudah tidak ada pembatasan lagi.

Namun, TNI tentu punya mekanisme sendiri bagaimana mendeteksi, menyaring, para putera-puteri terbaik bangsa untuk menjadi prajurit TNI. Ada banyak tahapan dan test baik jasmani, kesehatan, akademik dan mental ideologi. Jendral Gatot juga menanggapi bahwa, ucapan Panglima Andika itu perlu digarisbawahi adalah ucapan ketika beliau memimpin rapat dalam sebuah ruangan yang bocor kepada publik. Bukan resmi atas nama Panglima TNI. Kenapa pernyataan tersebut bisa bocor keluar?  Silakan bertanya pada Kapuspen atau Kasum TNI.

Intinya adalah Jendral Gatot berkata, “Ucapan tersebut kita lihat belum dikatakan ucapan resmi Pak Andika selaku mengatasnamakan diri sebagai statemen resmi seorang Panglima TNI, tapi baru berupa ucapan dalam sebuah rapat internal yang bocor keluar “. Jelas Jendral Gatot di siaran TV MNC 1 April 2022. 

Terlepas dari itu semua. Yang perlu menjadi catatan penting bagi kita semua adalah:

Pertama, banyak kejadian-kejadian aneh yang seharusnya tidak terjadi dalam tubuh TNI sejak rezim (merah) ini berkuasa. Dimulai dari insiden larangan upacara peringatan 30S/PKI di Taman Kalibata oleh para purnawiran TNI dari aparat keamanan termasuk prajurit TNI di bawah komando KODAM Jaya yang Pangdam nya ketika itu Mayjend Dudung. 

Tak pernah terjadi dalam sejarah besar keluarga besar TNI, seorang Prajurit aktif berpangkat Kolonel (Dandim) lancang dan kurang ajar menjegal para seniornya yang terdiri dari para Jendral penuh ada yang mantan KSAD, KSAL, KSAU, Dankor Marinir. Insiden ini sungguh sangat memalukan dan mencoreng wajah TNI. 

Kedua, insiden penghilangan diorama (patung) di Makostrad oleh kembali dilakukan oleh Pangkostrad Letjend Dudung. Diorama yang menggambarkan bagaimana suasana penumpasan PKI pada tahun 1965, oleh Jendral AH Nasution, Mayjen Soeharto selaku Pangkostrad, dan Kolonel Sarwo Edhi Prabowo sebagai komandan RPKAD (Koppasus hari ini). Apapun alasan dan alibinya setelah itu.

Ketiga, yaitu ucapan Panglima Andika yang sengaja atau tidak sengaja bocor ke publik, menghapus persyaratan anak keturunan PKI tidak boleh masuk TNI.

Masih banyak hal lain yang bisa kita ungkap, termasuk salah satu alasan dicopotnya Jendral Gatot Nurmantyo dari jabatan Panglima TNI gara-gara memutar kembali nonton bareng Film G30S PKI. Ditegurnya para Dandim yang meng-sweeping penyebaran buku-buku berbau paham komunis. Dan puncaknya adalah upaya Bejo Untung meminta pemerintah minta maaf dan mencabut TAP/MPRS/XXV/1966. Terakhir di level legislatif adalah, RUU HIP yang ingin memghapus sila KeTuhanan Yang Maha Esa dengan Eka Sila pikiran Nasakom era Soekarno.

Dari berbagai macam fakta di atas, apakah masih belum terbuka mata dan pikiran kita bahwa, kebangkitan PKI (atau Neo PKI) itu masih dianggap halusinasi ? Atau yang terjadi sudah sebaliknya. Neo PKI sudah berhasil merebut kekuasaan inti negara hari ini !

Pikiran-pikiran Neo PKI sebenarnya kalau kita jeli dan jujur melihat sebenarnya sudah mendominasi pikiran dan kebijakan pemerintah hari ini. Seperti contoh :

Pertama, statemen ketua BPIP yang menyatakan Agama adalah musuh Pancasila. Ini jelas adalah pikiran Mao Tse Tung yang menyatakan bahwa ; “Agama adalah ibarat candu”. 

Kedua, Menghilangkan frasa Agama dalam Road Map pendidikan 2020-2024 oleh Menteri Pendidikan. Sedangkan out put dari Pendidikan Nasional kita itu adalah melahirkan manusia yang beriman dan bertawa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai UU Sisdiknas. 

Ketiga, lahirnya PP nomor 56/2021 hilangnya Pancasila dalam PP pendidikan nasional tersebut. Serta penghilangan mata pelajaran sejarah sejak tahun 2008. 

Keempat, hilang kembali kata Madrasah dalam sistem pendidikan nasional. 

Kelima, pelarangan azan pakai Toa oleh KaMenag dan pembatasan-pembatasan lainnya terhadap ibadah ummat Islam.

Keenam, pernyataan bahwa seorang Presiden adalah Panglima tertinggi. Padahal dalam pasal 10 UUD 1945, Presiden itu “pemegang” kekuasaan tertinggi bukan Panglima tertinggi. Dan itupun dalam kondisi darurat perang atas persetujuan DPR 

Ketujuh, pernyataan bahwa pemerintah adalah sama dengan negara. Ini jelas salah total. Dalam negara demokrasi dan konstitusi kita negara itu terdiri dari 4 unsur yaitu : Rakyat, wilayah, pemerintahan, dan hukum.

Pernyataan presiden adalah panglima tertinggi, pemerintah adalah sama dengan negara maka yang mengkritisi pemerintah adalah musuh negara, nyata dan fakta itu adalah pikiran dan doktrin negara berpaham komunis !

Dan semua yang terjadi di atas adalah fakta konkrit terjadi di Indonesia yang mayoritas Islam. Sungguh sangat miris dan menyedihkan. Apalagi, semua program dan narasi yang digunakan selalu atas nama radikalisme, intoleransi dan modernisme Islam. Padahal, bagi ummat Islam semua itu tak lebih dari sebuah program “De-Islamisasi” secara bertahap di Indonesia. Seperti kejadian di Uygur, Rohingya, Andalusia lama, dan fase awal Turkey modern.

Terakhir yang kita sesalkan adalah ucapan Panglima Andika di atas. Ini sudah alaram berbahaya bagi bangsa Indonesia. Kalau Panglima Andika tidak mengklarifikasi ucapannya segera. 

Karena, seperti apa yang disampaikan Jendral Gatot dalam siaran TV nasional MNC bahwa seorang Panglima TNI dalam membuat sebuah keputusan harus melibatkan banyak pihak dari masing kesatuan. Apalagi tentang sebuah permasalahan yang sensitif dan strategis.

Kesimpulan yang kita ambil dari semua pemaparan di atas adalah ; Kalau lah pihak, institusi lain yang menyatakan hal sensitif terkait PKI ini tentu bagi kita tidak masalah. Tetapi kalau yang menyatakan itu adalah seorang Panglima TNI? KSAD? Ini adalah masalah besar dan warning besar  bagi bangsa dan negara ini.

Boleh dikatakan bahwa asumsi, analisa, statemen dan peringatan banyak tokoh selama ini tentang ancaman Neo PKI terbukti sudah. Berarti pertahanan nasional kita sudah jebol ! Ini sangat super berbahaya !

Perang saudara sudah di depan mata!

Kalau pimpinan TNI sendiri sudah jebol? Bagaimana dengan jajaran di bawahnya ? Setidaknya pasti akan terjadi pembelahan di tubuh TNI. Yang ikut pro PKI karena takut pada pimpinan dan tidak dapat jabatan, atau yang masih merah putih dan setia terhadap konstitusi, Pancasila dan rakyat.

Bagaimana selanjutnya, biarlah waktu yang menjawabnya. Apakah negara Pancasila ini akhirnya tumbang berganti negara berhaluan komunis, soft aneksasi dari raksasa China Komunis? Atau negara liberal-sekuler tanpa Islam? Atau tetap berdiri sebagai negara Pancasila sesuai amanah UUD 1945 yang diproklamirkan 17 Agustus 1945. Jawabannya ada pada kita semua?

Karena sejarah sudah mengatakankan, berulang kali kelompok PKI ini ingin menguasai Indonesia. Dan mari kita pegang ucapan Bung Karno “Jasmerah : Jangan pernah lupakan sejarah”. Karena hanya keledai bodoh yang mau terperosok lagi di lobang yang sama. Wallahualam. (*)

645

Related Post