Plh Dirjen Minerba Mangkir dari Panggilan KPK
Jakarta, FNN - Pelaksana harian (Plh) Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba (Mineral dan Batubara) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) M. Idris Froyoto Sihite mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin).
"Hari ini terjadwal untuk dimintai keterangan, tapi sampai sore hari ini yang bersangkutan tidak bisa hadir," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur di Jakarta, Kamis.
Asep juga mengatakan pihak KPK tidak menerima keterangan mengenai alasan yang bersangkutan batal memenuhi panggilan lembaga antirasuah tersebut.
Penyidik KPK selanjutnya akan melayangkan surat pemanggilan kedua terhadap Idris dan berharap yang bersangkutan bisa memenuhi panggilan tersebut.
"Tentu kami akan melayangkan pemanggilan yang kedua agar yang bersangkutan bisa hadir," ucapnya.
Untuk diketahui, KPK telah menggelar penyidikan kasus dugaan korupsi tukin di Kementerian ESDM dan menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
Potensi kerugian yang ditimbulkan dalam kasus dugaan korupsi tukin tersebut diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah.
Meski demikian, KPK belum bersedia mengumumkan siapa saja para pihak yang ditetapkan tersangka.
Asep mengatakan daftar tersangka, uraian konstruksi dugaan pidana, dan pasal yang disangkakan akan kami sampaikan kepada publik setelah pengumpulan alat bukti oleh tim penyidik dinilai lengkap.
Dalam penyidikan kasus tersebut KPK telah menggeledah sejumlah lokasi antara lain kantor Ditjen Minerba di Tebet Jakarta Selatan, Kantor Kementerian ESDM di Jalan Medan Merdeka Selatan, rumah tersangka di Depok dan Apartemen Pakubuwono di Jakarta Pusat.
Dalam penggeledahan di Apartemen Pakubuwono, penyidik KPK menemukan uang tunai sejumlah Rp1,3 miliar.
Terkait temuan itu, Asep mengatakan penyidik KPK masih mendalami soal temuan uang dan apartemen tersebut.
Penyidik tidak serta merta menyimpulkan bahwa uang tunai tersebut terkait dengan kasus yang disidik KPK.
"Kita dalami juga ada keterkaitan atau tidak. Kuncinya memang ada tetapi kita enggak tahu secara hukum punya siapa itu, biasa saja di sana hanya umpan, kita enggak tahu," tutur Asep.(sof/ANTARA)