Politik Transit Anies
Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI
SECARA empiris, karir politik Anies sejauh ini kental dipengaruhi oleh momentum. Tentu saja kekuatan ideologi dan irisan politik lainnya tetap menjadi dominan. Selain kekuatan partai politik dan kooptasi oligarki, faktor behavior Anies dan emosi publik memberi peran signifikan. Termasuk ketentuan takdir Tuhan yang tak bisa dinafikan. Akankah Anies mulus melewati transisi politik kekuasaan dari gubernur ke presiden?
Perjalanan karir politik Anies tak selalu memberi ruang yang dominan pada kalkulasi normatif dan formalis. Sebagai pemimpin yang cukup berpengalaman dalam memangku kepentingan publik, Anies tak selalu mengandalkan mekanisme struktural dan birokratis. Pencapaian jabatan pemerintahan strategis, seperti memberi penegasan kepemimpinan Anies menjulang karena beberapa faktor antara lain struktur sosial, momentum dan intuisi politik yang dimilikinya.
Tidak seperti kebanyakan tokoh dan pejabat lainnya yang terikat oleh bakunya mekanisme demokrasi, dominasi partai politik, dan sistem kapitalistik yang menyelimutinya. Anies bertumbuh dan menguat figurnya, sangat dipengaruhi oleh faktor kepribadian dan kemampuannya menyelami psikologi massa dan menyerap aspirasi rakyat.
Tak sekedar memiliki cukup bekal pada aspek behavior, Anies seiring waktu menyajikan gaya kepemimpinan yang terpikul dan dipikul natur. Anies masih kuat menjunjung tradisi sembari menopang kemajuan peradaban. Menilik refleksi kiprahnya dalam mengelola Jakarta, Anies mampu mengelaborasi antara kebutuhan kultural dan tuntutan modernitas. Sinergi memajukan kotanya dan membahagiakan warganya, terlihat dari sentuhan tangan dingin Anies yang menghasilkan prestasi, penghargaan dan tingginya tingkat kepuasan publik. Anies menjadi salah satu prototipe pemimpin yang fokus, terukur dan implementatif terhadap amanah yang diembannya. Tak cukup kejujuran, kecerdasan dan kesantunan, keunggulan Anies membuncah dengan kemampuan menyelesaikan masalah dan kepemimpinan yang visioner. Ditengah krisis kepemimpinan dan krisis multidimensi yang menyelimuti negara bangsa ini, Anies terus mengambil posisioning seorang figur pemimpin yang berkarakter dan berintegiritas yang sulit dijumpai dalam satu dekade ini. Jauh dari modus pencitraan, pemimpin boneka dan rendah kualitasnya, apalagi sampai menipu, menghianati rakyat, negara dan bangsa Indonesia.
Kemampuan Anies dalam memenej konflik, terlihat selaras dengan kematangan intelektual, emosional dan spiritualnya. Sebagai pemimpin yang tak pernah surut diterpa badai isu, intrik dan fitnah, terutama framing pada politik identitas dan pelbagai stereotif primordialisme dan sektarianisme. Anies berhasil melewati semua ganjalan dan sandungan politik itu secara elegan dan bermartabat. Kelihaian Anies menggunakan komunikasi massa secara lintas sektoral, terutama kepada rakyat, partai politik dan korporasi decara maksimal. Menempatkan Anies sebagai figur potensial pemimpin masa depan yang mendapat dukungan luas. Termasuk bagaimana cara Anies yang humanies dan beretika menghadapi upaya penjegalan dan pembunuhan karakter yang menyerangnya selama ini. Bahkan Anies tetap tenang, memiliki kesabaran tinggi dan sangat rasional saat tendensi politisasi dan kriminalisasi yang gencar membidiknya.
Dalam soal persfektif kebangsaan yang menyangkut aspek historis dan ideoligis, sesungguhnya secara nilai Anies telah melampau tolok ukur itu dan tak perlu diragukan lagi. Anies membangun sekaligus mewarisi spirit nasionalisme dan patriotisme baik dari keluarga maupun rekam jejak yang diukirnya sendiri. Proses dan capaian yang dimiliki baik dalam birokrasi dan dunia akademisi, telah mematangkan Anies dalam pergaulan dan eksistensi politik kontemporer Indonesia. Dengan purna baktinya sebagai gubernur Jakarta, Anies tak ubahnya telah siap menapaki jalan estafet kepemimpinan nasional. Dinamika, resonansi dan polarisasi politik yang telah dilaluinya, menjadikan Anies sebagai pemimpin yang berbasis dukungan dan dicintai rakyat. Entitas politik dan aliran ideologi yang menghidupi proses penyelenggaraan negara dan kehidupan kebangsaan, menjadi bekal sekaligus perjalanan transisi kepemimpinan Anies berikutnya. Tak terhindarkan kontestasi pencapresannya dalam menyongsong pilpres 2024. Kejelian Anies untuk membangun keseimbangan pendulum ideologi kebangsaan menjadi triger dari transisi karir politik Anies. Anies sepertinya harus siap memasuki gelombang besar serta berselancar apik dengan langgam ideologi kanan, kiri dan tengah yang menyejarah dan fundamental. Bukan sekedar harmoni, Anies juga dituntut piawai mengadopsi kepentingan global dan korelasinya dengan kepentingan nasional.
Geliat umat Islam bersama entitas politik lainnya di tengah himpitan mainstream kapitalisme dan komunisme internasional. Menjadi tantangan tersendiri dan memaksa Anies memiliki kecakapan sebagai negarawan dan pemimpin dunia, lebih dari sebatas seorang presiden. Mengutip pemikiran Bung Karno tentang revolusi Indonesia dan konsep Trisakti, Anies bersama umat Islam dan seluruh rakyat Indonesia tak akan punya pilihan lain selain mengambil transisi kepemimpinan nasional dalam momentum pilpres 2024. Jika ingin melakukan perubahan mendasar pada republik yang lebih baik lagi atau tidak sama sekali. Kondisi subyektif dan obyektif yang didukung oleh karakteristik pemimpin yang nasionalis religius dan religius nasionalis. Anies dengan kompetensi qua intelektual dan qua ideologisnya, suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, tampaknya tak bisa menghindari daulat rakyat menampuk mandat presiden. Sebuah langkah politik transit yang dimaknai sebagai perkawinan ikhtiar Anies dengan takdir Tuhan. (*)