Prabowo, Sampeyan Golek Opo?
Mantan Danjen Kopassus Prabowo Subianto kembali mencalonkan diri sebagai Presiden dalam Pemilu 2024. Semangat yang perlu diapresiasi sekaligus disesali.
Oleh Indah | Jurnalis Yunior FNN
Masih ingat dalam ingatan masyarakat Indonesia saat Prabowo tiba-tiba "bertekuk lutut" di depan Presiden Joko Widodo. Peristiwa itu ditandai dengan duduk bareng di dalam kereta bawah tanah (MRT) dan dilanjutkan makan bakso di kawasan Senayan.
Tak lama kemudian Presiden Jokowi memberi hadiah Menteri Pertahanan dan Keamanan kepada bekas rivalnya di Pilpres 2019 itu.
Inilah puncak kekecewaan publik terhadap tokoh idolanya, di mana saat itu hati dan perasaan masyarakat masih mendidih, tiba-tiba sosok yang dibela berselingkuh dengan musuh.
Siapa yang tak mengenal sosok Prabowo? Masyarakat Indonesia sudah mengenal latar belakang beliau. Sepanjang sejarah, hidupnya sudah menapaki militer lalu mendirikan Partai Gerindra.
Kini semarak demokrasi Indonesia mulai mencuat kembali, setelah masa kepemimpinan Jokowi akan usai. Partai Gerindra dengan lugas sudah sepakat untuk menyalonkan kembali Prabowo dan tercatat pula, bahwa sudah tiga tahun terus menerus menurun, Prabowo mengajukan diri sebagai calon presiden.
Prabowo digadang-gadang inginkan jabatan presiden. Kekalahan telak yang telah dilalui oleh Prabowo tak membuatnya menyerah. Setidaknya beliau sudah bisa menjalin hubungan emosional dan membangun komunikasi kepada para pendukungnya. Meskipun begitu, Prabowo harus tetap meyakini pendukungnya untuk memberikan suara pada dirinya.
Memang benar, sebagai pemimpin, harus piawai dalam hal tersebut, kecakapan Prabowo di masa kampanye sebelumnya masih sembrono, hanya semangatnya saja yang meletup-letup. Namun, perlu diingat, masyarakat Indonesia tidak butuh optimisme belaka dari para calon presiden saja, tetapi calon presiden di periode berikutnya harus memiliki optimisme yang terukur. Karena jika tidak, permasalahan yang berdampak pada Indonesia akan terus bertambah, dan bisa jadi membabi buta. Siap atau tidak pada kenyataan periode yang dipimpin Jokowi mewarisi hutang besar.
Meskipun begitu, dalam kekalahan sebelumnya membentuk pengalaman baru. Prabowo tergabung menjadi Kemenhan pada periode Jokowi. Jika beliau pemimpin yang cerdik, seharusnya bisa membandingkan strategi kepemimpinan Jokowi dengan kondisi saat ini di Indonesia.
Dalam rumusan kabinet presiden selanjutnya harus benar-benar menjalankan amanat konstitusi. Sejauh ini, belum ada presiden di Indonesia yang bisa mempraksiskan dasar negara, yaitu Pancasila.
Apakah menjadi presiden akan memperkaya kehidupan Prabowo? Tidak. Sorotan kekayaan Prabowo tak sebanding dengan gaji presiden. Masih dalam tanda tanya besar, apa yang sebenarnya Prabowo canangkan ketika hak suara 2024 menjadi miliknya?
Masyarakat harus bisa mempertajam daya kritis, guna menuntut pemimpin agar tidak abai dalam menyelesaikan persoalan negara. Perlu dipastikan masyarakat Indonesia tidak boleh grasa-grusu soal substansi yang dibicarakan Prabowo.
Kita tunggu 2024, apakah Prabowo dan Gerindra akan menjadi Macan Asia atau Kucing Jinak. (*)