Presiden Bersenang-senang di Tengah Penderitaan Rakyat
Oleh Tjahja Gunawan - Wartawan Senior FNN
PADA momen Hari Raya Idul Fitri tahun ini, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menjadi tuan rumah peringatan Idul Fitri di Gedung Putih, hari Senin (2/5/2022). Pada momen itu Biden menyerukan pentingnya sikap toleransi dan menyatakan perang melawan Islamofobia. Itu yang dilakukan Presiden Amerika yang note bene non muslim dan memimpin negara besar yang mayoritas rakyatnya juga non muslim.
Lalu apa yang dilakukan Presiden Indonesia yang konon memimpin negara yang mayoritas rakyatnya beragama Islam? Pada hari pertama hari raya Idul Fitri, Presiden RI Joko Widodo sengaja meninggalkan Istana Kepresidenan di Jakarta. Dia lebih memilih merayakan Idul Fitri di Istana Kepresidenan Yogyakarta. Setelah itu, Jokowi dan keluarganya pergi bersenang-senang liburan ke Pulau Bali.
Salahkah apa yang dilakukan Jokowi dan keluarga? Tentu tidak. Jika beliau sudah tidak menjadi Presiden RI lagi, boleh-boleh saja Jokowi dan keluarganya mau keliling dunia sekalipun. Itu hak dia. Yang menjadi masalah, sampai saat ini Jokowi masih menjabat sebagai Presiden RI dan sebelumya dia meminta kepada masyarakat yang mudik Lebaran agar pulang lebih awal untuk menghindari kemacetan.
Eh...dia sekarang malah justru pergi piknik ke Bali. Menggunakan pesawat kepresidenan dan iring-iringan kendaraan Paspampres, mungkin tidak akan sampai menimbulkan kemacetan lalu lintas, tapi anggaran negara yang nota bene bersumber dari duit rakyat Indonesia, dipakai untuk kepentingan piknik keluarga presiden ke Bali akan membuat APBN semakin kering kerontang.
Kepada masyarakat yang mudik, presiden menghimbau agar pulang lebih awal. Sementara presiden sendiri, baru pergi liburan dan entah kapan kembali menjalankan tugasnya sebagai presiden. Makin lengkap sudah julukan yang disematkan masyarakat kepada Presiden Jokowi: Antara yang diucapkan dengan apa yang dilakukan berbanding terbalik.
Dalam kondisi bangsa Indonesia saat ini yang diterpa berbagai persoalan, seorang presiden seharusnya bisa memiliki sikap sense of crisis. Tidak mengumbar kesenangan pribadi secara vulgar kepada masyarakat yang sebagian besar mengalami kesulitan ekonomi akibat kenaikan harga berbagai kebutuhan hidup. Saat ini bangsa ini juga menghadapi kemiskinan dan pengangguran yang angkanya terus meningkat. Belum lagi utang pemerintah yang terus membengkak sementara praktek korupsi merebak dimana-mana.
Pamer Kemewahan
Ditengah situasi bangsa seperti itu, patutkah seorang Presiden memamerkan kemewahan diri sementara rakyatnya menderita? Alih-alih menunjukan sikap empati dan mencari solusi-solusi atas berbagai persoalan rakyat, Presiden Jokowi justru menampakan sikap cuek bebek bahkan cenderung membiarkan rakyat Indonesia semakin menderita.
Bagi sebagian orang bijak, bangsa Indonesia saat ini mengalami kecelakaan sejarah yang sangat memprihatinkan. Mempunyai pemimpin yang memiliki sifat kontradiktif, antara ucapan dan tindakannya selalu bertolak belakang. Tidak peduli dengan penderitaan rakyat Indonesia, tidak peduli dengan utang yang membengkak. Yang penting berbagai proyek mercusuar bisa dibangun. Tetap memaksakan membangun kereta cepat Jakarta-Bandung, membangun Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur. Padahal tidak ada satupun negara dan investor asing mau memberikan utang. Mereka enggan berinvestasi di IKN, karena dari aspek apapun proyek tersebut memang tidak layak dibiayai alias proyek halusinasi.
Di tengah situasi krisis ini, seharusnya seorang presiden makin dekat dengan rakyatnya. Kedekatan dan kepedulian presiden itu bukan ditunjukan dengan cara melempar barang dari atas mobil kepresidenan saat dia melewati kerumunan orang-orang. Justru sikap seperti itu merupakan sifat orang jahil.
Seorang presiden yang memiliki wibawa dan peduli pada rakyatnya, dia akan hadir pada momen-momen yang tepat. Misalnya, saat hari Raya Idul Fitri belum, Presiden dan keluarga bisa melakukan open house di Istana Negara Jakarta. Kalau presiden ketakutan tertular virus, berlakukan protokol kesehatan dengan ketat saat bertemu dan bersalaman dengan masyarakat yang datang.
Ini jangankan mengundang rakyat datang ke Istana Kepresidenan, bersilaturahmi dengan jajaran menterinya pun tidak dilakukan oleh Presiden Jokowi. Cuma Menhan Prabowo Subianto yang datang menemui Jokowi di Yogyakarta.
Pak Jokowi, kalau bapak memang sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi Presiden RI sebaiknya segera mendatangi MPR-RI kemudian menyatakan mundur. Sikap seperti itu jauh lebih terhormat daripada terus menerus menjadi beban rakyat Indonesia. Saya yakin para pendukung bapak pun akan legowo menerima keputusan politik Anda. Sebab tidak sedikit pendukung Pak Jokowi yang saat ini mengalami kesulitan ekonomi.
Bangsa Indonesia yang jumlah penduduknya banyak ini, tidak bisa dikelola secara amatiran seperti yang Pak Jokowi lakukan selama ini. Memberi kepercayaan dan tanggungjawab kepada seorang menteri seperti Luhut Binsar Panjaitan dengan memberi dia banyak jabatan, juga tidak bisa menyelesaikan berbagai persoalan bangsa ini. Sebaliknya, justru hanya akan memberikan kesempatan kepada Luhut Binsar Panjaitan untuk semakin menumpuk kekayaan pribadinya melalui jabatan yang dimilikinya sekarang.
Ingat Pak Jokowi, pangkat dan jabatan tidak ada yang kekal di dunia ini. Semuanya akan dipertanggungjawabkan, baik di dunia maupun akhirat. Di dunia mungkin bisa lolos, tapi pengadilan akhirat akan tetap menanti bapak.***
Artikel ini ditulis di pelataran mesjid di Kawasan Serpong, Tangerang Selatan