PT Titan Group Kolap Didera Isu Kredit Macet, TPPU hingga Penggelapan Pajak
Oleh Djony Edward - Wartawan Senior FNN
KRISIS ekonomi kembali memakan korban, kali ini menimpa PT Titan Group, grup perusahaan berbasis tambang batubara di Sumatera Selatan ini, nyaris bangkrut. Bank Mandiri atas perintah Bareskrim Polri diketahui telah membekukan 40 rekening kelompok usaha yang cukup besar itu.
Apa pasal sehingga 40 rekening Titan Group harus dibekukan?
Menurut kabar yang berkembang di lapangan, PT Titan Group kredit macet sedikitnya Rp8 triliun di Bank Mandiri, tersandung tindak pidana korupsi, pencucian uang, kepailitan, dan bahkan menunggak pajak.
Tentu saja hal tersebut harus dikonfirmasi atau setidaknya didudukkan sesuai porsinya. Namun melihat ketegasan Bareskrim Polri yang meminta Bank Mandiri membekukan 40 rekening Titan Group, sepertinya masalah yang diderita memang cukup berat.
Dampak dari pembekuan 40 rekening Titan Group tentu saja sangat panjang dan serius. Pemberian gaji, bahkan THR 6.000 karyawan di anak-anak perusahaan dan induk perusahaan, pembayaran kewajiban kepada ratusan vendor, supplier dan lainnya menjadi terganggu.
Itu sebabnya sebagia karyawan Titan Group menggelar aksi unjuk rasa di Mabes Polri sebagai bentuk kekecewaan mereka. Namun sesungguhnhya ini adalah masalah korporasi biasa yang tidak tunduk pada peraturan good corporate governance (GCG), tidak taat pada tata Kelola perusahaan yang baik dan benar.
Bahkan diantaranya menabrak ketentuan perundangan yang berlaku sehingga Bareskrim Polri merasa perlu memerintahkan Bank Mandiri membekukan 40 rekening Titan Group.
Seperti diketahui, Titan Group adalah grup perusahaan swasta dimana bisnis yang dijalaninya telah berkembang pesat. Ada berbagai macam bidang bisnis yang digelutinya, dia antaranya yaitu pertambangan dan energi, properti dan pengembangan masyarakat, bisnis agro, dan lainnya.
Public Relation PT Bank Mandiri Pusat Iwan Setiawan menyatakan bahwa rekening Karyawan Titan Group tidak blokir atau ditutup. Bank Mandiri melakukan pemblokiran rekening PT Titan Group berdasarkan surat perintah blokir rekening dari Bareskrim Polri.
Bank Mandiri akan melakukan pembukaan blokir terhadap blokir rekening PT Titan Group setelah adanya surat perintah dari Bareskrim Mabes Polri untuk melakukan pembukaan blokir terhadap rekening tersebut.
Kepala OJK Kantor Regional 7 Sumbagsel, Untung Nugroho melalui Kepala Bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Kantor Regional 7 Sumatera Bagian Selatan, Andes Novytasary menyampaikan, bank tentu memiliki alasan yang jelas dalam melakukan pemblokiran rekening nasabahnya. Proses pemblokiran sendiri harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan prosedur internal yang berlaku.
“Untuk informasi lebih detail mengenai alasan atau penyebab permasalahannya, maka perlu dimintakan klarifikasi terlebih dahulu dengan pihak Bank yang bersangkutan,” ujar Andes seperti dikutip Rakyat Merdeka Online (RMOL).
Sesuai Undang-Undang yang berlaku, ada beberapa pihak yang diberikan kewenangan secara hukum untuk meminta pemblokiran rekening baik dalam perkara pidana maupun perkara perdata. Yakni penyidik, penuntut umum, atau hakim.
Adapun beberapa dasar hukum pemblokiran nasabah baik perorangan maupun perusahaan, yaitu pada Pasal 29 ayat (4) UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi: “Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi,”
Lalu pada Pasal 71 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. “Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan Pihak Pelapor untuk melakukan pemblokiran Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dari setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik, tersangka atau terdakwa,”
Kemudian di pasal lainnya yakni Pasal 17 ayat (1) butir a UU 8/2010 bahwa Pihak Pelapor diantaranya adalah meliputi bank. Pasal 98 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan. Isinya berbunyi: “Sejak mulai pengangkatannya, Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima.”
Berdasarkan peraturan tersebut, seorang kurator dalam kepailitan harus melakukan segala upaya untuk mengamankan harta pailit termasuk permohonan pemblokiran rekening kepada pengadilan. Misalnya karena khawatir debitur akan mengalihkan harta pailit dalam rekening bank.
Pasal 17 ayat (1) UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000. “Penyitaan terhadap deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu.”
Sehingga, berdasarkan ketentuan yang dijabarkan di atas, selain pejabat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim, ternyata pejabat pajak juga dapat langsung melakukan pemblokiran terhadap rekening nasabah bank.
Dalam hal kewenangan Bank Mandiri pada kasus ini, pemblokiran bisa dilakukan apabila terkait dengan perkara perdata maupun pidana. Pemblokiran rekening diatur dalam Peraturan Bank Indonesia dalam Pasal 12 ayat 1 Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.
Meski demikian, keputusan pemblokiran rekening tidak dapat dilakukan sewenang-wenang oleh pihak bank. Semua proses harus sesuai hasil keputusan persidangan. Pemblokiran rekening dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang dinyatakan oleh polisi, jaksa, atau hakim.
Jika tidak ada putusan persidangan, pihak bank tidak berhak memblokir secara sepihak rekening nasabah dalam suatu kasus pidana atau perdata. Tindak pidana atau perdata yang berkaitan dengan pemblokiran rekening, misalnya korupsi, pencucian uang, atau kasus yang dilaporkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Jika sidang putusan pemblokiran sudah jelas, maka pemblokiran dapat dilakukan tanpa perlu izin dari Pimpinan Bank Indonesia.
Melihat dari aturan itu dan juga perintah pemblokiran yang diakui pihak Bank Mandiri berasal dari Bareskrim Polri, alasan pemblokiran mengerucut ke dua alasan. Patut diduga perusahaan tersebut saat ini tengah tersandung kasus tindak pidana korupsi atau pencucian uang.
"Pemblokiran dimungkinkan untuk perkara pidana. Baik UU Perbankan dan Perbankan Syariah keduanya mengatur secara identik mengenai pemblokiran untuk kepentingan perkara pidana, misalnya ada dugaan terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau korupsi," kata Praktisi Hukum Dr Alamsyah Hanafiah SH MH saat dibincangi.
Alamsyah menerangkan, berdasarkan UU perbankan Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, rekening nasabah merupakan rahasia yang wajib dijaga pihak Bank. Sehingga, pemblokiran rekening tidak dapat dilakukan secara serta merta atau sepihak.
“Kalau tidak memenuhi unsur pidana atau permintaan pengadilan dalam pemblokiran tersebut, bisa saja hal itu dibawa ke ranah pengadilan. Apalagi kejadiannya menyangkut kerugian nasabah dengan dalil merugikan atau meresahkan hajat orang banyak," jelasnya.
Kuasa Hukum PT Titan Group Muara Enim Riasan Syahri SH MH didampingi Humas Yayan Suhendri, mengatakan pihaknya menduga, dalam pemblokiran rekening sudah terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak-pihak berwenang karena 40 rekening tersebut berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Hal ini terkait karyawan, subkontraktor, sopir, pihak ke tiga dan orang-orang yang punya hubungan dengan Titan Group.
“Kami tidak mencampuri urusan jika menghadapi peristiwa pidana, tapi yang kami pertanyakan pemblokiran rekening. Terjadinya pemblokiran rekening tersebut kami tidak bisa melaksanakan tanggung jawab kewajiban keuangan secara keseluruhan baik itu gaji karyawan, pembayaran kepada pihak ke tiga, sub kontraktor, listrik, air dan sebagainya,” tegas Riasan.
Tampaknya kasus Titan Group ini merupakan salah satu korporasi yang harus jatuh menghadapi krisis. Setelah ini mungkin ada lagi cerita kredit macet-kredit macet lannya yang mewarnai jatuh bangunnya korporasi di tanah air.
Yang terpenting, jatuhnya grup perusahaan tetap harus memperhatikan nasib karyawan. Karena mereka adalah stakeholder paling berharga dalam sebuah korporasi. (DE)