Putusan MK Sudah Benar, Denny Tidak Salah

Jakarta, FNN -  Pengamat hukum tata negara Refly Harun berpendapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penetapan sistem proporsional terbuka pada Pemilu sudah benar, karena sudah sesuai dengan tuntutan zaman.

Refly berpendapat soal sistem politik dengan proporsional terbuka ataupun tertutup sebenarnya bukan ranah MK. Melainkan ranah legislator yang membuat undang-udang. Tapi karena digugat ke MK oleh pelapor yaitu kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Demas Brian Wicaksono dan kawan-kawan.

“Jadi putusan MK tidak mengubah apapun, secara materi juga bukan putusan strategis mengingat soal sistem proporsional terbuka atau tertutup itu wewenang DPR sebagai pembuat undang-undang,” ungkap Refly dalam wawancaranya dengan fnn sore ini.

Seperti diketahui, dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) siang tadi menolak permohonan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka.

Dengan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut, maka pemilu tetap memakai sistem proporsional terbuka. Sebelumnya kader PDIP mengajukan permohonan uji materi yang menggugat Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu dari sistem proporsional terbuka menjadi tertutup.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap hakim ketua Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6).

Putusan MK tersebut bertolak belakang dengan info yang dipublikasikan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Dia mendapat informasi bahwa sistem pemilu akan diubah dalam putusan MK dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. 

Aksi Denny yang memposisikan diri sebagai peniup terompet (whistle blower) dalam kasus tersebut. Dimana dia mempublikasikan bahwa MK akan memutuskan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup dengan komposisi putusan 6 hakim setuju dan 3 hakim berpendapat beda (disenting opinion).

Aksi Denny yang berbeda dengan putusan MK hari ini, ternyata akan dilaporkan Hakim MK Saldi Isra ke organisasi profesi. Menurut Refly langkah MK tersebut dianggap tidak benar, karena Denny dalam opininya tidak dalam kapasitas sebagai lawyer, tidak sedang berperkara. Denny lebih menampilkan sebagai pribadi yang juga aktivis demokrasi dan anti korupsi.

“Jadi menurut saya putusan MK sudah benar, aksi whistle blower Denny juga tidak salah,” tegasnya.

Kalau Hakim MK tetap melaporkan Denny entah ke polisi atau ke lembaga profesio, maka menurut Reflu, hakim pelapor itu adalah hakim cemen. Atau kalau MK sebagai lembaga ikut melaporkan, maka MK tampil sebagai lembaga cemen.

“Denny itu pecinta demokrasi dan anti korupsi, MK atau Hakim MK tidak bisa melaporkan dia untuk kasus cecereme teme seperti itu. Kalau mau melaporkan Denny ke Partai Demokrat, dimana dia tampil sebagai salah satu caleg, kalau itu dilakukan justru Partai Demokrat mendukung upaya Denny,” kata dia.

Refly mengatakan tidak ada sistem pemilihan yang mutlak benar atau mutlak salah. Dia memandang bahwa hal terpenting adalah memastikan pemilu berjalan secara jujur dan adil.

Refly mengatakan sistem proporsional terbuka memungkinkan rakyat memilih kandidat secara langsung. Namun, sistem ini mendorong tingkat kecurangan makin tinggi. Sebab, sistem ini membuat para kandidat saling sikut sekalipun berasal dari satu partai.

Sementara itu, sistem proporsional tertutup cenderung lebih sederhana. Namun, partai politik atau parpol dapat menyetir sosok yang akan maju dan dan tidak. "Banyak anggota parlemen tidak menginginkan ini karena pasti tidak terpilih jika mendapatkan urutan bawah," kata Refly.

Refly mengimbau agar jangan terjebak pada wacana dikotomis antara sistem proporsional terbuka atau tertutup. Itu sebabnya Refly pernah mendorong agar pemilu diterapkan menggunakan sistem campuran. Dalam sistem ini, separuh anggota parlemen dipilih melalui mekanisme proporsional. Sementara itu, separuh sisanya dipilih menggunakan mekanisme distrik.

Meskipun begitu, Refly berpendapat bahwa sistem pemilu tidak seyogianya ditentukan oleh MK, tetapi oleh DPR. Dia mengatakan hal yang mendesak dan penting diputuskan oleh MK adalah saat ini justru upaya untuk menghapus presidential treshold.

“Juducial Review soal presidential treshold sudah lebih dari 20 kali dan selalu ditolak MK. Jadi MK itu kadang sibuk mengurusi sesuatu yang tidak penting sistem sistem Pemilu, justru sesuatu yang penting seperti presidential treshold tidak direspon dengan benar,” tukasnya (Djony Edward)

646

Related Post