Reshuffle Kabinet, Politik Dagang Sapi Jelang Pilpres

Oleh: Tjahja Gunawan - Wartawan Senior FNN 

MENJELANG Pilpres 2024, Presiden Jokowi dan kroninya yang tergabung dalam partai penguasa yang terdiri dari PDI-P, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, PPP dan PKB, membuat manuver politik melalui perombakan kabinet (reshuffle) pada Rabu 15 Juni 2022. 

Reshuffle kabinet ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepentingan bangsa apalagi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Perombakan kabinet ini tidak lebih dari praktek politik dagang sapi belaka. Ini benar-benar hanya untuk memenuhi ambisi kekuasan para elite parpol pendukung Jokowi. Berulang kali menteri dirombak pun tidak akan bisa menyelesaikan persoalan bangsa dan negara saat ini. 

Persoalan utamanya bukan pada menteri tetapi pada Presiden Jokowi sendiri yang tidak memiliki kapasitas dan kemampaun memimpin negeri ini. Sehingga semakin lama persoalan bangsa makin menumpuk. Mulai dari persoalan ekonomi, sosial dan ketidakadilan hukum. 

Persoalan yang melingkupi bidang ekonomi mencakup rendahnya daya beli masyarakat sementara harga berbagai kebutuhan pokok terus meningkat. Belum lagi membengkaknya angka pengangguran dan kemiskinan serta meningkatnya utang pemerintah dan BUMN. 

Akibat persoalan diatas, kesenjangan sosial dalam masyarakat pun semakin melebar. Jurang antara kelompok kaya dengan  masyarakat miskin semakin menganga. Yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin semakin miskin. Pada saat yang sama tidak sedikit pejabat negara yang menumpuk kekayaannya dari hasil uang korupsi. Perilaku korup di lingkungan pejabat negara semakin menjadi-jadi di era reformasi ini. Bahkan Presiden Jokowi sendiri yang mencontohkan praktek kolusi dengan kasat mata. Anaknya Gibran Rakabuming menjadi Walikota Solo sementara mantunya Bobby Nasution menjadi Walikota Medan. Melihat kenyataan ini, saat ini masyarakat Indonesia seolah melihat sebagai sesuatu yang wajar. Masyarakat cenderung permisif dengan perilaku KKN yang dilakukan pejabat negara. Padahal, gugatan fundamental yang diarahkan terhadap pemerintah Orde Baru adalah soal KKN. Tujuan gerakan melengserkan Presiden Soeharto pada tahun 1998 untuk memberantas KKN. Tapi sekarang justru praktek KKN makin subur. 

Itulah sebenarnya problem mendasar bangsa Indonesia saat ini. Namun, kondisi psikologis masyarakat ini tidak dirasakan oleh para pejabat dan elite kekuasaan sekarang. Akhirnya, mereka yang berada di kelompok elite  sibuk mengurus dan mengamankan kepentingan sendiri dan kelompoknya, sementara masyarakat  kebanyakan dibiarkan  berjuang mengatasi persoalan hidupnya masing-masing. 

Rakyat miskin dipelihara

Jika merunut pada teori ilmu sosiologi, kesenjangan sosial dalam masyarakat sebenarnya bisa menimbulkan keresahan sosial. Jika tidak diatasi,  dapat memicu terjadinya kerusuhan sosial. Namun, kemiskinan di Indonesia ini seolah sengaja "dipelihara" oleh penguasa untuk dijadikan sebagai objek politik kepentingan para elite kekuasaan setiap momen pemilu baik pilkada, pileg maupun Pilpres. Masyarakat miskin bisa dininabobokan dengan politik uang. 

Kembali kepada manuver politik Jokowi dan kroninya. Hal itu sama sekali terlepas dengan kepentingan masyarakat luas. Itu hanya untuk memenuhi nafsu kekuasaan para elite politik. Mereka ini kemudian "menjual" posisi politiknya kepada kelompok oligarki. Akhirnya, kebijakan pemerintah didagangkan oleh para elite kekuasaan. 

Momen perombakan kabinet sengaja dilakukan Jokowi sebelum Rakernas Partai Nasdem dan PDI-P. Tujuannya, agar Rakernas kedua partai itu bisa merekomendasikan capres yang bisa melanjutkan program pembangunan Jokowi. Sebelumnya Anies Baswedan diwacanakan Partai Nasdem sebagai sosok capres 2024. Namun Gubernur DKI ini dianggap tidak bisa diterima kelompok oligarki dan tidak menjamin proyek besar Ibukota Negara (IKN) bisa dilanjutkan oleh Anies Baswedan. 

Nah, dengan masih amannya posisi menteri dari Partai Nasdem di jajaran kabinet, besar kemungkinan partai ini masih akan sejalan dan seirama dengan partai koalisi Jokowi pada Pilpres 2024.  Bahkan sekarang partai penguasa ditambah dengan PAN, setelah ketua umumnya diberi jatah Menteri Perdagangan. ****

486

Related Post