Rezim Buzzer Dan Rezim Keblinger
by Edy Mulyadi
Jakarta FNN – Jum’at (21/08). Temuan ICW menyebut bahwa pemerintah dalam rentang 2014-2020 mengalokasikan dana hingga Rp1,1 triliun untuk promo di media sosial (medsos). Dari jumlah tersebut, Polri yang mencdapatkan porsi terbanyak, mencapai Rp937 miliar.
Temuan ICW juga menyebut ada anggaran sebesar Rp90,45 miliar untuk membayar para influencer. Bukan mustahil juga ada alokasi dana untuk para BuzzeRp yang terbukti telah berhasil memecah belah anak-anak bangsa. Menciptakan pengelompokan di masyarakat.
ICW ini sekali lagi membuktikan bahwa pemerintah telah menggunakan cara-cara yang tidak terhormat dan amburadul. Pemerintah menghalalkan segala cara untuk membungkam oposisi dan kelompok civil society yang kritis kepada kekuasaan. Padahal ciri negara demokrasi adalah kuatnya civil society yang selalu mengkritisi pemerintah. Kecuali kita sepakat menerapkan kekuasaan otoriter.
Tugas utama BuzzeRp adalah memuja-muji majikan yang membayar mereka. Tugas tamnahan lainnya adalah menghancurkan karakter orang atau pihak-pihak yang dianggap berseberangan dengan kepentingan sang majikan. Tidak perduli peroslan yang kritik kelompok civil society itu benar atau salah. Yang penting memuji majikan yang bayar dan melawan metreka yang mengkritik majikan.
Dalam melakukan tugasnya, mereka menyerang personal pihak yang dianggap kritis terhadap kekuasaan. Mereka tidak segan-segan menggunakan diksi norak, kotor, dan menjijikkan. Narasi mereka jauh dari substansi kritik yang disuarakan "lawan" penguasa.
Perilaku rezim yang seperti ini menjadi bukti penguasa tidak peduli dengan beban dan kesulitan rakyat. Ketika sebagian besar rakyat pontang-panting berjuang memenuhi kebutuhan dasar hidup yang harganya makin tak terjangkau, penguasa seenaknya menggelontorkan dana amat besar untuk membyar influencer dan BuzzeRp. Lagi-lagi kerjanya memuji-muji yang membayar.
Ada pengakuan dari seorang artis yang dibayar Rp. 5 juta hingga Rp.10 juta untuk setiap kali unggahannya dengan tagar #Indonesiabutuhkerja. Ternyata ini bagian dari kampanye RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang biadab kepada rakyat tersebut. Padahal RUU Omnibus Law Cipta Kerja hanya untuk kepentingan oligarki, korporasi dan konglomerasi.
Itu pula yang tampaknya terjadi pada Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Ada ancaman dan intimidasi di awal-awal pembentukan KAMI. Ancaman dan intimidasi terhadap para para deklarator dan rakyat di daerah yang hendak hadir di acara deklarasi. Selain itu, jagad medsos dijejali postingan dan meme yang menyudutkan serta memfitnah KAMI.
Tentu saja, sebagai rakyat saya tidak rela uang pajak mereka hanya digunakan untuk membiayai rezim humas, dan rezim buzzer. Ada pertanggungjawaban atas penggunaan uang rakyat secara ilegal. Bukan hanya di dunia, tetapi juga di hingga akhirat.
Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.