Rusia-Ukraina dan Penundaan Pemilu
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
HUBUNGAN antara perang Rusia-Ukraina dengan penundaan Pemilu hampir disebut tidak ada. Baik dimensi waktu maupun ruang. Waktu Pemilu dua tahun ke depan tahun 2024 sedangkan perang saat ini bisa selesai cepat. Ruang pun jauh Rusia-Ukraina di Eropa sedangkan Pemilu di Asia. Indonesia.
Meski beraspek global akan tetapi perang Rusia-Ukraina lebih pada kepentingan bilateral. Bahwa soal keterkaitan NATO yang diduga dapat berujung PD III belum dapat dipastikan. Bantuan AS masih setengah hati dan ikut campur AS terhadap negara di halaman depan Rusia nyata mengancam Rusia. Ini menjadi alasan kuat invasi Rusia.
Ketum PAN Zulhas yang mengaitkan perang Rusia Ukraina dengan penundaan Pemilu. Tentu alasan ini dinilai mengada-ada atau menambah-nambah, setelah Ketum PKB Cak Imin menghubungkan dengan pandemi dan situasi ekonomi. Ketum Golkar Airlangga berargumen pada aspirasi petani sawit. Jika benar ada skenario Luhut yang diketahui oleh Jokowi maka Jokowi berarti menjalankan politik "undur-undur". Maju mundur, mundur maju.
Alasan Zulhas mendukung penundaan diduga diajukan atas dasar politik "stick and carrot" Jokowi. "Stick" nya soal suap alih fungsi hutan di Riau sedangkan "carrot" nya jabatan Kementrian untuk PAN yang lama dijanjikan. Stick and carrot juga dapat berlaku sama kepada Cak Imin dan Airlangga.
Reaksi publik keras. Ancaman pelengseran karena melanggar Konstitusi dan revolusi sosial sebagai kulminasi kekecewaan rakyat terhadap perilaku rezim. Kini rakyat menunggu sikap Jokowi untuk mengumumkan resmi. Ataukah masih bergerilya mencari celah untuk ikuti permainan dan kemauan kekuatan oligarkhi?
Pasca operasi penundaan Pemilu yang kemungkinan gagal dan Pemilu tetap digelar 2024, maka skenario "perpanjangan usia" Jokowi dapat kembali ke Prabowo-Jokowi atau mencari figur boneka baru. Ganjar atau Erick Thohir. Di lain sisi Zulhas bisa digoyang internal oleh kelompok Hatta. Cak Imin oleh pengaruh Yahya Staqouf dan Airlangga pun diuji daya tahannya. Maklum "kudeta" yang gagal biasanya berefek hukuman.
Tanpa ketegasan pernyataan sikap Jokowi untuk tetap melaksanakan Pemilu Februari 2024, maka proses pembusukan (decaying) akan berjalan. Mengambangkan adalah pematangan menuju pelengseran. Gagal skenario melawan Konstitusi untuk "penundaan" dapat berakibat "percepatan".
Jadi alasan perang Rusia-Ukraina bagi penundaan Pemilu jelas tidak rasional dan sekedar mencari pembenaran. Yang jelas perang ini hanya tetap menunda Ukraina menjadi anggota NATO dan menunda ekspor komoditi Indonesia ke Rusia dan Ukraina.
Menunda Pemilu hanya akal-akalan. (*)