Saat Luhut Tak Ada di Surga
Maradona dan Messi mampu mengangkat prestasi sepak bola klub dan negaranya. Fenomena kekuatan individu yang mampu memotivasi dan menggerakkan kemampuan tim secara optimal hingga ke puncak pentas dunia. Di Indonesia ada LBP yang seorang diri juga bisa menjadi representasi negara bahkan dalam segala urusan. Masalahnya, LBP ini penuh prestasi dan kebanggaan juga ngga? Membawa maslahat atau mudharat setidaknya bagi bangsa ini atau tidak?
Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI
SEPERTI tak mau kalah dengan Lionel Messi yang seorang superstar sepakbola dengan kehebatan dan pesonanya. Luhut Binsar Panjaitan (LBP), kembali menunjukan aksi yang seolah-olah seperti superman dalam pemerintahan rezim Jokowi. Kalau Messi yang dengan skill individunya mampu mengangkat klub dan negaranya di kancah sepak bola dunia. Messi juga mampu membuat segudang prestasi yang mengundang decak kagum dan menjadi idola sejagad raya. Selain banyak gelar juara, pemain yang dibesarkan klub Barcelona dan pemegang ban kapten timnas Argentina itu, juga banyak memecahkan rekor sepak bola pada banyak kategori.
Lain lagi dengan Luhut yang seorang menteri koordinator maritim dan investasi. Terkesan ingin menyamai rekor Mesi, Luhut menjadi pejabat yang serba tahu, serba mampu dan serba bisa menyelesaikan masalah. Saking banyak jabatan yang diembannya, Luhut sampai dijuluki menteri segala urusan. Dari urusan utang menjulang berdalih investasi, penanganan covid dan bisnisnya yang tak kunjung usai, pembangunan infra struktur berujung proyek mangkrak dan dijual murah, hingga kereta cepat Jakarta Bandung yang menimbulkan polemik, anjlok dan ditabrak pula. Tak ketinggalan yang seksi dan strategis soal konstelasi pilpres yang rentan menghianati konstitusi, Luhut tak luput hadir pada ranah itu. Luhut memang pembisik dan penguasa presiden yang andal. Tak ada urusan sekecil apapun di republik ini yang tak bisa ditangani Luhut. Kalau perlu, jika gerombolan nyamuk dan lalat ingin berkumpul sembari bermusyawarah, bisa jadi Luhut akan menjadi panitia dan mengurus semua keperluannya.
Luhut seakan tak mau kalah populer, kaya dan menyandang banyak predikat internasional layaknya Messi. Cuma sayang, keduanya sangat berbeda bak langit dan bumi. Messi yang berusia 35 tahun dan prestasinya di lapangan hijau, telah membuktikan dirinya sebagai The Greatest Of All Time (GOAT). Sedangkan Luhut, dalam usia senjanya semakin larut dengan kesibukannya yang menyita waktu, tenaga dan pikirannya. Lebih dari itu pastinya, telah menguras uang negara dan mempertaruhkan banyak kepentingan rakyat. Malah menjadi miris dan begitu memprihatinkan, Luhut yang setua itu justru cenderung menderita penyakit semakin cinta dunia dan takut mati (WAHN), yang indikatornya getol mengejar uang dan jabatan. Berbeda dengan Messi yang secara umum masih usia muda sudah bergelimang harta dan populeritas, namun dalam aspek sepak bola sudah memasuki masa pensiun tak lagi ngoyo untuk banyak hal.
Meskipun begitu bukan Luhut kalau tak banyak masalah, sesuai dengan gelar jabatannya yang menteri segala urusan. Belum lama berselang saat acara di KPK, Luhut kembali melontarkan statemen konyol kalau tak mau disebut blunder. Ada penggalan pidatonya yang cukup menghentak publik, tatkala berucap *"kita ngga usah bicara tinggi-tinggi lah kita, OTT-OTT itu kan enggak bagus sebenarnya buat megeri ini jelek banget. Kita mau bersih-bersih amat di surga ajalah kau, jadi KPK pun jangan pula sedikit-sedikit tangkap itu ngga bagus juga."* Publik bertanya-tanya, kenapa yang jelas-jelas terlibat korupsi tak boleh ditangkap?. Ada hubungan apa pemerintah dengan para koruptor itu?. Jangan-jangan ada apa-apanya nih dengan pemerintah, lumrah saja jika ada kecurigaan rakyat dan menilai ikut terlibat korupsi juga.
Saat korupsi telah menjadi "extra ordinary crime" dan KPK telah menjadi leading sektor penanganannya. Celotehan Luhut justru berbahaya bagi upaya pemberantasan korupsi khususnya dan penegakan hukum pada umumnya. Luhut bisa disinyalir sebagai sosok terlebih sebagai menteri atau orang pemerintahan yang dekat dan bahkan dianggap melindungi koruptor. Kalimat bersayap dari Luhut itu juga seakan memberi sinyal atau eksplisit mengonfirmasi rezim kekuasaan penuh sesak oleh koruptor. Ada pesan terselubung dari Luhut kepada KPK agar bersikap lunak atau bahkan melindungi para pelaku kejahatan korupsi. Mungkin banyak lingkaran istana yang terlibat korupsi, pengusaha atau cukong kolega pemerintahan barangkali, mungkin juga petinggi partai politik atau DPR dan masih banyak lagi rombongan ternak-ternak oligarki lainnya yang terlibat kejahatan luar biasa tersebut.
Tapi lepas dari persoalan korupsi dan tindajan OTT, ada yang menarik dari Luhut terkait ucapannya yang memunculkan diksi surga. *"Kita mau bersih-bersih amat di surga ajalah kau"*, bisa ditangkap sebagai realitas Luhut dan genknya seperti komunitas yang ngga bersih-bersih amat alias kotor juga. Bisa jadi memancing opini publik pada penilaian Luhut bersama pemerintahan yang sekarang memang kotor termasuk dalam soal-soal korupsi. Luhut dan konspirasinya tak ubahnya sedang memberikan penegasan mereka kotor, jahat dan tak pantas ada di surga. Pantas saja, antara Messi dan Luhut tak bisa senilai, selaras dan harmonis. Messi telah berkontribusi bagi dunia melalui olah raga sepak bola. Sementara Luhut masih dipertanyakan bahkan di dalam negerinya sendiri, apakah lebih banyak mendatangkan kemaslahatan atau kemudharatan. Apakah yang dijalankan Luhut halal atau haram dalam me gurus negara ini?. Tapi setidaknya di depan jajaran KPK dan dihadapan seluruh rakyat Indonesia, Luhut secara transparan menyatakan tak mau bersih-bersih amat. Luhut tak mau mengambil tempat di keabadiaan yang bahagia kelak. Jadilah si Luhut ini tak berada di surga.
*) Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan.
Bekasi Kota Patriot, 22 Desember 2022/28 Jumadil Awal 1444 H.