Sambo Cuma Dituntut Hukuman Seumur Hidup?

Tuntutan hukuman seumur hidup untuk Ferdy Sambo

Jakarta, FNN - Jaksa penuntut umum menuntut hukuman seumur hidup untuk mantan Kepala Divisi Propam Polri, Ferdy Sambo, karena terbukti bersalah sebagai dalang sekaligus pelaku pembunuhan berencana terhadap mendiang Brigadir Yosua Hutabarat. Tuntutan hukuman ini jauh lebih berat dibandingkan dua terdakwa lain yang sudah memasuki tahap penuntutan, yakni Kuat Ma'ruf dan Riki Rizal, sopir pribadi dan ajudan, yang masing-masing dituntut hukuman 8 tahun penjara. “Tuntutan yang sangat ringan mengingat keduanya bersama Ferdy Sambo, Putri Candrawati (istri Sambo), dan Barada Richard Eliezer dikenakan pasal 340 subsider pasal 338 junto 55 ayat ke-1 dan junto pasal 56 ayat ke-1 KUHP,” ujar Hersubeno Arief dalam Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Selasa (17/01/23).

                Dalam pasal 340, ancaman untuk pembunuhan berencana adalah maksimal hukuman mati, seumur hidup, atau penjara 20 tahun. Hal yang memberatkan Sambo, menurut Jaksa, adalah mengakibatkan hilangnya nyawa Novriansyah Yosua Hutabarat dan duka yang mendalam bagi keluarga korban.

Persidangan kasus pembunuhan memang dipenuhi haru-biru dan duka cita mendalam bagi keluarganya. Namun, Sambo berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya ketika memberikan keterangan di persidangan. Perbuatan Sambo juga menimbulkan keresahan di masyarakat, mencoreng institusi Polri, dan melibatkan banyak aparat. Sementara, kesaksian yang meringankan tidak ada.

Meski Jaksa telah menuntut secara maksimal terhadap Sambo sesuai dengan yang diatur dalam KUHP, namun tuntutan hukuman ini masih mengecewakan keluarga Brigadir Yosua dan publik. Mereka berharap Sambo dituntut hukuman mati. “Sekarang ini terpulang bagaimana keyakinan dari Majelis Hakim, apakah akan menghukum berat Sambo dengan hukuman mati atau yang lebih ringan,” ujar Hersu.

 Hakim bisa memvonis lebih ringan, bahkan membebaskan terdakwa, bila berdasarkan proses di persidangan Jaksa tidak bisa membuktikan konstruksi hukumnya. “Kalau melihat fakta-fakta di persidangan, rasanya sangat tidak mungkin hakim akan menjatuhkan hukuman yang lebih ringan, misalnya 20 tahun penjara atau bahkan lebih ringan atau bahkan membebaskan,” ujar Hersu.

Dari kesaksian para terdakwa, termasuk Barada Richard Eliezer yang menjadi justice colaborator, Sambo terbukti menjadi aktor intelektual alias dalang  yang memerintahkan pembunuhan, sekaligus sebagai pelaku pembunuhan terhadap Yosua. Sambo ikut menembak Yosua setelah memerintahkan Richard sebagai penembak pertama untuk memastikan kematian Yosua.

Sambo juga membuat skenario palsu dan sebagai Kepala Divisi Propam dia merekayasa TKP, merusak alat bukti, serta melakukan obstruction of justice ‘menghalangi penegakan hukum’. Dalam kasus terakhir ini, Sambo bahkan melibatkan puluhan perwira Polri yang menjadi bawahannya. Beberapa di antaranya, seperti halnya Sambo, dalam sidang kode etik dipecat dari instansi Polri.

Meskipun bertindak independen, menurut Hersu, Majelis Hakim tetap saja tidak mungkin tidak memperhitungkan opini publik dan rasa keadilan masyarakat. Publik sangat geram dan berharap Sambo dituntut hukuman maksimal, yaitu hukuman mati.

Kasus Sambo, kata Hersu,  juga penuh dengan nuansa politik mengingat posisi yang pernah dijabat Sambo lingkungan Polri, yaitu sebagai Kepala Divisi Propam atau polisinya polisi. Dan yang jauh lebih penting lagi adalah pososisinya sebagai Kepala Merah Putih, lembaga non-struktural yang sangat berpengaruh dan memiliki aktivitas yang berkaitan dengan kepentingan politik para petinggi Polri.  

Dengan latar belakang seperti itu seberapa tinggi tuntutan Jaksa dan seberapa berat nantinya vonis hakim yang dijatuhkan kepada Sambo, pasti akan mendapat sorotan dari publik, terutama vonis terhadap Sambu dan Putri Candrawati. Sementara untuk Eliezer, publik bahkan keluarga Yosua, berharap hukumannya lebih ringan. Demikian juga dengan Kuat Ma'ruf dan Riki Rizal yang tidak terlalu menjadi sorotan publik.  

“Beban berikutnya ada di pundak  Majelis Hakim, apakah akan menghukum lebih berat, yakni hukuman mati atau memilih hukuman ringan yakni 20 tahun penjara,” ujar Hersu. Rumusan ancaman dalam pasal 340 tentang pembunuhan berencana adalah hukuman mati, seumur hidup, atau kurungan 20 tahun penjara.Opsi-opsi itu bisa diambil oleh hakim sebagai panduan untuk menjatuhkan vonis.  

Bila vonis hukuman mati yang dijatuhkan, kata Hersu, maka itu akan sesuai dengan keinginan keluarga Yosua dan keinginan publik. Bila hakim memvonis 20 tahun penjara, bisa menimbulkan ketidakpuasan publik, sebab hukuman penjara 20 tahun memberi peluang besar bagi Sambo untuk bebas melalui berbagai remisi yang tersedia. Setidaknya kalau vonis 20 tahun bisa 8 tahun di penjara. Tapi, semua itu memang ada ketentuannya yang terkadang tidak dipahami oleh publik.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa hukum di Indonesia aturable. “Bila Anda punya akses pada kekuasaan atau Anda punya kemampuan finansial yang besar maka hukuman itu bisa aturable. Sambo punya dua-duanya,” ujar Hersu. (ida)

284

Related Post