Sengketa Lahan Keluarga Jusuf Kalla, Korban Yakin Menang di PK
Jakarta, FNN - Para korban mafia tanah di Jeneponto, Sulawesi Selatan yakin kasusnya akan menang di tingkat Peninjauan Kembali, Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Keyakinan ini disampaikan oleh salah satu korban bernama Daeng Azis dan didampingi dua korban lainnya yakni Hj. Lantin dan Daeng Tinri.
"Kami yakin, Mahkamah Agung Republik Indonesia akan mengabulkan Peninjauan Kembali yang kami ajukan," kata Daeng Azis dalam konferensi pers di kawasan Roxy, Cideng, Jakarta Pusat, Rabu (21/06/2023).
Daeng menegaskan jika aparat penegak hukum di Mahkamah Agung bisa adil dan menggunakan hati nurani, maka mereka akan memutus seperti putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.
Sungguh aneh, kata Daeng Azis di dua pengadilan sebelumnya pihaknya menang, mengapa tiba tiba di Mahkamah Agung bisa dikalahkan. "Ini pasti ada apanya," tegasnya.
Azis mencium ada tangan-tangan kotor yang ikut bermain sehingga, kasus yang tadinya menang bisa kalah.
"Ada keanehan yang sangat mencurigakan bahwa saksi-saksi dan bukti yang dihadirkan di pengadilan semuanya menyatakan bahwa lahan tersebut milik kami, mengapa kenyataan ini diabaikan Mahkamah Agung," tanyanya.
Bahkan lanjut Daeng, orang yang mengaku menjual tanpa hak kepada PT Bosowa juga sudah mengakui kesalahannya.
"Ini fakta persidangan yang tidak terbantahkan lagi, mengapa Mahkamah Agung tutup mata," tanyanya.
Diketahui bahwa kasus ini bermula dari seseorang bernama Fajar Daud Nompo selaku pemilik sah tanah seluas 87 hektar di Jeneponto Sulawesi Selatan merasa dizolimi.
Pasalnya, ada orang yang menjual tanah miliknya kepada seorang bernama Aksa Mahmud yang merupakan saudara dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Kuasa hukum Fajar Daud Nompo yaitu Hizbullah A Sudjana dari Kantor Penjacara Eggi Sudjana mengatakan, sebelumnya kliennya telah melakukan gugatan terhadap PT PLN Persero dan PLTU Punagaya Jeneponto ke Pengadilan Negeri (PN) Jeneponto, Sulawesi Selatan.
"Gugatan klien kami dimenangkan, lalu pihak lawan meniajukan banding. Klien kami juga dimenangkan dalam arti seluruh gugatannya," katanya.
“Tetapi dalam perjalanannya, PT PLN mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Di tingkat kasasi pihak kami dikalahkan hanya dengan dalil pembeli beritikad baik," paparnya.
Bagaimana mungkin pembeli beritikad baik sedangkan fakta di lapangan itu bertolak belakang. Karena ada pihak-pihak yang seharusnya menjadi pemilik yang sah justru dikesampingkan,” ucap Hizbullah dengan didampingi Eggi Sudjana, Daeng Azis serta ahli waris lainnya beberapa hari lalu.
Menurut Hisbullah Mahkamah Agung membuat keputusan yang menyesatkan yakni membenarkan
PT PLN yang telah membeli dari pihak yang tidak berhak, padahal sudah mengetahui akan hal itu tapi tetap melakukan proses ganti rugi, itupun dengan harga yang tidak layak.
Jadi, sambung Hizbullah, apa yang disebut “sebagai pembeli beritikad baik", dalam hal ini tidak terpenuhi.
Oleh karena itu lanjut Hisbullah, pihaknya akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap Mahkamah Agung yang menurut kami putusan kasasi MA telah mencederai rasa keadilan dan bertolak belakang tugas dan fungsi dari Mahkamah Agung itu sendiri.
Daeng Azis selaku tokoh dari Jakarta yang juga putra daerah menyampaikan bahwa sejak awal dirinya mengikuti persoalan ini.
"Seharusnya pemilik Bosowa yaitu Aksa Mahmud saudara dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, tahu diri karena ini milik Daud Nompo.
"Yang terjadi justru merekayasa surat-surat untuk menguasai hak orang," paparnya.
Sementara Eggi Sudjana menegaskan bahwa untuk mengajukan PK, harus ada novum yaitu alat bukti baru yang tidak disampaikan di PN, PT dan kasasi. Kedua adanya kekhilafan hakim, jadi hakim melakukan khilaf dalam mengambil keputusannya. Ketiga ketidakonsistenan menerapkan hukum pasal 1 dengan yang lain bisa bertentangan.
"Buktinya di PN dan PT kita menang hanya karena istilah itikad pembeli baik padahal faktanya tidak demikian,” ungkap Eggi.
Bukti baru yang kami ajukan adalah bahwa selama proses persidangan telah terbukti dalam konteks pidana bahwa si penjual awalnya mengklaim sebagai pemilik sudah tervonis sebagai terpidana karena menjual yang bukan miliknya dan itu sudah ada putusannya.
“Kami menduga kuat adanya suap-menyuap yang besar, karena ini menyangkut orang-orang kaya di belakangnya juga menindas rakyat,” pungkasnya. (sws)