Intip Jejak Sri Widodo, Ketua RW Teladan yang Jadi Caleg DPRD Kabupaten Bogor

Tak banyak yang punya keberanian bagi seorang ketua RT atau RW mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif, sebab jabatan sebagai ketua RT atau RW kerap dipandang sebelah mata. Tak heran jika banyak orang enggan menjadi ketua RT. Maklum memegang jabatan ini dituntut kerja maksimal dengan honor minimal.

Oleh Indah Nurhaidah (wartawan senior FNN)

Tidak demikian dengan Sri Widodo. Sejak menjadi ketua RT tahun 1998, tepatnya di RT 07 RW 014, Pabuaran, Bojonggede, Kabupaten Bogor, ia bertekad mengubah stigma miring ketua RT menjadi jabatan bergengsi. Oleh karena itu, dia ubah mindset masyarakat untuk meyakini bahwa jabatan ketua RT adalah jabatan yang tidak ada duanya, penuh berkah dan menjadi ladang pahala. Semua itu bisa diraih jika dilakukan dengan penuh keikhlasan, tanggungjawab, suka cita, dan yakin akan mendapat balasan dari Allah dengan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.

Atas propaganda positif ini, ternyata menghasilkan budaya yang cukup baik dalam proses pergantian kepemimpinan di tingkat paling bawah ini. Semua warga akhirnya bersedia menjadi ketua RT secara bergantian. Saat menjabat, ketua RT selalu berkoordinasi dengan warga. Demikian juga, warga wajib mendukung dan memberikan kritik membangun bagi pengurus RT.

Yang Unik, Yang Mengharukan

Ada pengalaman menarik saat Sri Widodo menjadi ketua RT. Pagi-pagi ada seorang warga yang datang ke rumahnya dengan penuh amarah.  Ia mengadukan tetangga depan rumahnya yang menurutnya salah dan ketua RT diharapkan bisa menjadi pendukung dan pembelanya. Warga itu terus nerocos menumpahkan kekesalannya, termasuk dengan bahasa yang kurang nyaman.

Caleg PAN DPRD Kab Bogor Dapil 6

Sri Widodo membiarkan warga itu bicara dengan penuh emosi hingga selesai. Sri Widodo menyimak dengan tenang.

Setelah warga itu selesai bicara, Sri Widodo tidak serta merta memberikan tanggapan, dukungan, atau memihak. Ia tidak larut dalam situasi kemarahan yang dalam. Ia harus melakukan kroscek terhadap pihak yang diceritakan oleh warga tersebut.

Lalu Sri Widodo menawarkan kepada warga tersebut untuk menghadirkan “musuhnya” ke rumah. Warga itu setuju dan akhirnya dua warga yang berseteru itu duduk bersama dengan jarak berjauhan. Mereka masih marah. Raut muka mereka tampak merah serasa akan saling menerkam.

Sri Widodo lalu mengatkaan begini,”Bapak X yang saya hormati dan Bapak Y yang saya hormati pula.  Kita hari ini berada di sini sepakat untuk menyelesaikan masalah. Saya tadi sudah mendengar laporan dari Bapak X. Tetapi saya tidak begitu saja percaya. Oleh karena itu, saya minta tolong Bapak X untuk menceritakan kembali di sini secara detail, bahkan kalau mau marah, silahkan. Di sini saya wasitnya. Demikian juga Bapak Y, silahkan simak sampai tuntas. Setelah itu Bapak Y saya beri kesempatan yang sama untuk menceritakan apa yang dialami, bahkan kalau mau marah, monggo,  luapkan seluruh emosi, silahkan. Di sini saya menjadi wasit yang imbang,” papar Sri Widodo.

Demikianlah kata Sri Widodo – dua tetangga terdekat itu – tuntas meluapkan isi hatinya. Kemarahan yang mereka alami, tidak semestinya dieksploitasi secara berlebihan. Maklum mereka sempat saling bawa senjata tajam untuk menunjukkan kekuatannya. Padahal problem sebenarnya hanyalah persoalan anak mereka yang sama-sama bermain lalu terjadi pertengkaran. Anak mereka sama-sama balita.

Setelah proses tabayyun itu, akhirnya keduanya plong, hatinya lega, dan akhirnya sama-sama sadar.  Tak lupa, mereka saling memaafkan.

Pada kasus yang lain ada warga yang jalan depan rumahnya tidak boleh dipakai buat pasang tenda. Kebetulan tetangga sebelahnya sedang ada hajatan sehingga perlu memasang tenda lebih luas. Mereka bersitegang tanpa ada solusi. Setelah Sri Widodo mendapat laporan sepihak, ia langsung menuju lokasi menyaksikan langsung kejadiannya dan memberi solusi. Akhirnya para pihak paham dan kehidupan bertetangga pun harmonis kembali.

Itulah fungsi pimpinan, kata Sri Widodo, bahwa sekecil apapun persoalan di masyarakat harus cepat diselesaiakan sampai tuntas, agar tidak berlarut-larut bahkan menjadi besar. Pimpinan, apapun itu – tidak boleh memihak, tidak boleh membela salah satu pihak, tidak boleh mudah marah, tidak boleh mudah haru. Ia harus tegas, tegar, dan adil.

Sri Widodo menegaskan bahwa di mana pun pimpinan berada, jika ia memihak, tidak adil, dan tidak berupaya memfasilitasi perdamaian, maka rusaklah sebuah wilayah itu.  Tetapi jika pimpinan itu bijaksana, adil, dan bertanggungjawab, maka masyarakat yang dipimpinnya akan nyaman dan sejahtera. Demikian juga bagi sang pemimpin, maka kebaikan akan datang dari arah yang tidak diduga-duga.  


Berikutnya, tahun 2010 Sri Widodo dipilih menjadi Ketua RW secara online dan langsung oleh warga Perumahan Puri Bojong Lestari. Bisa jadi itulah proses pemilihan Ketua RW secara online yang pertama di Indonesia. Sangat demokratis.

Menjadi Ketua RW, persoalan yang dihadapi semakin kompleks. Pada suatu hari tepatnya hari Jumat, Sri Widodo mendapati ada orang yang diduga maling jadi bulan-bulanan warga karena kedatapan mencuri mesin air di salah satu rumah warga. Darah bercucuran di wajah orang tersebut. Setiap orang yang menjumpainya langsung melampiaskan kemarahan dengan memberikan penyiksaan. Ada yang menonjok, menendang, ada yang menarik kupingnya dengan kunci tang.  Mereka menumpahkan kekesalan pada sang maling tersebut.

Melihat hal itu Sri Widodo menelepon anggota polisi Polsek Bojonggede. Lama tak datang, akhirnya Sri Widodo membonceng orang tersebut dengan sepeda motor ke kantor polisi. Punggung Sri Widodo penuh dengan darah yang menetes dari kepala orang itu. Ia khawatir, orang itu bisa mati jika tidak diamankan.

Di tengah perjalanan, Sri Widodo berpapasan dengan mobil polisi Polsek Bojonggede. Ternyata polisi yang tadi ditelpon. Ia langsung menyetop dan menyampaikan, perihal kejadian tersebut. Setelah proses serah terima, Sri Widodo melanjutkan perjalanan yang saat itu hendak ke kantor dan polisi membawa orang tersebut ke kantor polisi. Selanjutnya menjadi urusan polisi.

Pada kesempatan berikutnya Sri Widodo mengalami kejadian yang tak kalah menarik. Ada pencuri kotak amal musholla, motornya tertinggal. Ia kabur melarikan diri setelah ada warga yang memergoki. Motornya tertinggal. Motor itu lalu disimpan di rumah Sri Widodo.

Dua hari kemudian di waktu Subuh ada orang datang ke rumah Sri Widodo. Tiba-tiba ia menangis. Ia menyampaikan bahwa dialah yang mencuri kotak amal dan ingin mengambil motor yang tertinggal. Setelah ngobrol panjang dan menggali profil maling ini, Sri Widodo menanyakan kepadanya apakah ia sekadar mau ambil motor atau mau tobat total. Ia katakan mau tobat total. Lalu Sri Widodo menyuruh dia pulang untuk memanggil orang tuanya dan ketua RT tempat dia tinggal lalu balik lagi untuk ambil motornya.

Sehari kemudian ia balik ke rumah Sri Widodo bersama ketua RTnya. Setelah terjadi perdamaian dan ikrar, akhirnya motor dibawa pulang dengan syarat proses hukum tetap berjalan sesuai keinginan warga sekitar musholla.

Dua hari kemudian Sri Widodo mengecek ke Polsek Bojonggede melihat perkembangan laporan pencurian. Didapati, si pencuri sudah tidak ditahan, alias dilepas dengan jaminan keluarga. Seorang polisi menjelaskan kepada Sri Widodo bahwa jika dilanjutkan pada proses pengadilan, hasilnya akan sia-sia, yakni ditolak kejaksaan.    

Sri Widodo mendesak polisi untuk menjelaskan kenapa ditolak. Polisi lalu menyampaikan bahwa uang yang dicuri dari kotak amal sejumlah Rp 38.500 (tiga puluh delapan ribu lima ratus rupiah).

Polisi mengatakan bahwa kerugiannya cuma segitu, pasti ditolak kejakaan. Sementara untuk mengumpulkan bukti hingga P21 butuh waktu 20 hari dan bisa diperpanjang. Sedangkan setiap hari polisi harus memberi makan para calon terdakwa minimal 10 ribu sekali makan. Maka, kata polisi pilihannya para maling kelas teri diberi pembinaan saja.

Ada lagi pengalaman heroik yang dialami Ketua RW 014, Sri Widodo. Warga mengeluhkan sampah yang selalu muncul selepas Subuh di pinggir jalan raya. Bertahun-tahun tanpa henti. Kekesalan warga sudah memuncak, kegeraman membuncah. Kejadian ini menjadi trending topik dalam pembicaraan di grup WA warga.

Tanpa koordinasi dengan siapapun, Sri Widodo memutuskan untuk menangkap basah sang pembuang sampah sembarangan. Ia Menyusun strategi. Sri Widodo sengaja tidak sholat Subuh berjamaah di musholla. Ia mlipir di balik tembok warga dengan memegang lampu senter. Posisinya dekat dengan lokasi tempat sampah dibuang. Azan Subuh berkumandang. Beberapa menit setelah azan selesai ada sepeda motor melintas. Pas di lokasi tikungan pinggir kali, pengendara motor itu membuang bungkusan sampah di pinggir jalan. Tempat itu bukan tempat pembuangan sampah, tetapi taman warga.

Secara cepat Sri Widodo beranjak dari persembunyiannya. Ia senter mata sang pengendara dan dihadang di depannya.  Ia seorang perempuan. Ia tampak kaget dan gugup, awalnya mau melarikan diri.

Perempuan itu kemudian Sri Widodo ajak ke rumahnya. Sri Widodo memperkenalkan diri sebagai Ketua RW. Selama bertahun-tahun warga terteror oleh sampah di tiap Subuh yang dibuang sembarangan. Sri Widodo mendapat pengakuan bahwa perempuan inilah yang melakukannya selama ini.

Akhirnya Sri Widodo meminta perempuan itu untuk memanggil suaminya. Ia kemudian menjemput suaminya ke rumahnya dan balik lagi ke rumah Sri Widodo.

Di hadapan suami istri tersebut, Sri Widodo mengingatkan bahwa sesuai ajaran Islam, jika seseorang sudah bekerja keras, jungkir balik, usaha kiri kanan tidak menghasilkan apa-apa, maka bisa jadi ada sesuatu sikap dan perbuatan pelanggaran yang menyakiti orang lain.

Kami - kata Sri Widodo - bertahun-tahun merasa dilecehkan, dihina, dan direndahkan dengan adanya sampah yang dibuang di pinggir jalan atau taman.  Kami ingin marah, tapi ke siapa?

Belum sempat melanjutkan pembicaraan, si perempuan itu tiba-tiba menangis sesunggukan dan menyalami Sri Widodo dengan sangat erat. “Menangislah sampai puas Ibu. Menyesallah sampai tuntas, Ibu,” kata Sri Widodo.

Di akhir pertemuan, Sri Widodo memberikan selembat kertas dan pulpen untuk mereka menulis janji tidak mengulangi kebiasaan buruk itu.

Hingga akhirnya, pasca-pertemuan mengharukan itu tak ada lagi sampah di tempat itu hingga hari ini.

Ketua RW Teladan Kabupaten Bogor

Sri Widodo dengan disupport penuh oleh pengurus dan warga menggenjot perbaikan lingkungan.

Hadiah Umroh RW Teladan

Melengkapi keberhasilan pengurus RW sebelum-sebelumnya, Sri Widodo memprioritaskan pembangunan fisik di lingkungannya. Dengan memaksimalkan potensi warga yang sangat peduli dan kompak, otoritas RW mengajak warga untuk terus memikirkan kenyamanan dan kemandirian lingkungan.

Pembenahan sistem administrasi, data kependudukan, dan pelaporan keuangan inilah yang transparan membuat Sri Widodo dinobatkan menjadi salah satu RW Teladan dari sekitar 1.300 RW sekabupaten Bogor.

Pusgiwa Kebanggaan Warga

Pusgiwa adalah produk kebanggaan warga. Singkatan dari Pusat Kegiatan Warga ini telah menjadi ikon warga PBL. Tak banyak lingkungan RW lain yang memiliki fasilitas umum yang cukup memadai ini. Ada lapangan olah raga, pendopo, kolam ikan, pantry, dan gudang yang dibangun atas swadaya masyarakat dan bantuan dari BUMN atas referensi anggota DPR RI Primus Yustisio. Semua berada dalam satu lahan seluas kurang lebih 1000 m persegi.

Primus yang kini membangun sinergi dengan Sri Widodo sebagai calon anggota DPRD Kabupaten Bogor dapil 6 dari Partai PAN, tak hanya memfasilitasi bantuan dana tetapi juga pemberian pelatihan untuk UMKM. “Saat itu saya membentuk Kelompok Usaha Bersama namanya Purbo Cake untuk pelatihan pengusaha roti dan kue. Juga Purbo Speed untuk pelatihan perbengkelan yang diikuti oleh anak-anak muda PBL,” kata Sri Widodo.

Sri Widodo teringat satu keputusan yang berat yang harus diambil saat kenaikan uang santunan bagi warga PBL dari Rp 250.000 menjadi Rp 1.000.000 per warga yang meninggal dunia. Lagi-lagi atas kebaikan dan kebersamaan semua warga, kebijakan itu bisa berjalan.

“Saya tidak merasa berhasil. Kalaupun ada keberhasilan, itu adalah keberhasilan semua warga. Saya hanya mengawal proses secara wajar. Dan alhamdulillah, sekarang kita semua bisa merasakannya,” katanya.

Membulatkan Niat menjadi Wakil Rakyat

Sri Widodo kini bertekad menjadi calon wakil rakyat melalui Partai Amanat Nasional untuk DPRD Kabupaten Bogor Daerah Pemilihan 6. Mendapat nomor urut 5, Sri Widodo harus bersaing dengan partai-partai lain dan juga partai sendiri. Ada 55 kursi yang diperebutkan oleh 24 partai politik peserta Pemilu 2024.  

Baliho Sri Widodo bersama Primus Yustisio dan Ayi Sahrul HamzahKelak, jika amanah menjadi wakil rakyat terealisasi, Widodo akan menaikkan uang santunan dari Rp 1 juta menjadi Rp 43 juta. Tak hanya bagi warga RW 014 PBL, tetapi bagi seluruh warga Kabupaten Bogor, khususnya dapil 6 yang meliputi Kecamatan Bojonggede, Tajurhalang, Gunungsindur, Rancabungur, Kemang, Parung, dan Ciseeng.  

Dari tujuh (7) kecamatan  yang dikunjunginya, Widodo tidak meminta masyarakat untuk semata-mata memilih dirinya duduk di kursi DPRD, akan tetapi Widodo ingin membangun komunikasi yang lebih efektif dan berdaya guna bagi masyarakat yang lebih luas.

“Saya ingin memastikan bahwa masyarakat Bogor memiliki hak untuk hidup nyaman dan sejahtera, hak menikmati kue pembangunan dan hak memperoleh pendidikan yang memadai,” tegas lulusan FSUI Depok dan Fikom Universitas Islam Nusantara, Bandung itu.

Sejauh ini masih banyak masalah yang muncul di Kabupaten Bogor seperti anak putus sekolah, pengangguran, judi online, prostitusi online, sanitasi yang buruk, saluran air yang tak layak, tata ruang yang tak terarah, sampai pada pemberdayaan ekonomi rakyat yang stagnan.

Sri Widodo yang juga berprofesi sebagai wartawan ini tak terpengaruh oleh adanya isu money politic serta dinamikanya. Widodo percaya bahwa pemilih di Indonesia saat ini sudah lebih maju dan realistis. Mereka pasti akan menjatuhkan pilihan berdasarkan keyakinan setelah membaca visi misi, bukan berdasar nominal yang diterimanya. (*)

1200

Related Post