Skandal Nasional Pembatalan Haji

Presiden kelihatannya kurang, dan bahkan tidak bertanggungjawab adalah skandal kepemimpinan nasional. Ke mana presiden Jokowi pada saat "kegentingan haji" yang memaksa calon jama'ah di Lampung, Banten, Surabaya, Kediri dan lainnya ada yang menarik dana pelunasan? Bukankah keputusan Menag itu atas sepengetahuan atau mungkin atas perintah presiden?

Oleh M Rizal Fadillah

Bandung, (FNN) - KELIHATANNYA, pembatalan keberangkatan haji tahun 2021 adalah masalah sederhana, tetapi sebenarnya tidak. Ini adalah skandal nasional. Keputusan Menteri Agama No. 660 tahun 2021 dinilai tergesa-gesa dan mengecewakan calon jama'ah yang sudah melunasi dan siap berangkat tahun ini.

Alasan kesehatan adanya pandemi Covid 19 tidak cukup rasional karena kenyataannya Indonesia melakukan lobi kuota. Demikian juga soal mepet waktu yang menyulitkan persiapan karena dasarnya kita cenderung menunggu, bukan bersiap-siap. Apalagi, pemerintah Arab Saudi belum memutuskan persoalan kuota dan izin berhaji.

Pembatalan merupakan skandal nasional karena sedikitnya enpat hal. Pertama, calon jama'ah telah melakukan setoran pelunasan biaya perjalanan ibadah haji. Kemudian, setoran pelunasan ini dapat ditarik kembali tanpa menghapus porsi keberangkatan. Kesiapan berangkat setelah belasan tahun menunggu, terganjal oleh pembatalan sepihak Menag tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan DPR.

Kedua, akibat pembatalan Menag maka timbul sorotan mengenai dana haji yang dikelola Badan Pengelolaan Keuangan Haji. Pertanggungjawaban dana yang diinvestasikan maupun simpanan di bank menjadi pertanyaan rakyat. Tuntutan investigasi dan audit secara independen menggelinding dan menguat. Kejujuran dan transparansi pemerintah soal dana haji sejak awal diragukan.

Ketiga, DPR yang membocorkan hal yang tak benar tentang kuota haji dari Pemerintah Arab Saudi untuk Indonesia, menjadi hoax nasional. Anggota DPR yang telah salah berujar wajar menjadi tertuduh. Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, di Jakarta pun merasa perlu untuk membantah dengan menyurati Ketua DPR Puan Maharani. DPR dinilai tidak melaksanakan pencegahan dan fungsi kontrol dengan baik sehingga menimbulkan kegaduhan sosial.

Keempat, presiden kelihatannya kurang, dan bahkan tidak bertanggungjawab adalah skandal kepemimpinan nasional. Ke mana presiden Jokowi pada saat "kegentingan haji" yang memaksa calon jama'ah di Lampung, Banten, Surabaya, Kediri dan lainnya ada yang menarik dana pelunasan? Bukankah keputusan Menag itu atas sepengetahuan atau mungkin atas perintah residen?

Mengingat pembatalan haji merupakan skandal nasional, maka klarifikasi, investigasi, dan pemberian sanksi mesti dilakukan. Klarifikasi ditunggu atas banyak pertanyaan rakyat dari keputusan pembatalan, dana haji, serta kualitas diplomasi. Investigasi dalam makna audit penyelenggaraan dan audit keuangan. Lalu sanksi atas penyimpangan yang terjadi baik administrasi maupun hukum yang harus tegas diberikan.

Skandal haji tahun ini tidak bisa disederhanakan dan dibiarkan. Penting dilakukan evaluasi menyeluruh demi kebaikan penyelenggaraan haji ke depan. Pandemi Covid 19 yang selalu dijadikan alasan pembenar untuk segala hal sehingga penyimpangan apapun tampaknya harus dimaklumi, ditoleransi, bahkan diapresiasi.

Skandal harus dibongkar dan dimintakan pertanggungjawaban. Haji tidak boleh dibarengi dengan perbuatan keji. **

Penulis, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

560

Related Post