Soal Harga Diri, SBY Tidak Akan Biarkan Moeldoko
by Asyari Usman
Medan, FNN - Hari-hari ke depan ini, Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko tak akan bisa tidur nyenyak. Bayang-bayang kudeta mulus Partai Demokrat (PD) mulai mengejar Kepala Staf. Dia seharusnya sudah menyadari kalkulasi kudeta yang keliru.
Ketua Dewan Pembina PD, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tidak akan membiarkan Moeldoko. Sebab, perampasan PD itu mengacak-acak harga diri mantan presiden yang keenam itu. Moeldoko mempermalukan SBY dan keluarga besar Cikeas. Ini tidak main-main, tentunya. Pelecehan telak.
Setelah “deklarasi perang” yang diucapkan sendiri oleh SBY, penyelesaian kasus kudeta PD tidak menyisakan banyak pilihan bagi Moeldoko. Akhir drama pembegalan ini bisa sangat tragis bagi “the President’s Chief of Staff”. Sebab, per hari ini, SBY di atas angin. Moeldoko mati langkah. Dia terjepit.
Jokowi tidak akan berani mensahkan Moeldoko sebagai ketua umum. Risikonya terlalu besar. Massa Demokrat asli kelihatannya siap melancarkan aksi ribut berpanjang-panjang di seluruh basis konstituen mereka. Kemarin, Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengumpulkan 33 ketua DPD. Mereka solid. Hanya 1 ketua DPD yang ikut kudeta.
SBY bukan imbang Moeldoko. Pastilah. Bagaimanapun, SBY pernah menjadi presiden sekaligus atasan langsung Pak Moel. Sepuluh tahun SBY duduk sebagai presiden. Elektabilitasnya waktu itu sangat tinggi. Sampai sekarang pun, SBY masih memiliki basis dukungan akar rumput yang cukup kuat.
Karena itu, serangan balik terhadap gerombolan kudeta PD yang dipimpin Moeldoko, tak bisa dianggap enteng. Pak KSP tentu sudah paham konsekuensi yang akan terjadi. Inilah yang membuat Moeldoko tak bisa tidur. SBY pasti akan memberi pelajaran. Teach him a lesson.
Istana membantah keterlibatan. Kalau Jokowi akhirnya lepas tangan, berarti Moeldoko selesai. Dan jalan inilah yang paling aman bagi Pak Jokowi yang sedang dirundung banyak masalah besar. Terlalu mahal waktu, tenaga, dan pikiran yang harus dikerahkan Jokowi untuk menyelamatkan Moeldoko.
Jokowi hampir pasti akan menerima masukan dari para senior Istana bahwa kehilangan Moeldoko jauh lebih kecil dibandingkan “perang” SBY. Masyarakat memberikan empati kepada mantan presiden itu meskipun banyak juga yang skeptis.
Dalam dua hari ini, opini publik berbalik mengempur Moeldoko. Para pakar tata negara meminta agar Jokowi memecat KSP. Tindakan Moeldoko dinilai sangat keterlaluan, tidak etis, dan memberikan contoh buruk dalam berpolitik dan berdemokrasi.
Sekarang, paling-paling yang sedang diolah Istana adalah “exit strategy” untuk Moeldoko. Digeser atau dikeluarkan.
Kepala Staf memang naïf sekali. Terlalu mudah dirayu oleh Jhoni Allen Marbun Cs –pimpinan KLB Sibolangit. To be fair, memang ada masalah dengan manajemen PD di bawah AHY. Entah karena apa, AHY tidak bisa “connect” dengan generasi awal PD. Mungkin karena “generation gap” (jurang generasi) itu sendiri. Atau, bisa jadi karena pembawaan AHY yang cenderung aristokratis.
Tetapi, sekali lagi, kudeta oleh Moeldoko tidak punya alasan. Bahkan memperburuk citra perpolitikan Indonesia yang sudah amburadul.
Negeri ini sedang dikuasai oleh oligarki taipan. Kendali kekuasaan yang ‘de facto’ ada di tangan mereka. Perbuatan gegabah Moeldoko memperkuat kepercayaan publik bahwa negara ini memang benar milik para taipan itu.[]
Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.