Syaikhona Muhammad Kholil: Mengapa Harus Pahlawan? (1)

By Mochamad Toha

Surabaya, FNN - Madura itu memang gudangnya ulama. Salah satu ulama besar yang berperan penting dalam melawan kolonialisme dan konstruksi Islam se-Nusantara itu adalah Syaikhona Muhammad Kholil yang berasal dari Bangkalan Madura, Jawa Timur.

Kontribusi Syaikhona Kholil dalam gerakan nasionalisme yaitu dengan aktif memberdayakan masyarakat dalam bidang agama, pendidikan, sosial kemasyarakatan, politik, dan sebagainya.

Syaikhona Kholil itu menjadi titik sentral penempaan dan pembibitan para calon pejuang dan pahlawan. Hal ini tidak juga terbantahkan dalam fakta sejarah. Santri-santri binaan Syaikhona Kholil hampir semuanya menjadi pejuang dan gigih.

Beberapa diantaranya bahkan telah dinobatkan sebagai pejuang dan Pahlawan Nasional. Satu diantaranya yaitu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari.

Dalam sidangnya pada 25 Januari 2021, Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, sepakat mengusulkan Syaikhona Muhammad Kholil sebagai calon Pahlawan Nasional.

Kemudian dilanjutkan pada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa untuk diproses lebih lanjut ke Kementerian Sosial RI.

Untuk itu maka DPD Partai Golkar Jatim mengadakan Seminar dan Webinar Nasional dalam rangka Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional pada Syaikhona Muhammad Kholil bin Abdul Latif dengan Keynote Speaker Khofifah Indar Parawansa pada Selasa, 9 Maret 2021.

Dalam catatan TP2GD, Syaikhona Muhammad Kholil memilih perjuangan kultural melalui jalan pendidikan, sosial, dan agama dalam kontribusinya terhadap bangsa dan negara.

Perjuangan dan kontribusi Syaikhona Muhammad Kholil sebagai Guru Pahlawan, Guru Para Alim dan Ulama, Guru Para Pejuang. Riwayat perjuangan ini disusun berdasarkan kontribusi Syaikhona Muhammad Kholil tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Syaikhona Muhammad Kholil lahir di Bangkalan pada 25 Mei 1835 Masehi (9 Shofar 1251 Hijriah). Pada usia anak-anak, Syaikhona Kholil berguru ke Tuan Guru Dawuh, yang lebih dikenal dengan Bujuk Dawuh, di Desa Mlajah, Bangkalan.

Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang dewasa, putra pasangan KH Abdul Latif-Nyai Siti Khadijah ini belajar pada beberapa pondok pesantren yang ada di Pulau Jawa:

Pondok Pesantren Langitan Tuban, tepatnya di Desa Mandungan, Widang, Tuban, Jatim, Muhammad Kholil mondok di Pondok Pesantren Langitan untuk memperdalam ilmu Nahwu dan Sharraf yang diasuh oleh KH Mohammad Noer (wafat 1870 M).

Pondok Pesantren Canga'an Bangil, Jatim, setelah boyong dari Pondok Pesantren Langitan Tuban, Muhammad Kholil pindah ke Pondok Pesantren Canga'an Bangil, Jatim yang diasuh oleh KH Asyik untuk memperdalam ilmu alat dan ilmu fiqih.

Pondok Pesantren Darussalam, Kebon Candi, Pasuruan. Sepulangnya dari Pondok Pesantren Canga'an Bangil, Jatim, Muhammad Kholil pindah ke Pondok Pesantren Darussalam, Kebon Candi, Pasuruan yang diasuh oleh Kiai Arif.

Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan. Di saat mondok di Pondok Pesantren Kebon Candi, Muhammad Kholil belajar pula kepada KH Noer Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 km dari Kebon Candi.

Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Setail, Genteng Banyuwangi. Pesantren terakhir di Pulau Jawa yang dituju Muhammad Kholil adalah Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Setail, Genteng Banyuwangi yang diasuh oleh KH Abdul Bashar (wafat 1915).

Pada 1276 H/1859 M, Muhammad Kholil belajar di Makkah. Di Makkah Muhammad Kholil belajar dengan Syeikh Nawawi Al-Bantani (Guru Ulama Indonesia dari Banten).

Diantara gurunya di Makkah ialah Syeikh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Mohammad Al-Afifi Al-Makki, Syiekh Abdul Hamid bin Mahmud Asy-Syarwani.

Beberapa sanad hadits yang musalsal diterima dari Syeikh Nawawi Al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Iswmail Al-Bimawi (Bima, Sumbawa).

Sebagai pemuda Jawa (sebutan yang digunakan orang Arab waktu itu untuk menyebut orang Indonesia) pada umumnya, Muhammad Kholil belajar kepada para Syeikh dari berbagai madzhab yang mengajar di Masjid Al-Haram.

Namun, kecenderungannya untuk mengikuti Madzhab Syafi'i tidak dapat disembunyikan. Karena itu, tak heran kalau kemudian dia lebih banyak mengaji kepada para Syeikh yang bermadzhab Syafi'i.

Syaikhona Muhammad Kholil memilih perjuangan kultural melalui jalan pendidikan, sosial, dan agama dalam kontribusinya terhadap bangsa dan negara. Perjuangan dan kontribusinya sebagai Guru Pahlawan, Guru Para Alim dan Ulama, Guru Para Pejuang bisa dideskripsikan sebagai berikut.

Penentu Lahirnya NU

Syaikhona Muhammad Kholil memberikan restu pada Kiai Hasyim Asy'ari untuk mendirikan Jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU) sebagai wadah organisasi dan perjuangan ulama dan pengikut Islam Ahlusunnah wal Jamaa'ah.

Dalam kurun waktu awal tahun 1924, di tengah kegelisahan massif kaum pesantren ini, Kiai Hasyim terus berikhtiar, bermunajat dan beristikharoh untuk mendapat petunjuk dan isyarat.

Namun, petunjuk dan isyarat yang diharapkan tidak kunjung datang juga. Isyarat dan inspirasi justru datang dari Syaikhona Muhammad Kholil. Syaikhona Kholil memanggil Kiai As'ad Syamsul Arifin mengantarkan tongkat kepada Kiai Hasyim Asy'ari.

Kiai As'ad dengan patuh mengantarkan tongkat ini kepada Kiai Hasyim Asy'ari. Setelah menerima tongkat ini, Kiai Hasyim berujar bahwa beliau mantap untuk mendirikan sebuah organisasi yang dapat mewadahi pemikiran dan gerakan kalangan pesantren.

Dalam penghujung akhir 1024 itu juga, Kiai As'ad kembali dipanggil oleh Syaikhona Kholil untuk mengantarkan tasbih kepada Kiai Hasyim Asy'ari.

Kiai As'ad lalu membungkukkan kepalanya menerima pengalungan tasbih langsung dari Syaikhona Muhammad Kholil, dan dengan cara membungkukkan kepalanya pula Kiai As'ad menyerahkan untuk diambil langsung oleh Kiai Hasyim Asy'ari.

Lalu Kiai Hasyim Asy'ari berujar, siapa saja yang melawan ulama (dalam organisasi ini) akan hancur. KH Hasyim Asy'ari kemudian mendirikan wadah perjuangan ulama Ahlussunnah wal Jamaah dengan nama Nahdlatul Ulama.

Menjadi Embrio Lahirnya Pergerakan Nasional dan Nasionalisme di Kalangan Pesantren. Syaikhona Muhammad Kholil memberikan pencerahan kebangkitan pergerakan nasional, nasionalisme melalui jalan pendidikan.

Pergerakan ini kiranya menjadi strategi tersendiri setelah melihat gurunya, Syaikh Nawawi Banten harus rela pondok dan langgarnya dibubarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda karena terlalu lantang menggelorakan perjuangan melawan penjajahan.

Tempat penempaan dan pencerahan para santri untuk melahirkan kecintaan pada bangsanya dan melepaskan diri dari berbagai ketidakadilan akibat kolonialisme. Gerakan Politik Etik di Eropa dilaksanakan juga di Nusantara dengan maksud ingin membalas jasa rakyat.

Para pemimpin pergerakan melakukan upaya pendidikan dan mendirikan sekolah-sekolah untuk kaum pribumi.

Dalam konteks pendidikan, Syaikhona Muhammad Kholil memberikan pendidikan Islam sebagai jalan utama untuk memberdayakan umat dan membangkitkan semangat egaliter untuk bersama.

Pemberdayaan melalui pendidikan Islam, memberikan pencerahan luar biasa kepada para santri untuk proses penemuan identitas diri ini muncul pertama-tama karena pengalaman negatif dijajah oleh Belanda.

Selanjutnya menumbuhkan kesadaran kolektif sebagai suatu bangsa. Syaikhona Muhammad Kholil menjadi titik sentral penempaan dan pembibitan para calon pejuang dan pahlawan. Hal ini tidak terbantahkan dalam fakta sejarah.

Santri-santri binaan Syaikhona Muhammad Kholil telah banyak menjadi pejuang yang gigih, beberapa diantaranya bahkan telah dinobatkan sebagai pejuang dan pahlawan nasional.

Sebut saja santri-santri Beliau diantaranya, KH Hasyim Asy'ari, KH Wahab Hasbullah, Kiai As'ad Syamsul Arifin, KH Manaf Abdul Karim, KH Mohammad Shiddiq, KH Bisri Syansuri, Kiai Munawwir Krapyak, Kiai Maksum, KH Abdullah Mubarok, dan lainnya.

Para santri Syaikhona Muhammad Kholil inilah yang kemudian terangkai sebagai jejaring penebar pemikiran dan gerakan Syaikhona Muhammad Kholil, yang secara aktif menguatkan perjuangan agama dari kalangan pesantren.

Santri-santri alumni didikan Syaikhona Muhammad Kholil yang menerjemahkan pemikiran dan gerakan sang guru. Pemerintah Hindia-Belanda mengakai jika perlawanan-perlawanan yang muncul di seantero Jawa, dan Nusantara berasal dari kaum santri. (Bersambung)

***

456

Related Post