Syaikhona Muhammad Kholil: Mengapa Harus Pahlawan? (2)

by Mochamad Toha

Surabaya, FNN - Eksistensi dan kontribusi Syaikhona Muhammad Kholil dalam bidang agama, pendidikan, sosial kemasyarakatan, politik, dan sebagainya sangat besar. Kontribusi Syaikhona Kholil terlibat dalam perlawanan melawan kolonialisme di Indonesia.

Terutama yang digerakkan oleh ulama dan santri. Simpul-simpul perlawanan, terutama di wilayah Tapal Kuda diinisiasi oleh santri-santri Syaikhona Kholil.

Terkait dengan peran Syaikhona Muhammad Kholil dan posisi sentral Bangkalan sebagai pusat yang melahirkan gerakan perjuangan melawan kolonialisme sudah dianalisis dan direkomendasikan oleh Christiaan Snouck Hurgronje.

Snouck Hurgronje tak lain adalah seorang orientalis yang menjadi penasehat urusan pribumi pemerintah Hindia Belanda di Indonesia.

Temuan Hurgronje menyatakan bahwa Bangkalan merupakan pusat dari jejaring ulama dan santri di Jawa. Hal ini tidak lepas dari peran Syaikhona Muhammad Kholil sebagai guru dan pemimpin mereka.

Temuan Hurgronje ini tidak begitu dihiraukan oleh Belanda, karena kondisi geografis tanah Madura membuat Belanda menafikkan kekuatan tanah Madura.

Dalam catatan tulisan-tulisan Syaikhona Muhammad Kholil sendiri, didapati tulisan beliau yang bersinggungan dengan nasionalisme. Hal ini menjadi bukti penanaman nilai-nilai nasionalisme dan kebangsaan Syaikhona Kholil kepada santri-santrinya.

Catatan ini masih tertuang dalam manuskrip asli. Dalam catatan ini mengutip sebuah hadits yang berbunyi: Hubbul Wathon Minal Iman (Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman).

Dalam proses menggelorakan semangat perjuangan melalui mimbar pengajian Musholla Pesantren Demangan ini, Hubbul Wathon Minal Iman menyelipkan semangat cinta tanah air. Sebagimana tertuang dalam manuskrip Hubbul Wathon Minal Iman sendiri.

Semangat perjuangan, cinta tanah air, dan bangkit melawan kelaliman Pemerintah Hindia-Belanda selalu digelorakan oleh Syaikhona Kholil dari mimbar Musholla Pengajian Pondok Demangan setiap saat.

Fakta ini terkuak dari hasil wawancara dengan KH Syarifuddin Damanhuri (Ketua MUI Bangkalan dan Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Aermata Buduran Arosbaya Bangkalan).

KH Syarifuddin Bamanhuri menuturkan, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan selalu menyampaikan narasi-narasi perjuangan melalui mimbar pengajian di Musholla Pesantren Demangan. Tentu saja narasi perjuangan ini membuat gusar pemerintahan Belanda.

Kiai Syarifuddin menututkan bahwa kisah ini didapat dari riwayat Kiai Damanhuri, dan Kiai Damanhuri mendapatkan riwayat kisah ini dari Kiai Abdul Mu'thiy yang tiada lain adalah kakek dari Kiai Syarifuddin Dahamhuri.

Kiai Abdul Mu'thiy diketahui sebagai salah satu murid kesayangan Syaikhona Muhammad Kholil, sekaligus juru pijat pribadi Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan.

Berdasarkan manuskrip itu, bukti otentik penanaman rasa kebangsaan dengan memberikan pemahaman kepada para santri bahwa mencintai bangsanya merupakan bagian dari iman.

Hal tersebut tentunya tidak lepas dari pelajaran pokok di samping mempelajari agama, juga menyelipkan ajaran tentang nilai-nilai nasionalisme kepada para santri di tengah pergolakan kolonialisme Balanda di Nusantara.

Manuskrip itu menegaskan bahwa ajaran tentang nasionalisme kepada santri menjadi hal yang utama, di samping pembelajaran tentang agama, seperti kajian fikih, nahwu, sharrof, dan sebagainya.

Hal ini menyiratkan suatu komitmen kebangsaan yang luar biasa dari Syaikhona Muhammad Kholil. Kepedulian tentang persoalan bangsanya, diimplementasikan dalam dunia pendidikan dengan menanamkan tentang nilai-nilai nasionalisme dalam perspektif Islam.

Syaikhona Muhammad Kholil memandang perlu dan kemudian diimplementasikan dalam pembelajaran dan pendidikan kepada para santrinya.

Penanaman pendidikan tentang nasionalisme kiranya begitu massif dan intensif disampaikan oleh Syaikhona Muhammad Kholil kala itu. Mengingat ketika itu, Indonesia masih berada dalam genggaman jajahan Belanda.

Tak bisa dibayangkan, bagaimana metode, cara, dan teknik yang disampaikan oleh Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan menanamkan semangat, hingga semua santrinya begitu terpatri gemuruh semangat nasionalisme yang sama dalam diri para muridnya.

Hal yang tampak dari bukti itu, nilai-nilai dan karakter kebangsaan yang disampaikan kepada para santri menjadi pemantik tumbuhnya nasionalisme. Pemantik itu oleh para santrinya itu dijadikan landasan pembentukan karakter untuk mencintai tanah air dan bangsanya.

Belanda Perampok

Selanjutnya rasa kebangsaan tersebut diimplemantasikan dalam berbagai bentuk termasuk perlawanan secara kultural dan fisik oleh santri-santri Syaikhona Kholil di berbagai wilayah Nusantara, terutama di Pulau Jawa dan Madura.

Kesadaran akan kebangsaan yang diperoleh para santri Syaikhona Muhammad Kholil dalam penempaan pembelajaran dan pendidikan, menumbuhkan kesadaran kolektif sebagai sebuah bangsa.

Pendidikan adalah salah satu cara yang paling efektif dalam menumbuhkan kesadaran jiwa kebangsaan. Jika disampaikan oleh tokoh panutan yang menjadi guru secara terus-menerus dapat menjadi dogma yang begitu melekat pada para santri.

Sehingga kemudian menjadi pemantik yang membakar dan membangkitkan nasionalisme di kalangan santri. Keteguhan sikap Syaikhona Kholil ditunjukkan dengan penegasan respon Syaikhona Kholil terhadap Pemerintah Hindia-Belanda.

Interpretasi sikap Syaikhona Muhammad Kholil dalam mengibaratkan sebagai pencuri yang wajib dipotong tangan dan kakinya. Hal ini terungkap dalam manuskrip yang ditemukan berupa tulisan tangan Syaikhona Kholil.

Atase Pemerintahan Hindia-Belanda di Surabaya pernah berkirim surat kepada Syaikhona Muhammad Kholil. Berikut adalah surat Atase Pemerintahan Hindia-Belanda Surabaya yang ditujukan kepada Kiai Hadji Halil diissi Kapook Bangkalan.

Amplop surat yang dikirimkan kepada Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan dengan kop Scheepsagentuur Voorheen J. Daendels & Co, Gravenhage, Batavia, Semarang, Soerabaija, Padang, Macasser, Singapore.

Sementara di bawah terdapat tulisan Ini Sorat Dari Balandah Soerabaja. Di atas amplop surat terdapat tulisan tangan (tulisan Arab Pegon).

Perangko tertulis 15-11-1899. Sepertinya ini merujuk pada 15 November tahun 1899. Yang menarik dari manuskrip ini tentu saja adalah tulisan Arab yang artinya:

“Ya Allah, bahwa ini (Pemerintah Hindia-Belanda) adalah Perampok dan Pencuri, maka potonglah tangan dan kakinya”.

Guratan tulisan ini merupakan tulisan tangan langsung dari Syaikhona Muhammad Kholil. Tulisan ini dalam interpretasi peneliti, menggambarkan secara jelas betapa geram dan marahnya beliau terhadap pemerintahan Hindia-Belanda.

Geram dan amarah Syaikhona Muhammad Kholil ini digambarkan dari penggunaan diksi kata Perampok dan Pencuri. (Bersambung)

Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.

384

Related Post