Teriakan Ganjar Wadas dan Anies Presiden: Suara Kemarahan dan Harapan
Oleh Ady Amar - Kolumnis
MEMANG tidaklah nyaman dan pastilah amat tersiksa seseorang dengan kesalahan serius, yang--karena kesalahannya itu--dipakai alat untuk menyerangnya. Apalagi kesalahan dibuat seorang pemimpin, yang karenanya menyengsarakan rakyat yang dipimpinnya.
Kesalahan kebijakan, atau memang kebijakan yang dibuat dengan kesadaran sebagai kebijakan salah. Kebijakan yang menguntungkan pihak tertentu, tapi menyengsarakan rakyat kebanyakan. Apapun kebijakan itu, membuat rakyat melawan dengan caranya sendiri. Bahkan melawan dengan cara paling sederhana, tapi memukul telak pemimpin yang dianggapnya zalim.
Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, yang berperkara dengan rakyat yang dipimpinnya, dan itu di desa Wadas, Kabupaten Purworejo. Kebijakan yang dibuat dianggap menyengsarakan rakyatnya. Pecah perlawanan rakyat melawan aparat TNI, Polisi dan Satpol PP, (9 Februari), "mengamankan" apa yang disebut pengukuran tanah. Padahal sebagian rakyat keberatan tanah tempat ia hidup akan dialih fungsikan. Pecahlah tragedi Wadas, dan menyita perhatian publik.
Kemarahan rakyat tidak berhenti dengan pecahnya perlawanan saat itu. Sepertinya terus dibawanya, entah sampai waktu kapan. Kemarahan yang terus dimuntahkan, memilih saat yang tepat. Kemarahan yang dimuntahkan pada Ganjar Pranowo--sebagai pihak yang memberi izin pengalihan status tanah mereka--muncul pada waktu dan tempat yang diluar kepatutan. Tapi mau apa lagi jika itu dianggap efektif mampu melawan kesewenang-wenangan.
Dan, benarlah kemarahan itu dimuntahkan pada saat Ganjar Pranowo diundang sebagai penceramah Tarawih Ramadhan di Masjid UGM. Tengah Ganjar berbicara di podium, muncul teriakan Wadas. Tidak cukup teriakan, tapi spanduk protes ukuran cukup besar dibentangkan. Memang tidak biasa hal itu dilakukan di masjid. Tidak bisa dibayangkan lunglainya emosi Ganjar Pranowo, sang Ustadz dadakan itu.
Tapi itu tadi, bahwa memuntahkan kemarahan, bisa memilih waktu yang dianggap tepat. Meski di tempat tidak biasa, dan tidak semestinya. Panitia dan takmir masjid tidak menduga jika akan muncul aksi protes kemarahan diluar kepatutan. Dan, itu terjadi. Kemarahan acap memilih tempat tidak biasa, tidak perduli pantas-tidak pantas. Kemarahan memilih suasana yang dimungkinkan.
Ganjar Pranowo akan terus dikejar kemarahan rakyat Wadas, atas kebijakan yang dibuatnya. Wajar jika rasa cemas melanda, takut muncul protes susulan di tempat lain yang tidak semestinya. Pastilah menguras emosinya. Ganjar seperti dikejar bayangannya sendiri.
Teriakan Wadas dan bentangan spanduk besar #SaveWadas di Masjid UGM, itu sepertinya akan terus dilakukan di tempat lainnya. Dianggap efektif memuntahkan kemarahan, yang bisa disorot media luas. Rakyat Wadas memakai saluran tidak biasa untuk mengabarkan, bahwa kasus Wadas belum selesai, jika izin yang diberikan belum dicabut. Izin yang diberikan Ganjar Pranowo pada investor yang entah siapa orangnya. Pastilah ia bukan siluman. Pastilah orang kuat, yang bisa buat Ganjar bertekuk lutut tak berdaya.
Teriakan Presiden pun Muncul
Peristiwa Ganjar Pranowo diteriaki Wadas, itu bentuk protes kemarahan, Rabu (6 April). Dan pada Kamis (7 April), Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, dihadirkan di tempat yang sama. Sebelum Ganjar Pranowo hadir pula Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat memenuhi Undangan Ceramah Tarawih Ramadhan di Masjid UGM.
Artinya, tiga Gubernur di Jawa diundang. Dan memang Ganjar, Anies, dan Ridwan Kamil itu punya elektabilitas tinggi versi berberapa lembaga survei. Diundangnya mereka seolah sebagai _feet and proper test_ setidaknya dihadapan keluarga besar Universitas Gajah Mada. Dari ketiga orang itu, meski prematur, silahkan dinilai sendiri mana yang layak dipilih jadi pemimpin negeri ini.
Anies memang tampil memukau. Ia tampil rileks tanpa beban. Layaknya Ustadz beneran. Fasih memulai dengan doa pembuka. Anies _enjoy_ seperti sedang pulang kampung. Anies memang alumni UGM, seperti juga Ganjar Pranowo. Maka kenangan pada Yogyakarta itu menempel dan disampaikan dengan baik. Sesekali candaan darinya muncul dan buat gerr tawa membahana.
Sebelum Anies tampil, panitia tidak ingin kecolongan munculnya teriakan dari yang hadir apalagi bentangan spanduk segala. Maka, panitia menyampaikan agar tidak ada spanduk dibentangkan di dalam masjid, dan tidak diperkenankan bertepuk tangan. Spanduk memang tidak muncul, tapi tepuk tangan tak bisa dihindari.
Setiap Anies menyampaikan sesuatu yang dianggap memukau, suara tepuk tangan bergemuruh. Itu berkali-kali. Tak ada yang mampu membendung suka cita, seperti juga tak ada yang bisa menggagalkan kemarahan menghantam Ganjar Pranowo sehari sebelumnya.
Anies dapat jatah satu jam berbicara, seperti juga yang lainnya. Tapi sepertinya Anies kelebihan sedikit dari waktu yang diberikan. Tidak tampak protes merasa kepanjangan. Justru serasa tampak kurang. Itu muncul dari beberapa yang hadir saat ditanya apakah puas dengan apa yang disampaikan Anies. Semua merasa puas, hanya saja Anies tampil kurang panjang, protesnya. Pantas saja protes itu muncul, karena sejak siang hari ia sudah "mukim" di masjid itu untuk mendapatkan tempat terdepan.
Setelah.ceramah Ustadz Anies Baswedan disudahi, animo yang hadir berebut bersalaman dengannya tak bisa dibendung. Anies seolah tersandera di podiumnya. Ia layani jabat tangan tak henti dari jamaah yang membeludak. Banyak video dibuat dan diviralkan berbagai versi, dan dari berbagai sudut pengambilan gambar, bagaimana Anies kesulitan untuk jalan meninggalkan masjid. Dihadang jamaah. Dielu-elukan. Muncul suara bersahutan tanpa ada yang mengkoordir, Anies Presiden... Anies Presiden...
Eufhoria hadirnya pemimpin negeri ditampakkan. Anies Presiden... Anies Presiden... terus bergemuruh, dan itu disuarakan di dalam masjid. Bagai doa dipanjatkan, dan berharap diijabah. Meski tidak hadir langsung, tapi melihat video-video beterbaran itu, merinding bulu kuduk ini. Larut dalam atmosfer kebahagiaan.
Masjid UGM dalam dua hari itu, 6 dan 7 April, telah jadi saksi, mengabarkan dua peristiwa sekaligus, yang bisa diingat dalam waktu lama: Ganjar Wadas, dan Anies Presiden. Suara kemarahan di satu sisi, dan disisi lain suka cita harapan munculnya Presiden baru dirindukan. (*)