Teroris Dikejar, Politisi Tersandera
Tidak ada manusia yang sempurna, tapi boleh jadi ada kejahatan manusia yang sempurna. Seperti di negeri yang banyak penjilat dan pengemis jabatan ini. Ulama yang bergiat dakwah masuk daftar teroris, sementara politisi yang tersandera kasus korupsi malah dibiarkan bebas berkeliaran.
Oleh: Yusuf , Mantan Presidium GMNI
TIGA ketua umum partai besar baru saja mengumumkan penundaan pemilu 2024. Sebuah langkah politik yang setan pun tertawa terpingkal-pingkal mendengarnya. Selain menjadi kejahatan konstitusi jika ngotot dilaksanakan, lontaran penundaan pemilu menyiratkan para ketum parpol itu tersandera skandal korupsi yang membuat mereka mati gaya. Politik dagang Sapi deras mengucur di saat rakyat tak mampu membeli saat harganya melambung tinggi.
Anehnya, kejahatan luar biasa yang mendera elit partai politik itu seperti tak tersentuh dan bahkan dijadikan alat tawar-menawar untuk kejahatan negara yang jauh lebih besar. Kospirasi penundaan pemilu 2024 yang bermakna ingin memperpanjang kekuasaan, dirancang dengan penuh koordinatif, konspiratif dan masif oleh para bedebah politik. Ada juga ketua ormas keagamaan yang ikut-ikutan mendukung, seperti terbiasa bekerja menerima upah atau bayaran yang tak pantas dilakukan. Hukum dan politik menjadi mainan dan dipertontongkan di hadapan publik.
Sementara para ulama dan pegiat dakwah lainnya terus diburu diperlakukan seperti teroris. Syiar menyeru amar maruf nahi munkar oleh para pemuka agama justru diperangkap dengan membuat daftar penceramah radikal. Kontras dan berbanding terbalik perlakuannya dengan para koruptor yang dihormati dan dilindungi. Tanpa kejelasan dan transparasi, pemimpin-pemimpin Islam ditarget dan dicari-cari kesalahannya, hingga bisa divonis sebagai teroris. Sedangkan yang nyata-nyata melakukan praktek KKN hingga merugikan negara dan melukai rasa keadilan rakyat, dibiarkan bebas dan bersekonggkol mengelola negara.
Indonesia memang luar biasa hebatnya, rakyatnya mayoritas Islam tapi ditindas oleh minoritas. Penindasan minoritas kepada mayoritas dalam strategi sosial ekonomi, sosial politik , sosial hukum dan sosial keagamaan. Benar menjadi salah, salah menjadi benar. Penjahat dilindungi, penyeru kebenaran dikebiri. Seperti mengejar teroris yang tak pernah jelas, politisi tersandera skandal korupsi dibiarkan melenggang.
Sungguh republik yang menakjubkan. (*)