TNI-Polri Selamanya Bersama NKRI, Presiden Kapan Saja Bisa Diganti
Presiden di bawah kendali oligarki, sedang gontai menggunakan jurus mabuk. Gebuk sana Gebuk sini, dari mengobok-ngobok konstitusi sampai urusa WhatsApp grup istri-istri TNI ikut diintervensi. Betapa luar biasanya sang presiden ini, di luar kebiasaan presiden-presiden Indonesia sebelumnya. Termasuk pendek urat malu, saat ingin panjang jabatannya.
Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI
Bahkan seorang presiden yang berprestasi sekalipun, memiliki batas waktu jabatannya. Sesuai amanat konstitusi dan demi kepentingan negara bangsa, presiden yang dikagumi dan dicintai rakyat, dijamin tak luput mengalami pergantian. Apalagi presiden yang tak memiliki kapasitas dan bobrok dalam menjalankan roda pemerintahan. Hanya pemecatan atau dilengserkan yang perlu dilakukan, juga dengan secepat dan sesegera mungkin.
Selain membawa kesengsaraan pada seluruh rakyat Indonesia, presiden tak ubahnya menyebabkan situasi dan kondisi rakyat bagai tanpa pemerintahan dan tanpa negara. Presiden asyik tanpa beban berulah lagi, kali ini mengusik TNI-Polri dengan mengekspos interaksi WhatsApp grup para istri prajurit itu. Seperti tidak ada lagi pekerjaan yang menjadi skala prioritas dan mendesak untuk dilakukan. Sempat-sempatnya dan alangkah konyolnya seorang presiden mengurusi soal WhatsApp terlebih milik keluarga anggota TNI-Polri. Sementara begitu cueknya presiden pada persoalan kenaikan BBM, kelangkaan pangan hingga menjulangnya harga sembako dan pelbagai beban hidup yang mencekik rakyat. Presiden malah sibuk mengurusi salah satu paltform media sosial yang biasanya menjadi tupoksi para buzzerRp dan anjing-anjing penggonggong lainnya.
Fenomena yang belum pernah terjadi pada seluruh presiden RI sebelumnya, usil pada WA bukan saja memalukan bagi seorang presiden, lebih dari itu juga merendahkan marwah TNI-Polri. Biar bagaimanapun TNI-Polri merupakan satu kesatuan atau manunggal dengan rakyat. Keberadaan TNI-Polri menjadi tak terpisahkan dengan rakyat, yang menjadi salah dua alasan lahirnya negara bangsa Indonesia. Keberadaan dan eksistensi TNI-Polri tak bisa dibandingkan dengan instrumen pemerintahan yang lainnya, begitu strategis dan sangat menentukan kelangsungan Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI.
TNI-Polri merupakan institusi negara yang bukan produk dan alat politik sesaat. Bukan jabatan politik praktis seperti halnya seorang presiden, menteri, kepala daerah dll. yang sangat dipengaruhi oleh kepentingan pragmatis dan sekedar orientasi kekuasaan semata. Strategi dan siasat politik yang biasa menunggangi kepentingan negara, tak seharusnya mengkooptasi dan dibenturkan pada institusi TNI-Polri. Kekuatan TNI-Polri harus dilandasi kepada peran dan fungsinya sebagai alat negara, bukan alat kepentingan kekuasaan.
Ketika jelas-jelas seorang presiden telah menjadi kepentingan sekaligus boneka oligarki. Maka sepatutnya dan menjadi kewajiban bagi TNI-Polri mengambil posisi meluruskan atau mengembalikan negara menyusuri jalan yang "on the track". Demi aspirasi dan tuntutan rakyat, demi keselamatan dan kesinambungan NKRI. TNI-Polri tak akan bisa dan tak akan sanggup mengabaikan derita rakyat. Tak bisa berdiam diri dari marabahaya yang mengancam kedaulatan NKRI.
Dengan demikian, termasuk soal kurang kerjaannya presiden mengurusi WA grup istri-istri TNI-Polri. Maka menjadi sinyal kentara dan tegas, bahwasanya presiden seperti sedang mabuk berat dan tidak sadarkan diri. Hingga sampai mengusik marwah dan kewibawaan TNI-Polri. Sepertinya Presiden lupa pada hal yang prinsip, dimana jabatan presiden hanya sekejap dan bisa berganti kapan saja. Terutama presiden yang dihasilkan dari demokrasi kapitalistik transaksional, presiden yang didandani oleh cuan para taipan.
Berbeda dengan TNI-Polri yang terus membersamai NKRI selama-lamanya, dalam susah dan senang serta dalam penderitaan dan kebahagiaan bersama rakyat. (*)