Tumpahkan Darah Lalu Jual Tanah Air
Tragedi KM 50 belum tuntas, kini menyusul kematian Dokter Sunardi dengan dalih dan justifikasi terlibat teroris. Sementara teroris yang sebenarnya yang melakukan praktek-praktek KKN, mengebiri konstitusi, merampok sumber daya alam dan merampas tanah rakyat serta menghilangkan sembako hingga menimbulkan antrian panjang dan kematian rakyat. Dibiarkan, dilindungi dan bahkan didukung oleh negara yang telah dibajak penjahat keji berkedok pejabat dan pengusaha laknat.
Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI
SECARA telanjang dan begitu menjijikkan, persekongkolan jahat pejabat dan pengusaha telah berbuat kerusakan di negeri ini. Menghancurkan kehidupan beragama dan mengamputasi konstitusi, birokrasi hipokrat yang berlindung dalam kekuasaan yang bergelimangan harta dan memerintah aparat layaknya kacung. Telah nyata dan agresif menampilkan kekejaman dan kedzolimannya dengan membabi buta. Percaya diri meski menjadi pemerintahan bobrok, tanpa malu ingin memperpanjang jabatan dengan menunda pemilu 2024, jika perlu dengan wujud dan watak iblis untuk memenuhi hasratnya. Selain menidas rakyat, rezim yang dibekingi oligarki ini, tak segan-segan menggunakan kekerasan, kiminalisasi dan pembunuhan kepada siapapun yang menghalangi tujuannya. Membungkam semua kesadaran kritis dan gerakan perlawanan dari pelbagai strata sosial dan kelompok masyarakat, terutama kalangan sipil dan tak terkecuali dari anggota militer sekalipun. Seperti biasa dan menjadi tradisi melabeli sikap kritis dengan perbuatan menghasut dan ujaran kebencian, dicap radikal dan teroris. Hanya dengan kekerasan dan penggunaan senjata, rezim menghadapi demokrasi dan dinamika rakyat dalam menginginkan kemakmuran dan keadilan sosial.
Setelah menguasai kehidupan sosial ekonomi, sosial politik dan sosial hukum. Pemerintahan yang menjadi boneka sekalgus budak oligarki, berusaha membangun legalitas dan legitimasi kekuasaannya. Mulai dari kebijakan pajak, fiskal dan moneter, lembaga KPK, omnibus law, IKN, JHT dan kebijakan strategis hajat hidup orang banyak lainnya.
Melalui intervensi dan manipulasi UU, kekuatan modal dan orientasi kapitalisme bukan saja mengangkangi kedaulatan rakyat. Lebih dari itu membahayakan keberadaan dan eksistensi Panca Sila, NKRI dan UUD 1945.
Miris dan begitu mengguncang jiwa kebangsaan, menyaksikan institusi negara beserta pejabatnya ramai-ramai menggadaikan moral dan agidahnya demi kepentingan transaksional pragmatis. Begitu mencolok petinggi negara, pemuka agama, pemimpin-pemimpin sosial dalam masyarakat, antusias berjamaah membiarkan dan ikut serta melakukan kemaksiatan. Diam seribu bahasa, bungkam bersemayam karena menerima sogokan atau dalam ketakutan menegakkan kebenaran kerena begitu tinggi resikonya. Takut keluar dari zona nyaman dan mabuk dunia.
Bukan hanya bengis dan mengerikan perilaku rezim dan cara-caranya dalam mengelola negara. Tangan besi dan menempuh segala cara dilakukan, dengan akibat apapun dan biaya sebesar berapapun demi mempertahankan dan melanggengkan kekuasaannya. Penolakan dan perlawanan dari rakyat terhadap distorsi kebijakan pemerintah, sering berakibat tindakan represi dan menghadapi maut. Bertindak terang-terangan dan tersembunyi, rezim dengan operasi terbuka atau tertutup, biasanya berujung tindakan brutal dan mematikan dari rezim kekuasaan. Tak peduli harus menumpahkan darah dan mengorbankan rakyatnya sendiri, yang melawan pemerintah harus dihabisi dengan cara halus atau kasar sekalipun. Negara yang telah dikuasai oleh aparat birokrat mewujud ternak-ternak oligarki itu, selalu menggunakan bahasa kekuasaan, hidup merana atau menjadi penghianat dan penjahat bergabung dengan rezim.
Begitu banyak kesengsaraan dan penderitaan rakyat tampak dalam keseharian. Negara gagal mengantarkan rakyat menuju cita-cita prokkamasi kemerdekaan Indonesia. Bukannya mendapatkan negara kesejahteraan yang memberikan kemakmuran dan keadilan sosial bagi rakyatnya. Negara malah dipenuhi maling legal. Tak ubahnya tanpa pemerintahan dan seperti tanpa keberadaan hukum, negara kekuasaan menjelma bagaikan musuh rakyat. Melahirkan kejahatan, kemiskinan dan ketidakadilan yang mengorbankan rakyat. Rakyat harus merasakan kepahitan hidup, mengubur mimpi dan harapan serta membuang masa depannya. Terpaksa mati karena kelaparan, atau berbuat jahat karena tidak ada pilihan untuk mempertahankan hidup. Digusur, dipukul, diperkosa dan disiksa hingga sekarat menemui kematian.
Kini Ibu Pertiwi benar-benar menangis dan sedang bersusah hati. Negara gagal melindungi segenap anak bangsanya. Kolonialisme dan imperialisme gaya baru bertopeng oligarki, semakin nyata tampil bagai kompeni berwajah asing dan aseng. Negeri seperti berada dalam masa penjajahan di era modern. Penindasan oleh bangsa luar namun tidak sedikit yang ikut mendukung dan berkianat pada bangsanya sendiri. Segelintir orang di balik jabatan dan kekuasaan, menumpahkan darah saudaranya lalu menjual tanah air negaranya sendiri. (*)