UU Cilaka Itu Urusan Hutan, Tebang Pohon & Kavling Tanah?
by Salamuddin Daeng
Jakarta FNN - Kamis (22/10). Jika benar naskah yang disyahkan DPR dan selanjutnya dikirim ke Presiden adalah naskah 812 halaman, maka saya dapat menyimpulkan bahwa Undang-Undang cipta kerja adalah undang-undang tentang masuk hutan dan kuasai tanah. Pantas saja para pegiat lingkungan dan masalah pertanahan uring uringan.
Seluruh organisasi sosial yang peduli masalah lingkungan hidup dunia sesak nafas mendengar Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja ini. Bayangkan, dalam naskah Undang-Undang Cipta Kerja yang saya terima dari salah seorang anggota DPR-RI tersebut, terdapat 993 kata izin, yang merupakan kata paling banyak dalam Undang-Undang ini.
Boleh jadi Undang-Undang ini adalah Undang-Undang tentang Perizinan dan Investasi. Namun yang mengagetkan, ternyata kata paling banyak setelah izin adalah kata hutan yakni terdapat 370 kata. Luar biasa ternyata. Ini Undang-Undang tentang izin masuk hutan.
Lalu masuk hutan buat apa? Ternyata kata paling banyak lainnya selain hutan adalah tanah, yakni sebanyak 285 kata tanah. Sedikit lebih banyak dari kata laut dan air. Dengan demikian Undang-Undang ini masih seputar investasi hutan, tanah dan air.
Jadi yang dimaksud dengan cipta kerja atau pekerjaan yang diciptakan tersebut ternyata pekerjaan di dalam hutan dan berurusan dengan tanah. Padahal dulu pada saat Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law pertama kali diwacanakan, saya sendiri menduga ini akan ada terobosan besar menyambut era Information and Communication Technology (ICT).
Undang-Undang yang terkait dengan digitalisasi, fintech, era keterbukaan informasi, yang memerlukan dukungan Omnibus Law. Ternyata dugaan saya keliru, karena di dalam Undang-Undang ini hanya ada 11 kata tentang digital. Itupun maksudnya cuma mempublikasikan lewat digital. Mungkin aparat negara diminta sering-sering menggunakan facebook atau ngetwit.
Sekarangpun masih banyak yang beranggapan bahwa Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja adalah dalam upaya menciptakan lapangan kerja. Tempat kerja untuk kaum milenial, angkatan kerja baru, anak anak muda, genersi Z dan lebih jauh generasi Alfha.
Apakah lapangan kerja baru itu adalah masuk ke dalam hutan? Menggali tanah dan enanam pohon? Atau apa? Berhubung jaman berburu sudah berakhir, seiring dengan berakhirnya era homo soloensis, maka kuat keyakinan bahwa yang dimaksud cipta kerja itu bukan peberburuan di hutan.
Undang-Undang ini tampaknya membawa kita kembali ke jaman kolonial dulu. Bukan jaman purbakala, yakni melaksanakan perintah VOC atau Londo untuk masuk hutan, dan tebang pohon. Sistem yang dipake mungkin sama dengan tanam paksa, atau mungkin rodi atau mungkin sedikit lebih liberal yakni sewa tanah.
Namun yang pasti ini tenaga kerja baru masuk hutan dulu dan tebang pohon, lalu dapat gaji dari para cukong atau investor. Dalam Undang-Undang Omnibus Law ini ada 143 kata investasi. Wallahualam Bishawab.
Penulis adalah Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).