UU Ibu Kota Negara Melanggar Konstitusi dan Kedaulatan Daerah: Pemerintah Pusat Aneksasi Pemerintah Daerah
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
MENURUT Pasal 33 ayat (3) UUD, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan ……
Bunyi Pasal ini menegaskan, bumi dan air (dan kekayaan alam ….), di dalam wilayah Indonesia, bukan milik Negara: bukan milik Pemerintah Pusat.
Artinya, pemilik bumi dan air (dan kekayaan alam ….) tidak bisa lain adalah milik Daerah: lebih spesifik lagi, milik Daerah Kabupaten dan Kota, sebagai satuan Daerah terkecil yang diatur di dalam Konstitusi, Pasal 18 ayat (1), yang berbunyi: _Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, ….,_
Hal ini dibuktikan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Air Tanah (PAT) dipungut oleh Daerah Kabupaten dan Kota (Kecuali DKI Jakarta yang tidak mempunyai Kabupaten dan Kota), seperti diatur Pasal 4 ayat (2) UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota terdiri atas:
a. PBB-P2; b. BPHTB;….. e. Pajak Air Tanah; …..
Di samping itu, konstitusi juga mewajibkan Daerah agar menjalankan otonomi seluas-luasnya, seperti diatur Pasal 18 ayat (5) UUD: Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat.
Yang dimaksud dengan otonomi adalah kemampuan untuk membuat keputusan secara mandiri dan independen, tanpa campur tangan pihak lain; dan Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan kata lain, menjalankan otonomi daerah, atau Kedaulatan Daerah, seluas-luasnya bukan hanya hak dan wewenang, tetapi juga kewajiban konstitusi bagi Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Sementara itu, pemerintahan Jokowi menerbitkan UU No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN).
Selain melanggar konstitusi, Pemerintahan Jokowi melalui otorita IKN juga melanggar Kedaulatan Daerah, merebut sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian wilayah Kabupaten Kutai Timur.
https://www.kedaipena.com/undang-undang-ibu-kota-negara-melanggar-konstitusi-wajib-batal/?amp=1
Total wilayah yang direbut Pemerintah Pusat dari Pemerintah Daerah seluas 256.142 hektar wilayah darat dan 68.189 hektar wilayah laut, seperti tercantum di dalam Pasal 6 UU IKN.
Dinamakan aneksasi, karena pengambilan wilayah untuk Otorita IKN di Provinsi Kalimantan Timur, di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Timur, dilakukan sewenang-wenang dengan melanggar UU tentang Pemerintahan Daerah.
Jokowi bertindak bagaikan pemilik negeri ini, pemilik Bumi dan Air Indonesia, dengan merebut sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Timur untuk diberikan kepada Otorita IKN.
Jokowi melanggar UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, terkait Pembentukan Daerah.
Menurut UU Pemerintahan Daerah, pembentukan daerah baru wajib dilakukan melalui 1) Pemekaran Daerah seperti dimaksud Pasal 32 ayat (1) huruf a; 2) Pemecahan Daerah seperti dimaksud Pasal 33 ayat (1) huruf a; dan berbagai persyaratan lainnya seperti dimaksud Pasal 34 sampai dengan Pasal 43.
Pasal 32 ayat (1) huruf a: _Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) berupa: a. pemekaran Daerah;_
Pasal 33 ayat (1) huruf a: _Pemekaran Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a berupa: a. pemecahan Daerah provinsi atau Daerah kabupaten/kota untuk menjadi dua atau lebih Daerah baru;_
Pasal 33 ayat (3): Pembentukan Daerah Persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan dasar dan persyaratan administratif;
Persyaratan administratif antara lain wajib mendapat persetujuan DPRD seperti diatur Pasal 37, sebagai berikut:
a. untuk Daerah provinsi meliputi:
1. persetujuan bersama DPRD kabupaten/kota dengan bupati/wali kota yang akan menjadi Cakupan Wilayah Daerah Persiapan provinsi; dan
2. persetujuan bersama DPRD provinsi induk dengan gubernur Daerah provinsi induk.
b. untuk Daerah kabupaten/kota meliputi:
1. keputusan musyawarah Desa yang akan menjadi Cakupan Wilayah Daerah kabupaten/kota;
2. persetujuan bersama DPRD kabupaten/kota induk dengan bupati/wali kota Daerah induk; dan_
3. persetujuan bersama DPRD provinsi dengan gubernur dari Daerah provinsi yang mencakupi Daerah Persiapan kabupaten/kota yang akan dibentuk.
Semua persyaratan di atas tidak dipenuhi oleh Jokowi dalam pembentukan Daerah Ibu Kota Negara. Sebagai konsekuensi, maka pertama UU IKN tidak sah; kedua, bentuk Otorita IKN sebagai daerah tidak sah; ketiga, wilayah IKN tidak sah.
Artinya, UU IKN wajib batal. (*)