Waspada: Sambo Pergi, Kaisar Judi Datang Silih Berganti!

Irjen Ferdy Sambo.

PENGAMAT politik Rocky Gerung mengatakan, ini memang endemi, sudah berakar di situ. Bahkan, kalau terjadi pergantian Kapolri atau Presiden pun, kalau power relation-nya masih sama, itu artinya bagian-bagian yang tadinya dipangkas pelan-pelan tumbuh.

“Orang akhirnya masuk pada analisis yang lebih dalam lagi. Sebaiknya kita lakukan revolusi saja supaya seluruh jejak kebodohan, jejak kedunguan, jejak kebiadapan, jejak kong-kalingkong, itu hilang sama sekali,” tegasnya.

Jadi, “Kalau kita lihat dari atas terlihat bahwa memang ini tegang sekali dan upaya untuk memitigasi ini juga bisa gagal karena di dalamnya berbagai macam kepentingan,” lanjut Rocky Gerung.

Bagaimana ulasan Rocky Gerung selanjutnya? Berikut ini dialognya bersama wartawan senior FNN Hersubeno Arief di kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (27/8/2022).

Halo Bung Rocky, kita ketemu lagi. Kita lanjutin ngobrolnya dan saya kira sebenarnya yang sekarang orang sedang cermat memperhatikan itu di lembaga Polri.

Ferdy Sambonya sudah selesailah saya kira kalau dia sudah diberhentikan dengan tidak hormat, dan kemudian dia banding, saya kira kecil kemungkinan bandingnya menang. Dan dia tinggal bersiap-siap menghadapi sidang. Jadi selesai. Karier dia, kerajaan dia selesai di kepolisian.

Tetapi, kita juga kemarin diingatkan bahwa masih ada kakak pembina di antara mereka, dan kakak pembina ini pasti punya banyak anak asuhnya atau adek asuhnya banyak.

Jadi sangat mungkin itu bisa saja Sambo berlalu silih berganti. Sambo pergi datang Sambo-Sambo baru, atau the next Sambo. Itu sekarang yang saya kira menjadi persoalan endemik di tubuh Polri.

Iya, enak itu, musim silih berganti, angin tetap ke utara. Kira-kira begitu. Kalau dulu ada film “Bukan Perkawinan Semusim”. Kalau ini jadi “Bukan Kejahatan Semusim”. Seharusnya masih bisa panjang. Ini memang endemi, sudah berakar di situ.

Bahkan kalau terjadi pergantian Kapolri atau pergantian Presiden, kalau power relation-nya masih sama, itu artinya bagian-bagian yang tadinya dipangkas pelan-pelan tumbuh. Jadi apa yang sudah dipangkas akarnya nggak terpotong maka tumbuh lagi. Itu menyangkut kultur di kepolisian, kultur di DPR, dan kultur di sana.

Jadi kalau kita bikin segitiga itu ada istana punya kepentingan, polisi punya kepentingan, DPR punya kepentingan, nah di segitiga itulah beternak oligarki. Jadi begitu ini dihapus, oligarki bilang tunggu saja, nanti dia juga tumbuh lagi. Jadi ini soalnya memang.

Kalau dulu kita bilang bahwa di awal reformasi kita mau pakai istilah revolusi supaya ada perubahan total, tetapi kita gugup untuk pakai istilah itu. Karena itu seolah kita mengingatkan suatu peristiwa yang berdarah-darah, padahal nggak ada yang berdarah-darah waktu reformasi.

Sekarang konsekuensinya adalah yang kita tidak ucapkan secara habis-habisan, secara revolusioner, itu bertumbuh sekarang sehingga orang akhirnya masuk pada analisis yang lebih dalam, sebaiknya kita lakukan revolusi saja supaya seluruh jejak kebodohan, jejak kedunguan, jejak kebiadapan, jejak kongkalingkong, itu hilang sama sekali.

Memang, kalkulasi ini membutuhkan atau menimbulkan ketegangan, kecemasan, tetapi sejarah kadangkala mendorong ke arah situ. Kalau kita lihat mungkin sejarah sedang mendorong untuk melakukan total revolution itu.

Jadi kita terima saja sebagai fakta itu kan. Yang harus kita bayangkan adalah ongkos dari perubahan total itu pada rakyat terutama. Kalau pada kekuasaan ya sudah dia juga akan tergilas oleh peristiwa besar-besar dalam sejarah.

Jadi, kalau kita lihat dari atas terlihat bahwa memang ini tegang sekali dan upaya untuk memitigasi ini juga bisa gagal karena di dalamnya berbagai macam kepentingan. Kita lihat bahasa tubuh DPR kan Zig-zag.

Bahasa tubuh presiden juga ya pakai proksi Mahfud MD untuk mengukur suasana. Dan itu sebenarnya keadaan kita terbaca di atas, tapi magma di bawah gunung berapi itu tetap berdarah.

 

Tentang Kamarudin Simanjuntak dan Alvin Lim

Nah, kita kemarin bicara tentang pengacara yang kita dorong Kamaruddin Simanjuntak dan Alvin Lim yang menjadi pengacara keluarga KM 50. Ini Alvin Lim memang kelihatannya orang gila lain di luar Kamaruddin Simanjuntak.

Dia (baru saja saya nonton videonya) ini bongkar-bongkaran soal bisnis judi yang kemarin kita samar-samar, kita cuman menduga-duga, ini ada bagian-bagian ada charge yang kerajaan Sambo itu.

Tetapi, kalau menurut pengakuan narasumber yang disamarkan oleh dia, dia bisa menyebut dengan persis siapa-siapa saja perwira-perwira itu yang terlibat di Mabes Polri, Polda Metro Jaya, bahkan di Polda-Polda lainnya, dan berapa jumlah setoran setiap bulan. Ini kan mengerikan.

Makanya kita jadi berpikir ya ini Sambo bisa selesai, tapi persoalan yang jauh yang selama ini kita persoalkan tidak akan selesai. Dan seperti Anda tadi bilang, kalau dipangkas itu kan tumbuh dahan baru yang lebih muda.

Ini Alvin dan Kamaruddin ada di dalam yang orang sebut sebagai faktor baru dalam politik Indonesia. Yang pengetahuannya sebetulnya akumulasi dari banyak sumber, dan kita tahu urusan-urusan cangkang yang (selama ini) itu menyembunyikan pajak, isu.

Lalu kalau tidak tanya pada ICW, ICW tahu semua itu, tanya pada kontras dia juga tahu, dan seringkali masyarakat sipil justru diundang oleh DPR untuk dengar pendapat. Harusnya bicara yang beginian kan. Harusnya juga sama-sama ingin agar Indonesia bersih. 

Tetapi, secara individual orang kemudian bertanya, keberanian dari mana yang diperoleh oleh Alvin, oleh Pak Kamaruddin. Ada orang menganggap ini pasti ada sponsor yang mengamankan dia. Ya boleh saja ada pikiran semacam itu karena dalam mafioso selalu ada pembocor yang justru dijamin mafianya. Begitu kira-kira, supaya menguji ulang daya tahan dari mafioso ini.

Tetapi, saya perhatikan bahwa begitu Sambo muncul, lalu ada pelemahan sebetulnya di dalam institusi negara, maka muncullah orang semacam Kamaruddin dan Alvin.

Jadi, begitu pelemahan institusi negara berlangsung, maka sumber-sumber alternatif ini merasa nggak ragu lagi untuk bicara. Pasti akan ada orang lain lagi bicara lebih awal. Dulu kita tahu bahwa yang beginian yang bisa ngomong ya Kontras, Haris Azhar, ICW. Tetapi, mereka selalu teliti karena tahu bahwa ini bisa jadi delik. Karena itu, pakai metodologi yang betul-betul taat pada aturan berpikir.

Kontras, ICW, kalau bongkar kasus pasti kalkulasinya berhari-hari itu mereka rapatkan. Nah, Alvin Lim sendirian. Kamaruddin juga sendirian. Jadi kita lihat betapa alam semesta ini membekali bangsa ini dengan potensi mereka yang berpikir secara adil.

Orang akan lihat bagaimana mungkin Alvin itu minoritas tetapi lebih berani betul. Kamaruddin juga minoritas sebetulnya. Jadi variabel sosiologi sudah bekerja dan itu nggak lingkup minoritas mayoritas. Sekarang negara yang pusing nanti. Bagaimana mau dibuli dua orang ini yang juga akhirnya dielu-elukan oleh Kadrun dan Cebong sekaligus.

Jadi ini melting pot sudah terjadi. Jadi, semua soal hanya mencair di dalam melting pot, di dalam bowel, di dalam baskom yang namanya keadilan. Itulah intinya. Yang sering kita anggap ya kejadian sejarah seringkali di luar prediksi politik dari yang Hersu sebutkan tadi.

Iya, ini menarik. Mereka saling melengkapi. Sekarang, setelah dia berhasil membongkar kepolisian, Kamaruddin sudah mulai bicara soal Pilpres. Kemarin-kemarin dia bilang, ada anak buahnya Erick Thohir yang punya dana sampai ratusan triliun dan sekarang yang diisu bukan Kamaruddin-nya, justru malah ada orang lain yang menyebut bahwa Erick Thohir, padahal yang dimaksud bukan Erick Thohir, tapi anak buahnya Erick Thohir.

Anak buahnya Erick Thohir yang disebut Dirut Taspen itu, walaupun tidak disebut namanya kan orang tahu siapa Dirut Taspen, sampai sekarang belum ada reaksinya.

Sekarang Alvin bongkar kerajaan judi, bagaimana para polisi dapat setoran ratusan juta setiap minggu dan itu semua dibagi rata, hujan merata, bukan hujan satu tempat saja. Saya kira ini luar biasa karena tadi kita juga bicara tentang bagaimana ini momentum yang terjadi.

Ya. Banyak pemimpin redaksi yang tahu soal-soal semacam itu kan. Dan, wartawan lapangan juga tahu. Tapi sekali lagi, momentum itu membuat orang berani menggulirkan sesuatu dan itu datang dari yang seringkali kita sebut persediaan energi alam.

Kalau kita mau belajar sedikit metafisik, ada satu kesepakatan bahwa dalam keadaan point of no return maka dorong saja terus menerus. Jadi mendorong itu bukan karena keinginan, tapi karena momentum alamnya itu begitu selalu. Yang disebut hukum inersia itu begitu. Begitu berhenti nggak mau bergerak, begitu bergerak dia akan mengalir terus.

Newton bilang begitu dalam fisika, tetapi juga berlaku dalam sosiologi itu. Karena informasi terbuka semua sekarang. Kalau dia lebih zaman abad tengah ya nggak ada informasi yang terbuka. Begitu ada abses kecil yang pecah, ada bisul kecil yang pecah, itu seluruh fisiologi tubuh kita bisa terbaca bahwa itu berarti ada persembunyian bakteri di lapisan epidermis misalnya.

Jadi, begitulah yang kita sebut sebagai ini politik public opinion, bisa terbuka headline-nya maka seluruh berita itu kemudian mengarah pada headline yang dibuka. Headline itu dibuka oleh Alvin sekarang dan media merasa bahwa kita juga tahu itu.

Tetapi, ada headline, lalu mulai ada kecemasan, dan orang tadi saya katakan mulai mengkalkulasi. Itu tidak penting lagi karena bola salju sudah bergulir. (mth/sws)

515

Related Post