DAERAH

Selamat, Beragam Penghargaan Diraih Gubernur Khofifah

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - GubernurJ Khofifah Indar Parawansa meraih penghargaan sebagai Pemimpin Perubahan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Publik (KemenPAN RB). Ia menerima penghargaan tersebut bersama 13 pimpinan kementerian/ lembaga/pemda Penghargaan diserahkan langsung oleh Wapres RI Ma'ruf Amin didampingi MenPAN RB, Tjahjo Kumolo di Jakarta, Selasa (10/12/2019). Anugerah itu diperoleh, karena Khofifah dinilai memiliki komitmen besar dalam melakukan perubahan untuk menjaga tata kelola pemerintahan yang bersih, baik, transparan dan berhasil membangun zona integritas secara massif. Sehingga mendapatkan predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) untuk enam unit layanan yang sekaligus merupakan penerima penghargaan terbanyak dari seluruh pemerintah provinsi di Indonesia. WBK/WBBM merupakan predikat yang diberikan kepada unit-unit kerja pelayanan yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen kuat untuk memberantas korupsi serta peningkatan pelayanan melalui reformasi birokrasi. Pada 2019, Pemprov Jatim untuk pertama kalinya meraih penghargaan wilayah bebas korupsi (WBK) dari Kemenpan RB. Sedikitnya, enam unit kerja Pemprov Jatim berhak menyandang predikat WBK. Yakni: UPT Pengelolaan Pendapatan Daerah Jombang Badan Pendapatan Daerah Provinsi Jatim, UPT Pengujian Sertifikasi Mutu Barang dan Lembaga Tembakau Jember Disperindag Provinsi Jatim; UPT Pengawasan dan Sertifikasi Hasil Pertanian Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim. Selanjutnya, UPT Pelayanan dan Perlindungan Tenaga Kerja Disnakertrans Provinsi Jatim, RSU Haji Surabaya, dan RSU Jiwa Menur Surabaya. Penghargaan ini merupakan buah dari komitmen Pemprov Jatim menciptakan tata kelola pemerintahan yang Cepat-Efektif-Efisien-Tanggap-Transparan-Akuntable-Responsive (CETTAR). “Saya ucapkan terima kasih kepada unit kerja yang berhasil meraih predikat WBK, semoga ini bisa memotivasi dan diikuti oleh unit kerja lainnya. Semoga masyarakat Jawa Timur makin mudah mengakses berbagai layanan publik,” ungkap Khofifah di Jakarta. Menurutnya, penghargaan WBK ini merupakan pencapaian yang monumental setelah kurang lebih 21 tahun reformasi. Oktober lalu Laporan Keuangan Pemprov Jatim juga mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Khofifah mengatakan, “Raihan WBK ini berseiring dengan status WTP tersebut. Setelah ini Pemprov Jatim menargetkan predikat sebagai wilayah birokrasi bersih melayani (WBBM),” ujarnya. Nantinya enam unit kerja yang meraih WBK tersebut akan dijadikan contoh atau role model bagi instansi lainnya di lingkungan Pemprov Jatim. Khofifah juga berharap setelah ini seluruh unit kerja Pemprov Jatim menumbuhkan suasana kompetisi untuk bergerak menuju perubahan dan perbaikan menuju birokrasi yang lebih baik, lebih bersih, lebih cepat dan lebih berkualitas dari sisi pelayanan. Diakuinya, untuk meraih predikat penghargaan di bidang ini tidaklah mudah. Oleh karena itu, dibutuhkan manajemen dan kemauan untuk melakukan perubahan agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik dan pemerintah yang bersih dan bebas KKN. “Dalam implementasi WBK, dibutuhkan komitmen dari semua pihak mulai kepala daerah beserta seluruh jajarannya. Yang ditunjang dengan manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja,” paparnya. Khofifah yakin melalui penanaman nilai dan budaya kerja yang positif kepada aparatur di lingkungan Pemprov Jatim, akan mampu menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance), sehingga kesejahteraan dapat dirasakan seluruh masyarakat Jatim. Sebelumnya, Gubernur Khofifah juga meraih dua penghargaan dalam acara Penganugerahaan Penghargaan Ormas Indonesia Maju atau Ormas Awards dari Kemendagri. Penghargaan itu langsung diserahkan oleh Mendagri Tito Karnavian. Dalam penganugerahan tersebut, Khofifah mewakili Pemprov Jatim dalam kategori Pemda Pembina Ormas Terbaik. Dia juga mewakili Muslimat Nahdlatul Ulama yang dianugerahi Penghargaan Khusus Bakti Sepanjang Masa untuk Indonesia. “Tepuk tangan dulu buat beliau karena sudah dapat penghargaan banyak sekali. Hari ini boyong dua, kemarin-kemarin sudah banyak,” ujar Tito usai menyerahkan penghargaan ke beberapa tokoh ormas di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Senin (25/11/2019). Tito berharap penghargaan tahunan bagi para ormas dapat memotivasi lembaga masyarakat sipil untuk berkarya dan memberi manfaat kepada masyarakat. “Satu peran penting dari civil society, ormas, salah satu wujud penyeimbang dominasi negara. Agar negara tidak semau-maunya, mulai dari planning, eksekusi, sampai dengan evaluasi,” ujarnya. Penghargaa juga diraih Gubernur Khofifah sebagai Gubernur/Kepala Pemerintahan Provinsi Terbaik, pada acara Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Award 2019 yang digelar di The Westin Resort Nusa Dua Kuta Selatan Bali, Jumat (29/11/2019). Kegiatan yang digelar bersamaan Rapimnas Kadin 2019 merupakan ajang pemberian apresiasi kepada kepala daerah yang membantu percepatan ekonomi Indonesia serta mendukung program Kadin Indonesia maupun daerah. Penghargaan itu diserahkan oleh Rosan P. Roeslani sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia serta disaksikan langsung Wapres Ma’ruf Amin, kepada Gubernur Jatim yang diwakili oleh Asisten Ekonomi Pembangunan Setda Provinsi Jatim Wahid Wahyudi. Khofifah mengaku bangga dan menyampaikan terimakasih dan apresiasinya kepada Kadin Indonesia atas penilaian yang sudah diberikan. Selain itu, pihaknya akan terus berkolaborasi dengan Kadin Jatim dalam upaya meningkatkan sektor industri dan perdagangan, melalui berbagai program unggulan. “Kami akan terus meningkatkan kolaborasi dengan para pengusaha di Jatim. Termasuk menggerakkan UMKM di berbagai bidang salah satunya dengan menggagas program One Pesantren One Product (OPOP, red) yang juga kami launching per hari ini,” ujarnya. Khofifah menambahkan, hubungan dan sinergitas yang baik antara pihaknya dengan Kadin Jatim bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Jatim. Dan penghargaan yang diterimanya merupakan salah satu bukti terciptanya relasi yang baik antara Pemprov Jatim dan Kadin. “Pada prinsipnya kami sangat ingin pengusaha lokal yang ada di Jatim bangkit, serta memiliki daya saing. Sehingga, pengusaha Jatim tidak akan menjadi penonton di daerahnya sendiri. Ini merupakan kewajiban kita bersama,” tegas Gubernur Khofifah. Ketua Tim Penilai Kadin Award 2019, Adri Istambul LG Sinulingga menyampaikan, bahwa aspek penilaian yang dilakukan bagi penerima Kadin Award 2019 mencakup beberapa hal. Salah satunya yaitu, keberpihakan kepala daerah kepada para pengusaha di daerahnya baik yang skala besar, menengah, kecil maupun mikro, termasuk koperasi. “Aspek penilaian yang kami lakukan pada Kadin Award 2019 ini yaitu dilihat dari integritas sebagai seorang kepala daerah. Tentunya juga dilihat dari keberpihakannya kepada para pengusaha di daerahnya,” terang Adri. Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan tersebut, Gubernur Khofifah dinilai sangat layak mendapatkan anugerah Kadin Award. Apalagi, program-program terkait penguatan industri dan investasi yang dilakukan juga selalu melibatkan Kadin Jatim secara aktif. Baik di skala lokal, nasional maupun internasional. “Kami sudah melakukan penilaian pada 34 gubernur di Indonesia, dan Gubernur Khofifah sangat layak mendapatkan penghargaan Kadin Award 2019. Terlebih Kadin Jatim juga dilibatkan secara aktif pada setiap kerjasama industri dan investasi yang dilakukan oleh Provinsi Jatim,” urai Adri. Selain Gubernur Khofifah, penghargaan gubernur terbaik di wilayah tengah pada ajang Kadin Award 2019 ini juga diberikan pada 3 gubernur lainnya. Yaitu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, serta Gubernur DI Jogjakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X. Beragam perhargaan yang diterima Khofifah tersebut tentunya sebuah prestasi yang telah diukirnya, meski baru menjabat Gubernur Jatim. Selamat untuk warga Jatim! Penulis wartawan senior.

Perkebunan Kruwuk [2] Status Quo, Dinetralkan

Kepada para pihak juga diminta untuk melaporkan kepada Polres Blitar jika ada salah satu pihak yang melanggar keputusan ini. Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Sanggahan berikutnya muncul dari Pitoyo Hariyadi yang meluruskan bahwa redistribusi yang terjadi beberapa waktu lalu mengacu pada keputusan yang terjadi pada 1964. Justru pada pertemuan antara PPKM dan PT Rotorejo Kruwuk yang difasilitasi Kanwil BPN Jatim, Direktur Utama perusahaan tersebut diminta untuk melepaskan lahan redistribusi yang sesuai dengan permintaan warga; dan dalam kenyataannya, permintaan Kepala Kanwil BPN Jatim tersebut tidak digubris. Menjawab sanggahan, perwakilan BPN Kabupaten Blitar menyatakan belum bisa menghapus HGU PT Rotorejo Kruwuk karena adanya hubungan lembaga yang masih melekat dan PT Rotorejo Kruwuk tetap menjadi prioritas pemegang perpanjangan HGU tanpa ada batas waktu. Ini dilandaskan atas Permen ATR/BPN RI Nomor 9 Tahun 1999. Aryo kemudian meminta diterangkan pada pasal berapa dalil yang disampaikan utusan BPN Kabupaten Blitar ini, sebab setelah mencermati Permen dimaksud tidak disebutkan adanya hubungan lembaga yang melekat dan frase yang tidak serta-merta lahan perkebunan eks-PT Rotorejo Kruwuk diambil alih oleh negara. Pada sisi lain, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pertanahan dan perkebunan secara tegas menyatakan lahan tersebut kembali kepada negara dan HGU harus dihapuskan. Disampaikan pula analogi kontrak rumah dan perpanjangan SIM yang jika lewat batas waktu harus mengulang pembuatan SIM sejak awal, karena sudah habis masa berlakunya. Perwakilan BPN Kabupaten Blitar menyampaikan bahwa yang disampaikan olehnya juga dilandaskan pada teori hukum dan berputar-putar memberikan alasan untuk tidak secara detail berkaitan dengan pertanyaan dari pendamping PPKM Aryo Purboyo. Ketua PPKM Pitoyo Hariyadi menambahkan dengan satire, mungkin yang dimaksud dengan perwakilan BPN Kabupaten Blitar ini adalah hubungan lembaga yang melekat itu adalah hubungan “persaudaraan” antara Kantor BPN Kabupaten Blitar dengan PT Rotorejo Kruwuk. Tim akademisi menambahkan seharusnya BPN Kabupaten Blitar tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan secara tegas menghapus HGU PT Rotorejo Kruwuk. Perwakilan PPKM Yudiono menambahkan, tepat yang disampaikan tim akademisi dan BPN Kabupaten Blitar harus segera menindaklanjutinya. Perwakilan BPN Kabupaten Blitar tetap bersikukuh, untuk menghapus HGU ada tahapan-tahapannya. Tanpa ada pelepasan dari PT Rotorejo Kruwuk, BPN Kabupaten Blitar tidak bisa menghapus HGU. Kepala Satuan Reskrim Polres Blitar menyampaikan analogi bahwa HGB dan HGU sama, dengan mencontohkan pengalaman pribadi membeli rumah yang HGB-nya habis masa berlaku dan tidak serta-merta diminta oleh negara. Bahkan mengurus HGB tersebut dan menjadikan SHM. Analogi ini dimintakan perwakilan BPN Kabupaten Blitar untuk mengoreksinya. Perwakilan BPN Kabupaten Blitar mengiyakan bahwa HGB dan HGU sama. Pimpinan rapat, Wakapolres Blitar mengambil alih jalannya rapat dengan keputusan men-status quo-kan perkebunan Rotorejo Kruwuk dengan mencermati menjaga kamtibmas. Alasan utama penetapan status quo tersebut adalah berlarut-larutnya mediasi antara warga dengan PT Rotorejo Kruwuk. Status quo tersebut baru bisa dicabut jika PT Rotorejo Kruwuk bisa segera menunjukkan SK HGU perpanjangan atau ada pihak lain yang sah menjadi pengelola perkebunan dengan membawa SK HGU yang asli. Di dalam masa status quo tersebut, kedua belah pihak tidak boleh mengeluarkan hasil kebun dalam bentuk apa pun. Jika kedua belah pihak sepakat, maka dituangkan di dalam pernyataan kesepakatan bersama. Kedua belah pihak sepakat, dan Aryo Purboyo menegaskan bahwa warga rela untuk mundur dan tidak beraktivitas di lahan perkebunan jika ada pihak yang membawa SK HGU yang resmi dikeluarkan negara. Di sela proses redaksional pernyataan kesepakatan bersama itu, PT Rotorejo Kruwuk yang diwakili Suratmi, Sekretaris Perusahaan, menyampaikan keberatan. Alasannya, karena ada karyawan yang bergantung pada hasil kebun dan secara rutin mengolah bahan baku kebun tersebut. Wakapolres Blitar menegaskan bahwa keputusan Polres Blitar ini semata demi kamtibmas dan tidak ada perintah untuk memecat/merumahkan karyawan PT Rotorejo Kruwuk. Pembacaan redaksional kesepakatan bersama oleh Wakapolres Blitar dan pihak PPKM menyatakan sepakat dengan isi kesepakatan bersama itu. Tapi, PT Rotorejo Kruwuk melalui kuasa hukumnya ET Wibowo menyampaikan keberatan. Alasan utamanya jika yang dianggap status quo kawasan penebangan tanaman keras yang saat ini disegel Polres Blitar, PT Rotorejo Kruwuk bisa menyepakatinya. Namun, jika kawasan yang tengah dioperasionalisasikan PT Rotorejo Kruwuk masuk ke dalam status quo, pihaknya berkeberatan. Wakapolres Blitar menegaskan, kesepakatan bersama yang telah dibacakan dan tertuang di dalam tulisan adalah kesepakatan bersama yang telah disetujui di dalam forum. Ihwal hal ini, PT Rotorejo Kruwuk tetap menolak dan tak akan menandatangani kesepakatan bersama tersebut, baik kuasa hukum maupun Direktur PT Rotorejo Kruwuk. Wakapolres Blitar mengeluarkan putusannya bahwa Polres Blitar mengabaikan kesepakatan bersama tertulis dan tetap pada putusan men-status quo-kan Perkebunan Rotorejo Kruwuk demi kamtibmas dan akan menindak siapa pun dari kedua belah pihak secara hukum yang melanggar keputusan tersebut. Kepada para pihak juga diminta untuk melaporkan kepada Polres Blitar jika ada salah satu pihak yang melanggar keputusan ini. Penulis wartawan senior. (Selesai)

Tak Adil Bandingkan Jakarta Dengan Shanghai Pak Tito

Kelihatan jelas sekali bahwa apa saja yang dikerjakan oleh Anies, benar-benar tidak bakal dilihat sebagai hal yang positif oleh para pendukungnya simulut taik itu. Tragisnya, sikap itu bukan saja dipertontonkan oleh mereka yang di luar pemerintahan. Namun, mereka yang di dalam pemerintahan sekalipun punya prilaku yang sama. Seperti ada penyakit hati yang tidak pernah berakhir menerima kekalahan junjungannya dari Anies. By M. Naufal Dunggio Jakarta, FNN – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membandingkan antara kota Jakarta dengan Shanghai di Cina. Dalam sambutannya pada sebuah acara di Jakarta, yang dihadiri oleh Goodberneer Indonesia Anies Baswedan, Menteri Tito mencoba membanding-bandingkan antara kota Jakarta dengan Shanghai. Tito juga membandingkan Jakarta dengan Beijing. Setelah membanding-bandingkan, keluarlah ucapan dari mulutnya Menteri Tito bahwa Jakarta bila dibandingkan dengan Shanghai, kayak kampung. Anda membuat perbandingan yang sangat tidak adil Pak Menteri Tito. Tampak sekali kalau spirit kebencian dan ketidaksukaan sangat mendominasi ucapan yang keluar dari mulut anda Pak Mendagri. Jakarta yang baru dibagusin oleh Gubernur Anies Rasyid Baswedan dua tahun lalu saja masih kayak kampong. Nah, bagaimana dengan kota Jakarta ketika dipimpin oleh tiga gubernur sebelumnya? Yaitu Gubernur Jokowi, simulut jamban Gubernur Ahok dan Gubernur Djarot? Jakarta ketika itu kayak kampung atau kayak di hutan belantara Pak Tito? Pak Menteri, kalau mau banding-bandingkan, sebaiknya pakailah nalar yang agak sehat sedikit doooonk. Jangan kedepankan rasa sentimen, sirik, dengki dan dendam kaya begitulah. Kenapa hanya Anies saja yang terus-menerus menjadi sasaran? Terus dibanding-bandingkan lagi dengan kota-kota lain. Kok kepala daerah dan kota yang lain tidak? Kenapa ya ? Pak Mendagri begitu semangat mengiklankan keberhasilan RRC komunis di Indoneia. Seolah-olah hanya RRC itu yangh “is the best in the world”. Beijing dan Shanghai itu sudah berapa tahun dibangun? Dengan berapa besar dana yang sudah dihabiskan. Kok dibandingkan dengan kota Jakarta yang baru ditangani Anies dua tahun lalu? Jangan begitulah Pak Menteri. Baru dua tahun ditangani Anies saja, kota Jakarta sudah kayak di Washington DC. Nah, bagaimana kalau sampai lima tahun? Apalagi sampai dua periode Gubernur nantinya? Insya Allaah, mungkin nanti gak ada apa-apanya Beijing dan Shanghai Pak Menteri banggakan itu. Kelihatan jelas sekali bahwa apa saja yang dilakukan oleh Anies, benar-benar tidak dilihat sama sekali sebagai hal yang positif oleh para pendukungnya simulut taik itu. Tragisnya, sikap itu bukan saja dipertontonkan oleh mereka yang berada di luar pemerintahan. Mereka yang sudah di dalam pemerintahan sekalipun punya prilaku yang sama. Seperti ada penyakit hati yang tidak pernah berakhir menerima dengan lapang dada atas kekalahan junjungannya dari Anies. Bila ada kesempatan bagi mereka untuk bisa membumihanguskan Anies, langsung saja mereka tancap gas. Mereka tidak bakalan sia-siakan setiap kesempatan emas yang datang. Dimana aja, dan kapan saja peluang itu ada, pasti dimanfaatkan. Soal nanti dimarahin banyak orang bodoh amat. Yang penting Anies harus dihajar dulu agar dia tidak selalu dipuja puji masyarakat Indonesia. Padahal semakin mereka menghajar, membully, menyinyir dan menfitnah Anies, bukan bintangnya Anies makin redup. Namun sebaliknya, malah makin bersinar sampai di langit ketujuh mendekati Arsynya Allah. Itu karena Anies bekerja dengan hati yang tulus membangun negeri ini. Nothing to lose saja. Bukan dengan dengan nafsu untuk memperkaya diri seperti gubernur-gubernur sebelumnya. Sehingga akhirnya penuh dengan kasus dan skandal korupsi. Pemimpin yang adil, dan amanah untuk membahagiakan rakyatnya itu, insya Allaah mendapat tempat yang paling terhormat atau VVIP di hadapan Allah SWT. Sehingga kerjanyapun selalu dibantu oleh Allah SWT dalam menyelesaikandi setiap persoalan warganya. Beda dengan mereka yang bekerja penuh dengan hawa nafsu. Yang ada bukan kerja, tetapi hanya membuat pencitraan dan pencitraan. Pencitraan itu tidak bermanfaat apa-apa untuk rakyatnya, karena yang dipertontonkan hanyalah kepalsuan dalam memimpin. Semoga Bang Anies semakin sabar dalam memimpin Jakarta. Juga semakin semangat dalam bekerja. Jadikanlah bullian, fitnahan, nyinyiran dan serangan para “bani togog” sebagai buluperindu untuk berbuat yang lebih baik dalam membahagiakan warga DKI Jakarta. Serahkan semua ini kepada Allah SWT bila kita sudah berikhtiar dan berbuat. Hanya kepada Allaah jualah kita berserah diri. Wallahu A'lam ... Penulis adalah Aktivis dan Ustadz Kampong

Mengabdi di Negerinya Para Bandit

Pemimpin yang adil itu, adalah salah satu dari tujuh golongan manusia yang berada di kursi VVIP-nya Allah SWT. Karena metreka mendapatkan perlindungan langsung dari Allah SWT, dikala yang lain tidak mendapatkan perlindungan tersebut. Jadi, janganlah coba bermain-main dengan pemimpin yang berpihak kepada orang kecil. Pemimpin itu yang amanah, adil, fathonah dan tablig. By M. Naufal Dunggio Jakarta, FNN - Untuk saat ini, di era serba digital dan modern, untuk menjadi orang baik ternyata tidak mudaj. Susah juga. Sebab kita harus mengikuti irama para penjahat negeri agar bisa memperoleh simpatik media yang mereka kelola. Sebab kalau tidak, maka kita akan dibully, difitnah, dibunuh karakter kita dan didzalimi di setiap waktu. Pilihannya hanya dua, mau ikut mereka atau dihajar mereka. Situasi seperti inilah yang sekarang dirasakan oleh goodberneer Indonesia, yakni Bang Anies Baswedan. Tidak ada kata bagus apapun yang dikerjakannya selama du tahun masa jabatannya di Jakarta. Semua serba salah di mata para bani togog permanen. Segala macam umpatan, makian, bullyan dan hinaan tumpah ruah dari mulut mereka sesuka hati. Belum cukup puas dengan semua itu. Mereka juga membuat karikatur untuk Bang Anies. Karikatur yang menggambarkan dia orang jahat melalui media mereka. Memang agak susah bila manusia udah berkarat dengan segala macam dendam kesumatnya di otak dan hatinya. Dibacain apa aaja nggak mungkin bisa berubah kelakuaannya. Besar kemungkinan, sifat-sifat sebagai pendendam itu akan mereka bawa sampai mati. Mereka bagaikan singa yang kelaparan, karena tidak makan selama seminggu. Mengintai Bang Anies satu kali dua puluh empat jam tidak tidur-tidur. Pengintaian tidak cukup hanya dilakukan satu hari. Bisa berminggu-minggu dan berbulan, bahkan bertahun-tahun. Hasil pengintaian tersebut, tiba-tiba saja ada orang yang membocorkan. Bahwa ada anggaran di Anggaran Penddapatan dan Belanja Daerah (APDB) DKI tahun 2020 cukup fantastis nominalnya untuk lem aibon dan pulpen. Padahal semua temuan tersebut, baru pada tahap perencanaan. Belum menjadi APDB DKI untuk tahun anggaran 2020 Langsung saja isu tentang besaran anggaran lem aibon dan pulpen ini ditangkap oleh musuh-musuh Anies. Mereka anggap sebagai mesiu segar. Mereka langsung memberondongkan tembakan ke Bang Anies. Terutama oleh anak-anak ingusan dari Partai Setan bin Iblis. Padahal mereka tidak tahu, bahwa mereka sebenarnya telah masuk ke jebakan batmannya Anies. Apakah mereka berhasil menundukkan, atau membuat Bang Anies tidak berdaya, atau tidak berkutik? ooooh sudah pasti tidak kawan. Anda-anda justru gagal faham. Kenyataan yang terjadi malah sebaliknya. Senjata bakalan memakan tuannya sendiri. Manuver yang kalian lakukan justru mengakibatkan terbongkarlah penipuan, perampokan serta pemalingan yang dilakukan oleh gubernur sebelumnya. Gubernur yang kalian sanjung-sanjung bagaikan nabi gadungan, tetapi nyatanya berbau septitank tersebut. Tuhan pasti tidak akan membiarkan hamba-Nya yang beriman dimusuhi begitu saja. Hamba yang bertaqwa pada-Nnya, yang dido'ain oleh banyak orang, bahkan mungkin saja dido’ain oleh puluhan juta orang untuk di dzalimi oleh para manusia-manusia jahil. Manusia-manusia jahat, tamak, pendengki, maling, penipu, penzina, atheis, munafik dan kafir. Apalagi Anies adalah hamba Allah itu sangat memuliakan orang-orang miskin papa dengan kekuasaan yang ada di tangannya. Anies dapat membuktikan kepada kita semua bahwa dengan kekuasaan yang ada di tangan, dia membuat orang kecil yang miskin menjadi berada. Namun orang kaya juga tidak akan berkurang. Bahkan mereka tetap saja kaya Pemimpin yang adil itu, adalah salah satu dari tujuh golongan manusia yang berada di kursi VVIP-nya Allah SWT. Karena metreka mendapatkan perlindungan langsung dari Allah SWT, dikala yang lain tidak mendapatkan perlindungan tersebut. Jadi, janganlah coba main-main dengan pemimpin yang berpihak kepada orang kecil. Pemimpin yang amanah, adil, fathonah dan tablig. Tangannya akan sangat beracun bila dia diganggu. Apalagi sibuk untuk sana-sini untuk mencari-cari kesalahannya. Bakal berakibat sangat fatal bagi yang mendzalimi pemimpin seperti ini. Akan berurusan langsung dengan Tuhan, penguasa langit dan bumi. Semoga Bang Anies terus berkarya membahagiakan warganya. Juga selalu bekerja memajukan kotanya. Jadikanlah teriakan dan ulah para bani togog permanen tersebut sebagai cambukan untuk bekerja lebih keras lagi. Lebih berkarya, yang mendekati kesempurnaan. Kasihan kalau mereka nggak mengganggu Bang Anies, maka bisa makan apa mereka? dan bagaimana mempertanggung jawabkan itu duit itu sama Opung? Bisa ditembak kepala mereka oleh opung. Udah susah, apalag ditembak lagi kepala mereka. Pasti apes deh mereke. Melihat Bang Anies senyum-senyum saja batin mereka sudah tersiksa. Apalagi kalau dikejar-kejar lagi sama Opung. Pasti kuacian deeeeh mereka. Untuk itu, biarkan saja mereka berulah sesuka hati mereka. Toh pada akhirnya rakyatlah yang akan menilai hasil kerja bang Anies seperti apa. Bang Anies harus sabar, dan tetap istiqomah. Serahkan saja kepada Allah sebagai Penguasa Alam Semesta. Biarlah Allah menjadi hakimnya yang maha adil kepada mereka. Wallahu A'lam Bishawab... Penulis adalah Aktivis dan Ustadz Kampong

Anies Baswedan Sang Pahlawan Orang Tertindas

Oleh Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Nathaniel Kriehn, dari Leeds Beckett University, melemparkan pertanyaan "What is a hero?" dalam situs researchgate. Net. Situs yang mendapat tanggapan 27 intelektual, dari 27 kampus berbagai negara di dunia. Beberapa hal dalam setengah dialog tentang pahlawan di situ menunjukkan beberapa hal penting untuk disimak tentang siapa itu pahlawan. Pertama, pahlawan itu adalah "pahala wan", yang harus dibedakan dengan idol maupun "cultural icon". Pahala wan adalah orang baik atau berbuat baik atau "altruism" dengan mengorbankan kepentingan dirinya demi masyarakat. Kedua, pengertian ini akan mengalami distorsi dalam relasi terhadap perbedaan kultur, tempat dan waktu. Di Jerman, dulu misalnya pahlawan itu hanya dikaitkan dengan "warrior", alias pahlawan dalam perang. Ketiga, popular culture saat ini dapat menciptakan pahlawan dalam "fictional hero" yang ukurannya kadang dapat melebihi standar manusia biasa. Contoh Superman, maupun membalikkan persepsi hero (pahlawan), seperti Joker sebagai pahlawan kaum miskin kota melawan Batman. Dalam konteks Indonesia dan Hari Pahlawan saat ini, pahlawan yang kita definisikan adalah ala klasik. Yang merujuk pada pengorbanan seseorang untuk membela masyarakatnya, khsusunya rakyat kecil. Merujuk pada itu Sukarno dan para "founding fathers" adalah pahlawan sejati. Apakah ada pahlawan seperti yang kita bicarakan di atas? Setelah 74 tahun Indonesia merdeka, memang kita kesulitan mencari pahlawan. Pahlawan yang disodorkan dan dibentuk persepsinya oleh media bervariasi dari "fake hero", fictional hero, idol dan cultural icon." Fake hero adalah pahlawan palsu. Pahlawan palsu biasanya menjual sisi dirinya yang seolah-olah pro rakyat miskin. Hidup menderita, dengan pakaian dari kemeja sampai sepatu super murah. Berjanji berkerja untuk rakyat miskin, dan lain-lain. Sedangkan Fictional Hero atau Pahlawan Fiksi adalah ala komik superhero. Semua sisi hidupnya tidak ada salah. Sementara itu idol adalah simbol figur pujaan kontestasi, yang diinisiasi media mainstream. Sedangkan "cultural icon" menunjukkan seseorang dan sesuatu yang merepresentasikan sebuah budaya atau kebudayaan tersebut. Misalnya, jika ada elit nasional memakai blankon dan kostum Jawa, seolah2 dialah mewakili seluruh perasaan atau simbol Jawa. Bagaimana kita mengetahui seseorang itu hanya pahlawan palsu. Dia bukanla dari pahlawan yang sebenarnya? Penialian tentang hal ini hanya bisa dilihat dari konsistensi janji pemimpin tersebut, baik lisan maupun verbal terhadap realisasinya. Jika pemimpin-pemimpin tersebut berjanji membuat pemerintahan yang pro rakyat miskin. Tetapi yang memerintah mayoritas adalah orang-rang kaya, alais para taipan alias para konglomerat, maka bisa dipastikan bahwa orang miskin akan semakin miskin nantinya. Pahlawan palsu juga dapat didekati dengan persepsi baru terhadap sebuah konsep. Christopher Columbus, penemu Amerika abad ke 15, setiap tahun diperingati sebagai hero yang membawa keberkahan bagi orang2 eropa, sehingga bisa mendiami Amerika. Namun, saat ini persepsi tentang dia berubah karena perbuatan Columbus di masa lalu bukan dianggap kejahatan Kini dianggap kejahatan. Perbuatan dia itu, sebagaimana di ulas dalam history. com sebagai berikut. Pertama, menjadikan orang-rang asli Amerika (Indian) sebagai budak dengan kejam. Kedua, meng-Kristenkan mereka secara pakasa. Ketiga, membawa penyakit baru ke orang-orang Indian (the introduction of a host of new diseases that would have dramatic long - term effects on native people in the Americas). Karena telah berubahnya persepsi tentang perbudakan tersebut, maka pada beberapa negara bagian di Amerika seperti South Dakota, Florida, Hawaii, Vermont, New Mexico dan Maine, sekarang ini Columbus sudah dianggap sebagai penjahat. Dalam kecanggihan big data saat ini, mengenali seseorang dapat dilakukan dengan cepat. Orang-rang elit berbohong dapat diketahui karena big data akan memperlihatkan siapa mereka. Seorang pemilik korporasi, atau perjalanan hidupnya mayoritas dalam perusahaan, misalnya, pastilah menjalani prinsip kehidupan ekonomi "dengan modal sekecil-kecilnya untuk dapat untung sebesar-besarnya". Pemilik korporasi seperti ini dipastikan "mendahulukan untung duluan untuk kelompok bisnisnya. Baru setelah itu sisanya dibagi-bagikan kepada orang lain sebagai CSR". Tarakhir "market place" adalah satu-satunya ruang (dominan) untuk kehidupan di dunia. Jika orang-orang bisnis misalnya, katanya bekerja untuk kepentingan rakyat, itu sulit terjadi. Bukan tidak mungkin, hampir mustahil. Sehingga jika ada pejabat publik dari kalangan bisnis ingin jadi pahlawan, maka media atau kelompok-kelompok PR (propanda) harus bekerja ekstra keras. Menceritakan sisi tertentu terkait keuntungan yang diperoleh rakyat atas kehadiran dirinya. Ini adalah kerja pencitraan. Ketika mayoritas elit berkuasa di Indonesia adalah bagian oligarki kapitalis alias orang kaya, maka berharap adanya pahlawan untuk rakyat, jauh panggang dari api. Oligarki kapitalis ini bukan sekedar pemodal dibelakang layar, seperti satu dekade lalu, tapi sekarang tampil langsung menjadi penguasa. Lalu bagaimana rakyat miskin bisa mempunyai pahlawannya? Untuk itulah kita secara jeli melihat pemimpin yang terhubung dengan kepentingan rakyat. Dalam tulisan ini, kita kaitkan Anies Baswedan, yang sekarang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Mempertimbangkan Anies karena dua hal. Pertama, skala kekuasaannya. Kedua, karirnya ke depan. Skala kekuasaannya yang tunggal, melingkupi penduduk dua kali New Zealand atau Denmark secara solid, tidak seperti provinsi-provinsi lain. Selain itu, skala ekonomi yang dikendalikan, membuat ukuran kekuasan Anies sangat besar. Sementara itu karir Anies untuk menjadi presiden ke depan sangat terbuka luas. Berbagai survei menunjukkan Anies jauh di atas Prabowo untuk capres 2024 mendatang. Apakah Anies bisa disebut pahlawan? atau sekedar penguasa yang baik? Pahlawan adalah pilihan politik yang mengandung resiko. Bisa dinista, dihina, maupun diruntuhkan. Sedangkan penguasa yang baik, cukup dengan menjalankan agenda-agenda standar dan "governance". Ridwan Saidi, tokoh budayawan dan Betawi yang sangat senior, beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa Anies sedang berjuang dalam politik geografis-demografis. Penghentian reklamasi Jakarta, menurutnya, dilakukan Anies agar keseimbangan penguasaan teluk Jakarta dan komposisi penduduk yang mendiami daerah itu seimbang antara Pribumi dan Non Pribumi. Menurut Ridwan, politik seperti ini sangat langka. Hanya bisa ditemukan pada sosok yang dalam nilai perjuangannya bagi bangsa kita. Jadi, dari sisi ini Anies bukan sekedar ingin berkuasa. Tentu saja konsep politik Anies juga banyak yang mendasarkan kebijakannnya pada pilihan ideologis. Pilihan ideologis maksudnya adalah mengutamakan orang-orang miskin. Contohnya, kebijakan Anies dalam merestorasi kampung bersejarah yang dihancurkan di masa Gubernur lalu, seperti Kampung Aquarium. Anies bukan saja akan merestorasi tempat bersejarah, seperti makam bersejarah Luar Batang, tapi juga perkampungan penduduknya. Secara keseluruhan, konsep Anies diibaratkan "elevator" dalam menjelaskan mobilisasi vertikal masyarakat. Orang-orang kaya tidak berkurang kekayaannya. Tetap dapat naik menjadi kaya. Namun orang-orang miskin juga harus ikut menjadi kaya. Membangun infrastruktur, misalnya dapat menguntungkan kedua kelompok, kaya dan miskin. Namun, membagi porsi infrastruktur agar menjadi alat produksi orang miskin, seperti memberdayakan bagian trotoar buat PKL, secara "manageable", bukanlah konsep biasa. Melainkan sebuah konsep yang berbasis pada ideologis. Sebuah pemihakan kepada orang-orang kecil. Menurut Jeffrey Sach, pakar kemiskinan dunia. Memberi kaya orang miskin harus dilakukan dengan dua hal. Pertama "memberi pancing". Kedua, memberi juga ikannya. Anies sebagaimana Sach memberi pancing atau kail ketika membuka akses rakyat miskin pada aset atau capital. Pada saat yang bersamaa, Anies juga sekaligus memberi "ikan" nya melalui berbagai program subsidi. Pikiran Jeffrey Sach ini, di Indonesia, hanya bisa dijalankan oleh Anies Baswedan. Kenapa? karena dia tidak menjadi bagian oligarki kapitalis yang mencengkram semua lini kekuasaan saat ini. Penutup Hari ini adalah hari pahlawan. Pahlawan adalah pahala-wan. Manusia yang sejatinya ketika berkuasa bekerja semata-mata hanya untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan cukong. Dan Anies Baswedan sudah dua tahun bergerak mendorong keseimbangan ibukota. Agar orang kaya tidak mengontrol nasib rakyat Jakarta. Untuk agenda itu, Anies harus berhadapan dengan kekuatan oligarki kapitalis dan kaki tangannya yang selalu mencari celah menghancurkan karirnya. Namun, seperti tetesan air yang terus menerus menghancurkan batu cadas. Agenda Anies membangun Jakarta sekaligus kota dan rakyatnya, terus berhasil mendorong transformasi sosial yang baik. Orang-orang miskin semakin termanjakan dan fungsi sosial negara semakin dalam. Untuk itulah, kita yakin bahwa Anies Baswedan, meski para musuh mencari berbagai kesalahan. Namun tetap saja, sejatinya Anies adalah seorang pahlawan, khususnya pahlawan bagi kaum tertindas. Kaum marginal. Kaum miskin Jakarta. Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle

Pencalonan Wagub DKI, Anies Harus Bagimana?

Oleh Dr. Margarito Kamis Jakarta, FNN - Jabatan Wakil Gubernur DKI, tak terisi sejak Sandiaga Uno, Wagubnya Anies Baswedan meninggalkannya. Sandi meninggalkan Wagub DKI, karena mengikuti pilpres sebagai wakilnya Pak Prabowo. Sejak itu, sekali lagi, jabatan ini tak terisi. Sejak itu juga kekosongan pemangku jabatan ini muncul menjadi persoalan hukum dan politik. Siapa yang berhak mencalonkan wagub? Kapan harus diajukan, dan siapa yang berhak memilihnya? Semuanya sejauh ini terpola menjadi sepenuhnya politik. Yang sialnya, terlihat tak menemukan ujung final pemecahannya. Satu masalah muncul, dan sesudahnya disusul masalah lain yang jauh lebih rumit. Ahmad Syaiku dan Agung Yulianto yang telah disepakati Gerindra dan PKS. Dua gabungan partai pengusung nama ini untuk dicalonkan (Antara, 1/3/2019). Dua nama telah disampaikan kepada Gubernur Anies untuk diteruskan ke DPRD DKI. Entah bagaimana jalan pikiran Gerindra, pada bulan Oktober mereka mengusulkan, tanpa PKS tentu saja, empat nama lain. Mereka yang diusulkan itu adalah Arnest Lukman, Ferry Jullianto, Ahmad Riza Patria dan Saefullah (Detikcom, 09/11/2019). Fakta ini menarik dari semua sisinya. Tetapi itu bukan karena Saefullah adalah Sekretaris Daerah (Sekda) DKI. Juga Ketua TIM Anggaran Pemda DKI, sekaligus Plt Dinas Pendidikan. Dinas ini teridentifikasi dalam kisruh rancangan besaran anggaran pada KUA-PPAS DKI tahun angaran 2020. Benar-benar bukan karena itu. Tidak Sah Lain hukum, lain pula politik. Dalam hukum norma atau kaidah muncul ditempat paling awal sebagai penuntun. Juga sebagai pengendali dan pengarah tindakan-tindakan, termasuk tindakan politik. Hukum tak mengenal manufer. Manufer itu, begitu sering dikenali oleh ilmuan politik menjadi tipikal politik. Bukan hukum. Manufer tanpa kaidah hukum jelas liar. Setidaknya suka-suka. Itu karena panduan dalam manufer politik bersandar pada serangkaian fariabel. Misalnya kepentingan. Itupun fariabel didalamnya tidak tunggal. Faribelnya bisa berupa campuran antara kepentingan pribadi dan kelompok. Kelompok saya, kita atau bukan. Saya atau kita menang, untung atau saya atau kita kalah dan rugi. Hukum disisi lain tak begitu. Hukum memandu tindakan dan pertimbangan politik dengan norma. Sesuai atau tidak dengan norma. Tidak lebih. Politisi cerdas mengambil dan menggunakan panduan hukum itu. Merancang dan melakukan manufer politik juga dengan panduan hukum. Pada titik itu, politisi dalam kasus tarikan tanpa ujung pengisian jabatan Wagub. Itulah indahnya, berpijak. Memijaki panduan itu, politisi terutama Gerindra harus tahu lebih dari yang dituntut bahwa “pencalonan wagub” tidak bisa secara hukum, dilakukan terpisah. Tidak sah dua partai ini “Gerindra dan PKS” secara sendiri-sendiri atau terpisah-pisah satu sama lain mengajukan calon wagub. Sekali lagi, tidak bisa. Tidak ada hukumnya. Hukum yang tersedia saaat ini, yang memandu tindakan mencalonkan Wagub yang sedang tak terisi adalah UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Pasal 176 ayat (1) UU No 10 di atas tegas isinya. Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati dan Wakil Walikota berhalangan tetap, berhenti atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari partai politik/Gabungan Partai Politik Pengusung. Soal hukumnya adalah apakah Anies dan Sandi dicalonkan hanya, dalam arti secara terpisah-pisah oleh Gerindra atau hanya oleh PKS? Faktanya Anies dan Sandi dicalonkan oleh oleh gabungan Gerindra dan PKS. Oleh karena faktanya sejelas dan setegas seperti itu, maka hukumnya adalah baik Gerindra maupun PKS tidak bisa, dengan atau tanpa alasan apapun mencalonkan Wagub secara sendiri atau secara terpisah. Sekali lagi itu tidak bisa. Hukumnya adalah pencalonan yang dilakukan secara terpisah itu tidak sah. Apapun argumentasi yang disodorkannya. Sejauh pasal ini tidak berubah, maka sejauh itu pula kaidah pencalonan wakil gubernur DKI Jakarta tidak berubah. Konsekuensinya, suka atau tidak, dengan menggunakan demokrasi atau apapun namanya yang lain, termasuk kepentingan rakyat dan jumlah rakyat Jakarta, tidak sah. Sikap Anies Anies harus bersikap apa? Bila, sekali lagi, bila Gerindra dan PKS secara gabungan telah mengajukan Ahmad Syaiku dan Agung Yulianto ke Anies, maka hukum mewajibkan Anies meneruskan kedua nama itu ke DPRD untuk dipilih. Titik. Tidak ada sikap lain selain itu. Apakah Anies telah memenuhi kewajiban itu atau belum? Hukum tidak menyediakan landasan kepada Anies untuk memperhitungkan konfigurasi dan atmosfir politik di DPRD. Kewajiban hukum Anies adalah bila kedua partai ini telah secara bersama mengajukan calon Wagub, maka Anies wajib meneruskannya ke DPRD untuk dipilih. Hanya itu saja, titik. Apa konsekuensi yang timbul dan dipikul DPRD bila Anies telah mengajukan dua nama itu ke DPRD? DPRD, dengan atau tanpa alasan wajib dalam kesempatan pertama mengadakan rapat paripurna istimewa pemilihan Wagub. Tidak lebih dan tidak kurang. Apa hukumnya bila Tata Tertib pemilihan belum ada? Saya tak berani berspekulasi soal ini. Apakah DPRD sejauh ini tidak memilik Peraturan Tertib yang materi-muatannya mengatur tata tertib pemilihan Wakil Gubernur? Secara penalaran logis, jawabannya mesti ada. DPRD dengan alasan apapun, tidak dapat menolak, termasuk tidak bisa mengembalikan calon Wagub yang diajukan gabungan partai pengusung. Yang diserahkan oleh Gubernur ke DPRD. Kewajiban DPRD secara hukum, tidak lebih dan tidak kurang, mengadakan rapat paripurna istimewa untuk memilih wakil gubernur. Tidak lebih. Itu saja secara hukum. Haruskah DPRD membentuk Peraturan Tata Tertib baru yang khusus, terpisah dari Peraturan Tata Tertib yang ada, untuk dijadikan dasar pemilihan Wakil Gubernur? Tidak. Sama sekali tidak. Hanya ada satu peraturan tertib yang berlaku di DPRD. Karena DPRD periode 2019-2024 telah resmi bekerja, maka cukup beralasan menyatakan DPRD telah memiliki Peraturan Tertib. Masalahnya apakah soal-soal hukum yang menjadi penyebab yang melilit, dengan level kerumitan tak terhingga dalam urusan ini? Sejauh data yang bertebaran, yang dapat dicek secara objektif, cukup meyakinkan untuk menunjuk politik. Bukan hukum yang menjadi masalah terbesarnya. Politik, sekali lagi, menjadi masalah terbesarnya. Sayangnya kearifan dan kebijaksanaan politik politisi yang diminta hukum untuk digunakan dalam urusan ini tersembunyi. Entah dimana sembunyinya. Dengan mantel yang bentuknya terlampau rumit untuk dibayangkan. Bila mantelnya adalah ketentuan hukum yang menyatakan kekosongan kursi Wagub kurang dari 18 bulan tak perlu terisi, jelas bukan mantel yang benar, alias salah secara hukum. Waktu 18 bulan itu dihitung sejak jabatan itu kosong. Bukan sejak atau karena prosesnya rumit, memakan waktu berbulan-bulan. Sehingga mengakibatkan waktu tersisa kurang dari 18 bulan. Dalam kasus kekosongan jabatan Wagub DKI, hukumnya adalah pemilihan wakil gubernur wajib dilakukan sekalipun waktunya tersisa sebulan. Tetapi di atas semua itu, satu hal menarik sedang bicara dengan tipikalnya. Siapa bermain dibalik kerumitan tak berkesudahan ini. Hantu? Tidaklah. Ah rumit itu. Sudahlah lupakan itu. Menariknya tidak terdengar suara pemerintah pusat dalam urusan ini. Entah menikmati dengan nada apapun kekisruhan ini atau tidak, tetapi sikap diam pemerintah pusat mengundang tanya. Jangan diam. Bicaralah. Elok dan manis sekali bila Menteri Dalam Negeri mau bicara. Mengenali dan mengelola masalah ini. Dengan kapasitas sebagai pembina pemerintahan daerah. Saran saya kepada Menteri Dalam Negeri masuk dan selesaikanlah. Bila berkenaan, rangsanglah dengan intensitas tinggi Pemda –Gubernur dan DPRD. Hidupkan kearifan mereka menyudahi praktek tak bagus dan konyol ini. Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate

Akankah Papua Mekar Lagi?

Oleh Dr. Margarito Kamis Jakarta, FNN - Papua, negeri diujung Timur Indonesia itu, sebelum reformasi menggulung banyak hal. Bernama Irian Jaya. Nama ini tidak mungkin, dengan alasan apapun dilepaskan dari almarhum Pak Frans Kaisepo, putra asli Papua juga. Pak Frans melakukan itu hampir bersamaan dengan negara ini diproklamasikan. Pak Frans, tentu dengan semua kehormatan yang disandangnya sebagai manusia, dan sebagai pejuang, harus ditunjuk sebagai pemberi nama itu. Negeri Papua juga punya cerita yang terjalin khas dengan Kesultanan Tidore, Seram dan Kesultanan Ternate. Jejak-jejak kecilnya, untuk beberapa masih terlacak dalam sejarah yang terekam. Kalana, yang menurut Rosmaida Sinaga semakin ke timur terucap korano yang berarti raja. Kata ini terambil dari kata kolano (bahasa Tidore) yang berarti raja. Masih menurut Rosmaida, di kepulauan Raja Ampat (Waigeo, Salawati, Misool dan Waigama) dan empat kampung (Rumbarpon, Rumbarpur, Rumansarai, dan Angkaradifu), Sultan Tidore mengangkat para tetua atau kepala adat penduduk. Mereka berfungsi sebagai perantara untuk mengutip pajak dan upeti lainnya dari penduduk, lalu menyetorkan ke Sultan Tidore. Tidore di Papua, dan Papua sendiri akhirnya menemukan kenyataan lain. Belanda memperlihatkan watak ekspolitatifnya. Pada 24 Agustus 1828 Belanda, diwakili Komisaris J.A Delden memproklamirkan kepemilikan Sri Baginda Raja Belanda atas seluruh wilayah bagian Barat Nieuw Guniea, kecuali wilayah yang menjadi hak kesultanan Tidore. Delden, sesudah proklamis itu bergerak lebih jauh. Delden mengadakan perjanjian dengan tiga pimpinan Papua. Mereka adalah Raja Namatote, Raja Lakahia dan orang Kaya Lobo dan Marawa. Imbalannya Belanda memberikan perlindungan terhadap para Raja. Para Raja menerima sebuah akta pengangkatan, sebuah tongkat perak dan sehelai kain merah sebagai tanda jabatan dari pemerintah Belanda. Perbedaan Tetapi dalam perjalanannya yang bergelombang, terlihat nama Papua lebih disukai orang Papua daripada Irian Jaya. Disepanjang jalan politik yang bergelombang itu juga, Papua berubah secara administrative, dari hanya satu provinsi menjadi dua. Provinsi Papua dan Papua Barat. Kelak mungkin juga akan bertambah lagi dengan dibentuk provinsi baru. Entah apa namanya. Hasrat menambah lagi provinsi disepanjang Papua masih terus hidup. Khas hasrat berdimensi politis. Gagasan ini menemukan jalan sampai ke Istana Presiden. Sejumlah orang, entah diprakarsai atau hal lainnya, menemui Presiden Jokowi. Dalam pertemuan yang selalu langka untuk sejumlah alasan itu, 61 tokoh dan mahasiswa Papua di Istana Negara menyajikan gagasan pembentukan provinsi baru. Presiden menyambutnya. Kepada Kementerian Dalam Negeri, segera setelah itu Presiden Jokowi memerintahkan segera mengecek terkait UU atas aspirasi para tokoh Papua (republika.co.id 10/9). Menariknya gagasan pembentukan provinsi bukan gagasan tunggal dalam pertemuan itu. Para tokoh ini juga menggagas pembentukan Badan Nasional Urusan Tanah Papua, dan penempatan pejabat eselon satu dan eselon dua di Kementerian dan TPMK (republika.co.id 11/9/2019). Akankah aspirasi para tokoh mahasiswa dan masyarakat di atas segera direalisasikan? Itu soalnya. Mengapa? Realitasnya tidak tunggal. Kelompok pendukung pemekaran, dalam kenyataannya berdampingan dengan kelompok penolakan pemekaran. Mereka cukup jelas, menolak pemekaran. Laurenzus Kadepa dan Selpius Goo misalnya jelas menolak pemekaran. Bagi Laureszus pemekaran akan menghancurkan keutuhan yang telah lama terjalin di Papua. Bagi Laurenzus, ide ini berasal dari intelijen. Menurutnya, ada kepentingan politik. Dalam nada yan sama Selpius Goo, menegaskan pemekaran tidak dibutuhkan masyarakat. Yang dibutuhkan adalah pemberdayaan masyarakat disegala bidang. Ketika masyarakat tidak diberdayakan, mereka akan tersisi dari segala bidang (Suara Papua.com, 5/11/2019). Menariknya, Matius Awoitauw, Ketua Asosiasi Kepala Daerah Tanah Tabi, punya pandangan berbeda. Dengan nada yang khas, menurut Matius, penolakan pemekaran merupakan pendapat pribadi. Penolakan ini, lanjut Matius, yang dilayangkan atas nama Majelis Rakyat Papua (MRP) oleh Ketua MRP Timotius Murib diyakini tak mewakili lembaga. Dalam perencanaan Pemerintah Provinsi Papua, Matius dengan langgam teknokratis menegaskan telah mengatur seperti itu (medcom.id, 5/11/2019). Matius tidak sendirian. Ada Isaias Douw, Bupati Kabupaten Nabire. Ini sayap lain yang senada. Nada mendukung pembentukan Provinsi baru itu nyata, nyaring terdengar dalam pertemuannya dengan Panitia Khusus Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang diketuai Filep Wamafma, anggota DPD dari Provinsi Papua Barat. Isaias mengemukakan adanya keinginan masyarakat di wilayah adat Mee Pago untuk mengaktifkan kembali UU Nomor 45 Tahun 1999 dengan kesepakatan Ibu Kota Provinsi Papua Tengah di Kabupaten Mimika (Hidayatullah.com, 6/11/2019). Tekad Membaja Bagaimana menemukan jalan indah yang melegakan ditengah dua hasrat yang terlihat berbeda itu? Itu pekerjaan yang, dengan segala kepelikan di dalamnya harus dijalani. Semua yang terlihat beda pada setiap sayapnya itu, suka atau tidak, harus diurai sebaik yang bisa. Tentu agar dapat disajikan sebuah modus pemecahan manis demi kesentosaan semua ummat manusia di Papua. Papua yang diakhir abad ke-19, setidaknya pada tahun 1893 sempat dikendalikan oleh keresidenan Ternate. Kala itu keresidenan ini dipimpin oleh Horts, memilih Manokwari sebagai pusat kontrolir. Itu dulu, lain dengan sekarang. Papua Mutakhir sejauh ini terlihat berbeda. Hasrat menghadirkan lagi satu provinsi harus berhadapan dengan hasrat sebaliknya, tidak perlu. Apakah hasrat ini harus direspon sepenuhnya secara teknokratis atau politis? Penglihatan tipikal mata elang, terlihat diperlukan dan harus diketengahkan. Tetapi apaun itu wacana pembentukan provinsi Papua Tengah dan Papua Selatan, sejauh ini memperlihatkan garis sejarah yang bersambung. Menurut Rosmaida, tahun 1898 Belanda menyetujui biaya untuk menegakan pemerintahan di Nieuw Guinea. Penegakan pemerintahan ini dituangkan dalam Keputusan Gubernur Jendral 5 Februari 1898 Nomor 5. Keputusan membagi keresidenan Ternate dan sekitarnya menjadi 10 wilayah. Wilayah Nieuw Guinea dibagi menjadi dua afdeling. Wilayah bagian utara disebut Afdeeling Noord Nieuw Guinea (afdeling Nieuw Guinea Utara) dan bagian Barat dan Selatan disebut Afdeeling West en Zuid Nieuw Guinea. Kedua afdeeling ini dijadikan bagian dari keresidenan Ternate. Sejarah memang cukup sering mendatangkan kearifan. Walau terlalu sering diabaikan, entah karena para politikus. Menghadirkan provinsi baru, entah berapa di pulau manis ini atau mengabaikannya, lalu tenggelam ke dalam pembangunan sumberdaya manusia? Kearifan, betapapun sering diabaikan, selalu menjadi panggung paling manis untuk mempertemukan, mencairkan perbedaan-perbedaan. Melangkah ke depan menggapai esok yang memukau, yang telah menjadi fitrah setiap anak manusia, selalu meminta pengertian lebih. Tidak selalu harus sama dengan melupakan semua yang dulu atau menguburkannya, tetapi membiarkan dimensi tertentu yang dulu memukau, mesti diambil. Langkah ini berat. Tetapi hasrat yang membatu bisa muncul menjadi jawaban final. * Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate

Saefullah Biang Kerok Dibalik Mundurnya Dua Pejabat DKI

Oleh M. Juhariyanto Jakarta, FNN - Cerita lem aibon senilai Rp 82,8 miliar tidaklah berdiri sendiri. Publik hanya tahunya akibat dari viralnya data Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk RAPBD DKI Jakarta 2020. Buntutnya dua pejabat teras DKI Jakarta, yaitu Kepala Bappeda Sri Mahendra Satria Irawan dan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudaan Edy Junaedi mengundurkan diri. Media massa kemudian menggoreng informasi lem aibon tersebut. Kedua pejabat teras Pemda DKI lalu dikait-dikaitkan dengan keanehan KUA PPAS RAPBD DKI Jakarta 2020. Karena kedua pejabat tersebut merasa bersalah atas ketidakbecusan penyusunan anggaran di SKPD yang dipimpinnya. Mereka bedua memutuskan untuk mengundurkan Dua bawahan Anies ini memilih mundur dari jabatannya. Hebat dan berkelas keputusan yang dibuat mereka berdua. Kepala Dinas Pariwisata Edy Junaedi, dikabarkan mengundurkan diri karena alokasi angaran Rp 5 miliar untuk menyewa jasa influencer dalam kegiatan promosi pariwisata DKI. Secara kasat mata, dari aspek tanggungjawab jabatan, kekisruhan KUA-PPAS RAPBD DKI Jakarta ini ada pada Sekretaris Daerah (Sekda) Saefullah. Sekda yang diangkat oleh Basuki Tjahaja Purnama itulah biang keroknya. Apalagi dari paparan KUA-PPAS oleh Gubernur Anies Baswedan, yang videonya diunggah di media massa, banyak keganjilan di Dinas Pendidikan, yang juga menjadi tanggungjawab Saefullah selaku Ketua Tim Perancangan Anggaran Daerah (TPAD), Kepala Dinas Pendidikan PLT-nya adalah Saefuloh Hidayat. Tentang mundurnya dua pejabat DKI tersebut, sumber FNN menyatakan, karena adanya tekanan dari Sekda Saefullah. Publik memang sudah sangat faham, bahwa hubungan antara Sekda Saefullah dan Kadisparbud Edy Junaedi memang tidak akur. Pasalnya, Edy Junaedi banyak mengetahui sepak terjang Saieullah di balik kisruh reklamasi teluk Jakarta. Sosok di balik kisruh reklamasi di akhir jabatan Gubernur DKI Djarot Syaiful Hidayat adalah Saefullah yang masih menjabat Sekda. Saifullah masih bercokol, sejak transisi terpilihnya Anies Baswedan-Sandiaga Uno, sampai sekarang. Walau demikian Saefullah sering tidak sejalan dengan Edy Junaedi yang ketika itu Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP). Para pengembang reklamasi melalui orang kuat Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan memaksa agar Kadis PMPTSP Edy Junaedi harus mengeluarkan izin terkait pulau reklamasi. Yang sangat dibutuhkan adalah terbitnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) lahan di pulau reklamasi. Namun rupanya Edy Junaedi tidak bergeming untuk mengeluarkan IMB. Edy Junaedi beralasan, masih terlalu banyak persyaratan yang belum terpenuhi untuk keluarnya IMB pulau reklamasi. Kalau dipaksakan untuk keluarkan IMB, dipastikan menyalahi peraturan perundangan yang berlaku. Itu sudah terbukti di pengadilan. Sikap Edy Junaidi yang tidak mau mengeluarkan IMB pulau reklamasi ini diketahui oleh hampir semua anak buahnya di Dinas PMPTSP. Pemaksaan dan tekanan agar Dinas PMPTSP keluakan IMB pulau reklamasi dilakukan dengan berbagai cara. Termasuk juga menyiapkan uang lelah atau sogokan, entah berapa besarnya. Dananya diambil dari berbagai jalur. Bahkan satu di antara pimpinan DPRD DKI Jakarta periode sekarang ikut menyarankan kepada Edy Junaedi untuk mengambil uang sogokan yang disiapkan. Edy Junaedi benar-benar dipaksa mengeluarkan IMB pulau reklamasi. Termasuk menggunakan dana yang telah disediakan dari berbagi unsur. Untuk ongkos lelah staf PMPTSP yang bekerja menyiapkan berkas IMB pulau reklamasi. Sayangnya Edy Junaedi menolak ajakan tersebut. Mereka yang berkepentingan dengan izin pulau reklamasi, rupanya tidak tinggal diam menghadapi sikap Edy Junaedi yang menolak uang sogokan. Akibatnya, uang itu dialihkan kepada jajaran Sekda. Targetnya Sekda dan jajarannya yang menyiapkan berkas-berkas perijinan, sampai surat yang tinggal ditandatangani Gubernur Djarot Syafil Hidayat atau cukup Kepala Dinas PMPTSP Edy Junaedi “Kabarnya teman-teman di jajaran Sekda DKI mendapat uang tidak sedikit untuk mengerjakan atau menyiapkan berkas izin pulau reklamasi. Persyaratan izin pulau reklamasi itu disiapkan dan dikerjakan di Sekda. Bukan oleh di Dinas PMPTSP, ” ujar sumber, ASN DKI Jakarta sebelum pelantikan Anies-Sandi. Setelah semua berkas pulau reklamasi siap, giliran Gubernur DKI Djarot tidak mau ambil risiko. Djarot tidak mau tandatangani ijin pulau reklamasi yang sudah disiapkan jajaran Sekda. Sehingga detik-detik menjelang pelantikan Anies-Sandi, Djarot perlu “melarikan” diri ke Labuan Bajo. Djarot rela tidak hadiri serah terima jabatan Gubernur DKI kepada Anies-Sandi untuk menghindari resiko. Akibatnya, orangnya Opung mencari-cari Edy Junaedi. Mereka mencegat Edy di kantornya. Edy selalu menghindar dari kejaran mereka. Edy “diamankan” oleh seorang penolong di sebuah apartemen di Jakarta. Edy juga dizinkan dinas ke luar negeri, sampai dengan Anies-Sandi dilantik. Tarif Jabatan Saefullah yang diperpanjang jabatannya oleh Anies sebagai Sekda selama lima tahun ke depan, rupanya belom cukup. Saufullah bersama staf Urusan Pemerintahan yang berinisial “R”, ASN Pemda DKI Jakarta mulai ramai diperbincangkan terkait adanya jual beli jabatan. Meski sulit dibuktikan, namun asapnya mulai kelihatan, sehingga Saefullah perlu membantahnya. Sekda DKI ini memastikan tidak ada jual beli jabatan di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Dengan posisi sebagai Sekda, Sefullah otomatis adalah Ketua Badan Pertimbangan Jabatan (Baperjab). Saifullah yang paling bertanggung jawab dalam perombakan pejabat di DKI. "Saya jamin, sama sekali tidak ada permainan uang yang berkaitan dengan mutasi jabatan. Jadi jangan fitnah. Kalau ada bukti, silahkan sebutkan saja. Nanti akan kami kejar," kata Saefullah ditemui di Senayan, Jakarta Pusat, Februari lalu. Sebelumnya, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD DKI Jakarta, Hasbiallah Ilyas menyatakan menerima keluhan soal adanya tarif untuk jabatan Lurah. Bukan itu saja. Tarif ini berlaku untuk jabatan lain dalam perombakan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Info di bawah begitu. Berapa besarnya tariff untuk setiap jabatan belom dikehui. Namun banyak keluhan dari para Lurah soal tarif ini," ujar Hasbiallah Ilyas. Selain tarif untuk jabatan lurah, Hasbiallah juga menyebut ada juga tarif untuk jabatan Camat. Copot Saefullah Keganjilan anggaran hasil review internal oleh Gubernur Anies Baswedan dalam video yang berdurasi satu jam enam menit lebih itu, terjadi pada sejumlah anggaran alat tulis kantor. Rincian yang janggal adalah anggaran bolpoin Rp 635 miliar, tinta printer Rp 407,1 miliar , terdiri dari 116 jenis komponen Sedangkan anggaran kertas jenis F4, A4, folio adalah Rp 213,3 miliar. Dari jumlah itu, yang terbanyak jenis kertas F4 senilai Rp 205 miliar. Selian itu. anggaran untuk buku folio Rp 79,1 miliar. Sementara anggaran untuk pita printer adalah Rp 43,2 miliar Pengadaan balliner menghabiskan anggaran Rp 39,7 miliar, dan kalkulator bakal menyita Rp 31,7 miliar. Pembelian penghapus cair Rp 31,6 miliar, rotring Rp 5,9 miliar, dan film image Rp 5,2 miliar. Pengadaan, Ighlighter atau stabillo Rp 3,7 miliar. Sebut saja rotring, pena gambar yang sekarang sudah jarang digunakan karena ada program komputer drawing. Berbeda dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang memviralkan anggaran influencer di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sebesar Rp 5 milyar. Begitu juga dengan anggaran pembangunan jalur sepeda Rp 73,7 miliar di Dinas Perhubuingan. Ada juga anggaran lem aibon Rp 82,8 miliar, bolpoin Rp 124 miliar dan komputer Rp 121 miliar. Ketiga mata anggaran terakhir yang besar-besar ini berada di Dinas Pendidikan DKI Jakarta, yang Plt-nya adalah Saefuloh Hidayat. Sedangkan, terkait dengan dana influencer, Kadisparbud Edy Junaedi menyatakan, anggaran Rp 5 miliar bukan hanya untuk biaya influencer. "Saya luruskan ya. Anggaran itu bukan satu influencer Rp 1 miliar. Sebab di dalamnya itu ada macam-macam. Ada juga belanja event dan biaya publikasi. Kegiatan tersebut sudah dilakukan bertahun-tahun.. Namun, anggaran itu akhirnya dicoret dari rancangan KUA-PPAS 2020 pada awal Oktober lalu, dan dialihkan untuk anggaran balap mobil listrik Formula E 2020, ujar Edy Junaedi. Lepas dari sistem e-budgeting yang memang perlu diperbaiki. Khusus untuk keganjilan KUA-PPAS seperti di atas, seharusnya yang lebih pantas untuk mengundurkan diri Saefullah dari jabatan Sekda. Karena Sekda yang punya tanggungjawab penuh atas penyusunan KUA-PPAS. Apalagi Saefullah adalah penanggungjawab semua SKPD, termasuk Plt Kepala Dinas Pendidikan yang mata anggarannya banyak sekali keanehan dan keganjilan. Keanehan itu patut diduga kemungkinan punya keterkaitan dengan reklamasi dan jual beli jabatan. Bahkan sangat mungkin juga terkait dengan anggota DPRD dari PSI. Anggota dewan yang memviralkan anggatan lem aibon Rp 82,8 milyar. Sangat kasat mata Saefullah bermain dan merajalela. Bila tidak mundur, sebaiknya Anies mencopotnya. (end) Penulis adalah Wartawan Senior

E-Budgeting DKI Memang Payah

Bekerjalah dengan sungguh dan selalu riang Mas Anies. Senangkanlah orang-orang kecil itu dengan rasa keadilan. Dengan keberpihakan yang nyata dan terukur. Datangkanlah senyuman kepada mereka di sepanjang hari. Sepanjang mereka berada di lorong-lorong, dan di gang-gang. Oleh Dr. Margarito Kamis Jakarta, FNN - Anies Rasyid Baswedan, terkenal sebagai pria yang santun dengan tutur kata. Anies juga lembut, sangat terukur dan ternalar dalam ucapannya. Sanking terukur itu, sampai menurut Pak Zufkifli Hasan, mantan Ketua MPR, Anies adalah gubernur rasa presiden. Entah karena, rasa itu atau bukan. Namun yang terlihat belakangan ini, Anies cukup sering menjadi sasaran kritik hanya untuk hal yang sebenarnya lucu-lucu. Misalnya, kritik atas rencana anggaran lem aibon dan pulpen, yang lucu selucu-lucunya. Tetapi menjadi menarik. Karena laki-laki penyandang gelar PhD ini menyongsong, menerima dan merespon sejauh yang bisa menjadi cirinya. Selalu saja dengan perspektif yang khas. Kalimatnya, yang tertata penuh nalar dan emosinya yang terjaga. Dalam isu “lem aibon” yang tak masuk akal itu, Anies pria yang berperhitungan jauh. Dia begitu detail dalam meresponsnya. Begitulah cara dia. Salah Memahami Aanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta untuk tahun anggaran 2020, belum ditetapkan oleh DPRD dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Perda DKI tentang APBD untuk tahun 2020, sampai hari ini, juga belum ada. Itu jelas, dan bukan mengada-ada. Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS), bukanlah anggaran. Bila KUA-PPAS mau dilihat dari sudut pandang hukum. Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) dan Dokumen Pelaksanaan Anggara (DPA) SKPD juga pasti belum ada. Tidak ada satupun ketentuan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, yang mengategorikan KUA-PPAS sebagai anggaran. Itu sebabnya, dilihat dari sudut pandang hukum keuangan negara, kebijakan rencana anggaran yang dituangkan dalam KUA-PPAS, sekali lagi, tidak memiliki sifat dan kapasitas hukum sebagai anggaran. Itu sangat jelas dan pasti. Tidak butuh penafsiran yang macam-macam. KUA-PPAS yang telah dibahas dan disepakati bersama Pemrov dengan DPRD, dituangkan dalam Nota kesepakatan berasama Pemrov dan DPRD. Nota ini harus ditandatangani pada waktu yang bersamaan. Nota inilah yang menjadi dasar bagi Pemprov dalam penyusunan RKA-SKPD. Setelah KUA-PPAS ditandatangani, Sekertaris Daerah sebagai Ketua TIM Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menyiapkan rancangan Surat Edaran tentang Pedoman penyusunan RKA-SKPD. Isinya mencakup prioritas pembangunan daerah dan program atau kegiatan. Misalnya, RKA-SKPD mengenai alokasi plafon anggaran sementara untuk setiap program atau kegiatan. Selain itu, analisis mengenai standar belanja dan standar satuan harga barang yang akan dipergunakan. Berbekal itulah kepala SKPD menyusun RKA-SKPD. Sudah jadikah APBD tersebut? Tidak juga. RKA-SKPD itu harus disampaikan lagi ke Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) untuk diteliti. Setelah diteliti, barulah disetujui oleh TAPD. Bila RKA itu telah sesuai dengan KUA-PPAS, prakiraan maju pada RKA-SKPD tahun berjalan. Disiapkan juga dokumen perencanaan lainnya, termasuk rencana anggaran dengan standar analisis biaya, standar satuan harga. Juga kelengkapan kinerja, proyeksi prakiraan dan sinkronisasi program dan kegiatan antar RKA-SKPD. Semua itu dijadikan lampiran rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD dan dibahas bersama-sama dengan DPRD. Setelah semuanya beres, barulah Rancangan Peraturan APBD disampaikan kepada DPRD. Untuk selanjutnya dibahas bersama. Kemudian disetujui bersama, dan ditetapkan bersama menjadi Peraturan Daerah DKI Jakarta tentang APBD tahun 2020. Apakah dengan selesainya Peraturan Daerah tentang APBD DKI tahun 2020, dari aspek hukum, SKPD telah dapat melaksanakan APBD tersebut? Ternyata belum bisa juga. Sebab masih harus diserahkan dulu kepada Kementerian Dalam Negeri untuk diteliti. Taruhlah Kementerian Dalam Negeri menyetujui APBD yang telah diperdakan itu. Apakah demi hukum APBD serta-merta dapat dilaksanakan? Lagi-lagi belom bisa juga. Sebab Kepala SKPD masih harus menyiapkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD. DPA SKPD tersebut harus diteliti lagi oleh PPKD, dengan persetujuan Sekretaris Daerah. Setelah dievalusi oleh TAPD, barulah diterbitkan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD. Setelah selesai tahapan ini, barulah APBD bisa dilaksanakan. Pada tahap ini barulah bicara mengenai anggaran. Misalnya, berapa besar anggaran untuk “lem aibon dan pulpen.” Pada tahap inilah baru angka angggaran menjadi fix. Angka ini mempunyai nilai, kapsitas dan resiko hukum, sehingga sudah dapat dibelanjakan. Sepanjang belum ada dokumen pelaksanaan anggarannya dari SKPD, maka APBD yang telah disahkan itu tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk belanja. Begitulah seharusnya membaca, memperlajari dan memahami tata urusan perundang-undangan mengenai penggunaan APBD DKI Jakarta tahun 2020 Perbaiki Sesuai Hukum Begitulah panduan singkat nilai, norma dan standar teknis penyusunan RAPBD. Soalnya apakah “puluhan bahkan, ratusan milyar rupiah untuk belanja lem aibon dan pulpen yang lucu, aneh dan ajaib itu” telah disusun sesuai nilai, norma dan standar di atas? Pasti tidak, atau belum sesuai. Angka-angka besaran nilai anggaran yang tertuang dalam sistem elektronik budgeting itu, pasti bukan angka otoritatif. Pasti juga bukanlah angka yang telah disetujui bersama-sama antara Pemerintah Daerah dengan DPRD DKI Jakarta. Bagaimana mungkin sistem e-budgeting Pemprov DKI bisa menerima angka-angka konyol itu? Apakah sistem ini dirancang untuk hanya menampung materi-materi KUA – PPAS dari Pemprov saja? Apakah sistem ini tidak dirancang untuk memasukan KUA-PPAS yang telah dibahas dan disetujui bersama-sama antara Pemerintah Provinsi dengan DPRD DKI? Apakah e-budgeting juga tidak memasukan RKA-SKPD yang telah dibahas dan disetujui bersama Pemprov DKI dengan DPRD? Apakah e-budgeting juga tidak menampung DPA-SKPD? Bagaimana mungkin sistem itu tidak dapat menunjukan perbedaan angka yang dirancang dan angka yang telah ada pada DPA? Bila begini nyatanya, maka sistem ini betul-betul tak layak. Malapetaka yang sangat fatal. Menariknya, ruang rancangan APBD dengan segala lapisan teknisnya berhimpit, dan bercampur dengan politik. Campurannya, terlepas dari deteilnya, menjadi ruang yang sudut-sudutnya beragam dan menggairahkan. Seperti tabiat bawaannya, gairah akan membawa siapapun kemanapun yang dikehendaki. Acapkali membawanya tergulung dalam gelombang mematikan. Memuluskan jalan kawan menuju puncak politik di satu sisi, dan mematikan lawan disisi lain bisa muncul dalam ruang tarung politik RAPBD, dimanapun. Anies, pernah ramai dirumorkan di detik-detik akhir pendaftaran capres-cawapres kemarin, sebagai cawapres Prabowo. Mungkin Anies masih teridentifikasi sebagai sosok yang berpeluang luas di 2024. Terlalu mahal, tentu saja, untuk disepelekan. Politik memang tidak melulu bertalian dengan citra. Tetapi merusak citra lawan adalah tabiat klasik dalam politik. Menutup semua kesempatan yang memungkinkan pesaing memperoleh, memupuk dan memperbesar citra manis, harus dikerjakan dengan sesistimatis dan seawal mungkin. Itu cukup sering terlihat sebagai hal biasa. Sudahlah Mas Anies. Terimalah semua itu sebagai bagian problematis yang terwariskan dari sistem e-budgeting ini. Perbaikilah semua itu. Adaptasikan, dan sesuaikan dengan prosedur hukum tahapan pembentukan RAPBD sampai menjadi APBD. Pastikan perbaikannya, sehingga sistem ini dapat menunjukan dengan terang-benderan semua informasi, sejak perencanaan anggaran hingga anggaran dalam DPA-SKPD. Bekerjalah dengan sungguh dan selalu riang Mas Anies. Senangkanlah orang-orang kecil itu dengan rasa keadilan. Dengan keberpihakan yang nyata dan terukur. Datangkanlah senyuman kepada mereka di sepanjang hari. Sepanjang mereka berada di lorong-lorong, dan di gang-gang. Mas Anies, datanglah kesana untuk menemui mereka. Sapalah mereka dengan senyumanmu yang khas itu. Bikinlah mereka agar selalu tersenyum, meskipun kehidupan mereka masih pas-pasan, bahkan serba kekurangan. Matahari dan rembulan ada dalam doa mereka. Gapailah doa itu bersama mereka. Mengalirlah terus dengan tatapan yang menyejukan, dan wajah bersih itu. Wajah yang selalu dibasah dan dibasuh dengan air wudhu. Jaga silaturrahimlah yang terus-menerus dengan semua orang. Termasuk dengan lawan sekalipun “bila ada”. Jangan pernah minta simpati. Jangan juga minta dimengerti dan dipahami. Jadilah pemasar kebaikan dan keadilan yang tanpa batas. Biarkan roda kebaikan dan kedashatan doa orang kecil itu berputar memimpin dirimu. Doa yang membawa dan mengemudikan takdirmu. Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate

Menyoal Keharmonisan Gubernur & Wakil Gubernur Maluku

Memanasnya hubungan dua pejabat ini, akan turut memanaskan suasana batin di jajaran birokrat. Pengalaman membuktikan, polarisasi politik akan makin kentara jelang pemilihan periode berikutnya. Karena masing-masing kubu akan berupaya berebut pengaruh. Kalau sudah bergini, lagi-lagi pelayanan publik akan dikorbankan. Oleh M. Ikhsan Tualeka Jakarta, FNN - Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno protes keras. Protes itu terkait nama Wagub Orno yang tidak dalam daftar nama-nama pejabat yang harus disebutkan oleh Gubernur Maluku Murad Ismail dalam sambutan saat peresmian Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) dr. J. Leimena yang juga dihadiri oleh Menteri Kesehatan Nila Moeloek, pada tanggal 16 Oktober 2019. Orno merasa tidak dihargai. Karena hal seperti ini sudah sering terjadi. Orno menuding Biro Humas dan Protokoler Pemerintah Provinsi Maluku gagal menjalankan tugas. Akibatnya, dapat menyebabkan keretakan hubungannya dengan Gubernur. Tidak ada nama Wagub di daftar yang harus disebutkan dalam sambutan Gubernur menjadi pertanda ada birokrasi yang tidak beres di protokol dan humas. Mereka bisa saja lelet atau ada persoalan yang lain. Harusnya ditelusuri apa saja penyebabnya Jika benar ada kesalahan di internal, maka mereka harus segera dievaluasi. Namun evaluasinya tidak perlu diungkapkan ke publik. Karena publik akan cenderung membaca situasi ini sebagai sinyal bahwa ada yang kurung beres di internal pemerintahan. Sebenarnya bukan hanya soal penyebutan nama dalam sumbutan Gubernur. Meski baru seumur jagung, Murad dan Orno sudah sering terlihat kurang senyawa. Perbedaan pandangan diantara mereka yang sering mengemuka ke publik. Misalnya, soal legalisasi minuman sopi adalah salah satu adegan yang bisa direkam publik. Masyarakat bisa menganggap kalau mereka bedua kerap berada pada perspektif yang berbeda dalam melihat satu persoalan. Sejumlah rumor lain turut mempertegas dan mengkonfirmasi adanya disharmoni itu. Sebenarnya ini situasi yang tak begitu mengagetkan. Bila dibandingkan dengan melihat trend hubungan relasi kepala daerah di berbagai tempat. Umumnya hubungan Kepala Daerah dan Wakilnya sudah tidak harmonis di awal-awal masa jabatn Berdasarkan dara dari Kementrian Dalam Negeri RI (2015), tercatat sekitar 75 persen pasangan kepala daerah (Bupati dan Wakil Bupati/Wali Kota dan Wakil Wali Kota ataupun Gubernur dan Wakil Gubernur) di Indonesia hubungan kerjanya tidak harmonis. Dampaknya sangat mempengaruhi kinerja pembangunan di daerah tersebut. Bila hubungan kedua kepala daerah harmonis, maka kinerja pemerintahan akan berjalan maksimal. Daerah tentu saja akan semakin maju. Guna mengantisipasi hal seperti ini, sebenarnya pemerintah telah berupaya dengan menyodorkan pilihan pada draf awal UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam draf awal Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut, hanya Wali Kota/Bupati dan Gubernur saja yang dipilih dalam pilkada. Sedangkan wakilnya adalah dari kalangan birokrat. Namun tawaran itu kandas, karena ditolak oleh kalangan DPR. Pengalaman di sejumlah daerah membuktikan keharmonisan antara Bupati/Walikota dan Gubernur dengan Wakil Gubernur hanya bertahan antara enam bulan hingga satu tahun pemerintahan. Sesudah itu, mulai muncul konflik. Hubungan diantara mereka menjadi tidak lagi harmonis. Biasanya diakibatkan karena kurangnya komunikasi, konflik kepentingan, dan tidak memahami tugas masing-masing. Namun dari semua itu, masalah paling krusial biasanya karena sejumlah Wakil Bupati/Wakil Walikota ataupun Wakil Gubernur tidak bisa menahan diri. Selain itu tidak menyadari akan tugasnya sebagai seorang wakil. Sebaliknya, seorang Bupati/Walikota ataupun Gubernur tidak memiliki leadership yang baik untuk dapat memobilisasi dan mengakomodir potensi yang dimiliki oleh pasangannya. Berikutnya adalah soal komunikasi yang kurang bagus antara keduanya. Kondisi ini berakibat pada hubungan dintara mereka yang tidak baik pula. Selanjutnya berdampak pada pengambilan kebijakan pembangunan didaerah tersebut. Situasi ini makin diperparah oleh pengaruh orang-orang di lingkaran kekuasaan mereka. Baik itu yang di lingkaran formal, seperti jajaran birokrasi, maupun yang informal seperti bekas tim sukses. Mereka inilah yang menjadi ‘pembisik utama' atau ‘orang dekat’. Situasi seperti kalau dibiarkan, akan menyebabkan pembelahan birokrasi dan masyarakat. Akan muncul kubu-kubuan di tubuh birokrasi. Dalam banyak hal, dampak dari hubungan tidak harmonis ini akan memunculkan perpecahan pada kalangan birokrasi. Karena akan membuat birokrasi bisa terbelah dalam split loyalis. Memanasnya hubungan dua pejabat ini, akan turut memanaskan suasana batin di jajaran birokrat. Pengalaman membuktikan, polarisasi politik akan makin kentara jelang pemilihan periode berikutnya. Karena masing-masing kubu akan berupaya berebut pengaruh. Kalau sudah bergini, lagi-lagi pelayanan publik akan dikorbankan. Mestinya setelah dilantik, pimpinan eksekutif harus duduk bersama. Membuat roadmap bersama. Setelah itu melaksanakan tugas dan kewajibannya secara bersama-sama pula. Sesuai dengan yang dijanjikan dan diamanatkan oleh Undang-Undang. Begitu pula jika ada persoalan antara kepala daerah dengan wakilnya. Seharusnya dapat diselesaikan secara internal. Tidak perlu untuk diumbar ke ruang publik. Ibarat pasangan ‘suami-istri’, bila ada masalah, cukup diselesaikan di kamar atau di atas ranjang. Anak-anak tak perlu sampai mengetahui, apalagi tetangga. Pasangan kepala daerah juga harus memperbanyak sabar dan menahan diri. Kalau tidak sabar, apalagi semua ingin maju dan tampil, tanpa ada koordinasi, bisa runyam. Masing-masing harus bekerja sesuai porsinya. Saling menghargai dan menjaga komunikasi diantara mereka. Kalau komunikasinya intensif, maka hubungan kepala daerah dengan wakilnya akan baik pula. Intinya, keharmonisan hubungan kepala daerah mesti terjaga guna menjamin kinerja pembangunan di daerah dapat berlangsung dengan baik dan lancer. Semuanya untuk mencapai kemaslahatan bagi masyarakat dan kemajuan daerah tersebut. Masyarakat juga mesti lebih proaktif mengontrol pemerintahan. Caranya, dengan kembali melihat janji-janji kampanye pasangan kepala daerah ketika mencalonkan diri. Janji-janji yang belum dilaksanakan, supaya ditagih, agar bisa segera dituntaskan. Masyarakat harus lebih bersuara dan kritis. Tujuannya, agar kedua pemimpin ini dapat memastikan pelayanan publik berjalan optimal. Selain itu, rakyat juga agar dapat menuntaskan janji-janji saat kampanye dulu. Jangan sampai pemimpinnya sudah tidak fokus. Warganya juga kehilangan daya kritis untuk kembali menginmgatkan merera. Tentu akan menjadi alamat buruk bagi daerah. Penulis adalah Direktur IndoEast Institute