Wajah Muram Maluku Setelah 75 Tahun Kemerdekaan
by Apriliska Lattu Titahena
Jakarta FNN – Kamis (2/008). Sejarah tentang pergerakan kemerdekaan Indonesia tidak dapat terlepas dari peran provinsi Maluku. Apalagi Maluku adalah satu diantara delapan provinsi yang pertama kali memerdekakan negeri ini. Kalau diibartkan perusahaan, maka Maluku adalah pemegang pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdiri 17 Agustus 1945.
Dalam keputusan sidang II Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 19 Agustus 1945, yang menyatakan bahwa Indonesia dibagi menjadi delapan provinsi. Delapan provinsi itu adalah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil (Nusa Tenggara dan Bali), Sulawesi, Kalimantan dan Maluku.
Catatan penting ini mengingatkan kita bahwa Maluku merupakan salah satu dari delapan provinsi yang mendirikan Republik Indonesia. Maluku ada bersama-sama dengan Indonesia sejak awal kemerdekaan. Tapatnya diakui tepat dua hari pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tersebut.
Bakaitan dengan itu, Provinsi Maluku pun telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Maluku Nomor 13 tahun 2005 tentang penetapan 19 Agustus sebagai peringatan HUT provinsi Maluku. Untuk itu, sebagai salah satu provinsi pendiri negara, Maluku bukanlah provinsi yang masih muda lagi. Provinsi ini sudah ada sejak 75 tahun silam.
Peranan penting Maluku pasca kemerdekaan harusnya jangan didustai oleh pemerintah pusat. Jangan dianggap seperti tidak. Jangan juga dilirik dengan sebelah mata. Mengapa demikian? Hari ini, 19 Agustus 1945, atau 75 tahun Maluku menyatakan diri sebagai bagian penting dan strategis dari negeri ini. Sebuah pengakuan dan sikap rakyat Maluku, yang jangan dianggap biasa-biasa saja.
Sebagai bagian dari negera ini, dan ikut mendirikan bangsa ini, masyarakat Maluku sangatlah serius mengikuti dinamika kebersamaan selama 75 tahun. Juga mencermati dengan serius perlakukan pemerintah pusat kepada Maluku selama ini. Namun, kenyataan pahit selalu dirasakan oleh Maluku. Nyata-nyata sangat meraskan kalau Maluku dianaktirikan oleh pemerintah Pusat.
Maluku yang terkenal dengan sebutan “Negeri Seribu Pulau” punya potensi sumber daya alam melimpah dan kaya raya. Namun selama ini tak dikelolah dengan optimal. Realitas ini membuktikan bahwa Maluku dimiskinkan secara tidak terhormat dan terstruktur. Padahal kekayaan alam Maluku yang melipah seperti cengkih-pala yang dikenal dengan sebutan “buah-buah emas hijau” sudah lama diperdagangkan dipasar dunia, sejak berabad-abad yan lalu.
Belakngan ditemukan sumber tertulis Romawi dari Plinius Major pada 75 Masehi yang mengatakan bahwa, cengkeh sudah dikenal pada awal abad Masehi. Berkaca dari pengalaman masa lalu tersebut, Maluku sebagai daerah penghasil rempah terbaik menjadikan Maluku sangat kaya. Lalu bagaimana bisa nasib Maluku pasca kemerdekaan Indonesia pada usia 75 tahun ini? Sekarang tercatat sebagai provinsi termiskin ke empat setelah Papua, Papua Barat dan NTT. Tragis sekelai. Daerah kaya, namun miskin.
Selain itu, potensi sumber daya alam Maluku yang mampu memperkaya negara pun sangat besar. Ada sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi lainnya yang berada pada ruang wilayah darat dan laut Maluku. Potensi perikanan Maluku adalah terbesar nomor empat di dunia. Nomor sastu adalah Bearing, nomor dua Alaska dan nomor tiga Skandinavia.
Kekayaan laut bukan saja perikanan. Juga enargi gas alam cair yang sangat besar. Semua kekayaan alam di kawasan luat Maluku identik dengan perairan yang ini yang mampu menjadi jaminan kekayaan sebuah bangsa dan negarta. Ada solusi yang dapat ditawarkan ketika membaca potensi dan isu strategis yang menjadi Pekerjaan Rumah (PR) wilayah berbasis kepulauan ini.
Untuk itu, sebaiknya ke depan kebijakan pembangunan lebih berorientasi pada laut. Lebih banyak melihat produksi kawasan kepulauan, namun tetap memadukan orientasi pembangunan kedarat secara berimbang (balance). Tentunya negara harus hadir untuk menjawab arah dan tantangan pembangunan provinsi Maluku tersebut. Tidak lagi seperti sekarang, yang dilirik dengan sebelah mata.
Pemerintah pusat harus segera mewujudkan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN). Negara harusnya memanfaatkan teritorial provinsi Maluku sebagai jawaban atas pembangunan yang berbasis kepulauan. Bukan hanya kebijakan yang bertumpu pada daratan semata.
Berbicara tentang LIN, tentunya ini sudah isu lama. Hanya selama ini terhambat, karena pemerintah pusat tidak memperlihatkan keberpihakan. Apalagi mewujudkan RUU Kepulauan. Padahal Blok Gas Abadi Masela, tambang emas di Pulau Buru dan Romang serta potneis kekayaan Maluku lainnya, sudah sering dijdikan konsumsi masyarakat Maluku sebagai iming-iming pemerintah pusat.
Melihat problematika pembangunan yang seperti ini, membuat beta sebagai salah satu aktivis perempuan Maluku bertanya-tanya, apa sebenarnya makna dari mukadimah UUD 1945? Apakah perwujudannya seperti ini bagi kami masyarakat Maluku? Pemerintah pusat harap jangan membuat kebijakan yang menindas kami orang Maluku!
Hargai harkat dan martabat kami sebagai bagian dari Indonesia. Yang merupakan bagin penting dari Negara Merdeka. Keberadaan kami Maluku jangan didustai. Kalau hari ini kami harus dipaksa miskin di atas tanah yang kaya, ini adalah pembodohan yang nyata. Pembodohan yang harus kami rasakan di negara dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ini.
Harapan beta, negara harus adil untuk Maluku. Negara harusnya tidak lalai dalam menjawab hak-hak konstitusional masyarakat Indonesia yang ada di Maluku. Semoga negara tidak melupakan kutipan Bung Karno, sang Prokalamator bangsa yang mengatakan “Indonesia Tanpa Maluku Bukanlah Indonesia”. Salam dari Maluku untuk Indonesia.
Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Kemasyarakatan.