Gibran vs Kotak Kosong
by Tony Rosyid
Jakarta FNN – Rabu (22/07). Purnomo tersingkir dari calon Walikota Solo. Wakil Walikota Solo ini harus mengubur mimpinya untuk bisa berlaga di Pilkada Solo Desember nanti. Karir politik Purnomo mendadak berhenti setelah dihadang Gibran, putra sulung presiden yang tanggal 23 september 2019 lalu baru mendaftarkan diri sebagai anggota resmi PDIP.
Meski lebih senior dan punya pengalaman yang lebih matang, tapi Purnomo bukan anak presiden. Dari sisi akseptabilitas dan elektabilitas, Purnomo jauh lebih tinggi dari Gibran. Sebelum akhirnya anjlok ketika Purnomo sempat mengundurkan diri dari pencalonan. Kok mundur?
Rupanya Purnomo menyadari betul, tak mungkin bisa melawan putra mahkota Istana. Purnomo tahu siapa yang dihadapi. Tetapi, pengunduran diri Purnomo ditolak oleh DPC PDIP Solo. Ujung-ujungnya, ia pun tetap nggak direkomendasi oleh DPP PDIP. Nyesek!
Selain anak presiden, Mas Gibran lebih muda, keluh Purnomo setelah pulang dari istana. Kasihan amat ya! Lebih kasihan lagi, Purnomo sekarang harus muncul ke publik untuk memberi dukungan kepada Gibran. Publik tahu itu bukan jiwa besarnya, tapi ada faktor x kenapa Purnomo harus melakukannya. Purnomo bukanlah malaikat bro!
Kecewa, manusiawilah, kata FX Hady Rudyatmo, Walikota Solo yang sekaligus Ketua DPC PDIP Solo. Hady yang sedari awal ngotot merekomendasikan Purnomo untuk maju sebagai calon Walikota Solo. Idealisme Hady layak untuk diapresiasi. Meski pada akhirnya harus menyerah di hadapan dua kekuatan besar, yaitu Presiden dan DPP PDIP.
Begitulah politik bekerja. Tak ada pakem, kecuali kepentingan yang ditransaksikan di atas meja demokrasi. Siapa yang mampu membeli dengan harga paling tinggi, dialah pemenangnya. Soal moral dan kepatutan, itu nomor 12. Peduli amat dengan moral!
Kenapa Gibran yang baru berusia 33 tahun dan belum genap setahun jadi kader resmi PDIP harus dipaksakan maju di pilkada Solo? Pertama, ini soal momentum boss. Dalam posisi orang tua sedang menjabat sebagai presiden, Gibran lebih mudah mendapatkan tiket PDIP.
Dalam konteks pilkada Solo ini, pertarungan yang sesungguhnya adalah bagaimana merebut tiket dari PDIP. Tiket didapat, beres semua! Karena tiket inilah yang paling menentukan. Meski harus memotong Purnomo yang jauh lebih senior, berpengalaman dan matang dalam segala hal.
Beda cerita jika Gibran harus berjuang sendirian untuk mendapatkan tiket dari PDIP. Tanpa keterlibatan tangan Sang Ayah, nggak kebayang bagaimana Gibran bisa dapat rekomendasi PDIP itu.
Kedua, peluang menang sangat besar. Siapapun yang dicalonkan PDIP di Pilkada Solo, hampir pasti akan menang. Sebab, Solo itu basisnya PDIP.
Lalu, siapa bakal calon lawan Gibran? Kotak kosong! Bukan karena tak ada yang berani. Faktornya karena tiket yang tersisa nggak cukup untuk mengusung calon lawan. Sudah habis diborong oleh istana untuk Gibran.
Di Solo itu, 30 kursi milik DPRD milik PDIP. Gerindra, PAN dan Golkar masing-masing 3 kursi. PSI 1 kursi. Semua akan mengusung Gibran. Kecuali 5 kursi PKS tak cukup mengusung calon sendiri. Sebab, untuk mengusung calon minimal harus mendapatkan 9kursi.
Kenapa PKS nggak ikut bergabung? Bukannya kalau nggak ikut bergabung juga nggak bisa mencalonkan? Jika PKS sedikit mau bersikap pragmatis dengan ikut mengusung Gibran, setidaknya akan kecipratan kompensasi reziki. Apakah berupa biaya operasional kampanye, ataupun pasisi di pemerintahan Solo nantinya. Yaa 5 kursi itu, pasti lumayan!
Hingga hari ini, tak ada tanda-tanda PKS ikut dukung Girban. Justru sebaliknya, PKS tampak menguatkan posisinya sebagai partai oposisi terhadap Jokowi. PKS tetap Konsisten!
Bagaimana kalkulasi politik di pilkada Solo desember besok? Gibran akan menang. Peluang untuk kalah kecil sekali. Sederhana menghitungnya.
Pertama, Solo itu basisnya PDIP. Terbukti 67% suara PDIP yang kuasai. Punya 30 kursi DPRD diduduki kader PDIP. Dan kita tahu, kader dan pemillih PDIP cukup militan di Solo. Mesin politiknya PDIP sangat bisa diandalkan untuk bekerja.
Kedua, Gibran didukung oleh semua partai, kecuali PKS. Dalam konteks ini, PKS juga nggak punya calon. Artinya, nggak akan ada lawan yang berarti. Kemungkinan lawan Gibran cuma kotak kosong saja.
Memang, pilkada Kota Makasar tahun 2019 lalu, kotak kosong bisa menang. Tetapi, Makasar bukan Solo. Kondisi obyektifnya jauh berbeda dengan Solo. Jangan dibandingkan. Nggak tepat!
Ketiga, Gibran itu anak presiden. Akses kekuasaan akan sangat membantu bagi kemenangan Gibran. Belum lagi peran para pendukung Jokowi. Baik dukungan politik maupun logistik.
Bagi warga Solo, siap-siaplah punya Walikota baru dan sangat muda. Baru 33 tahun. Nama Walikota itu adalah Gibran Rakabuming Raka. Putra Sulung Presiden Joko Widodo. Bagi anda yang belum sreg dan meragukan kapasitas Gibran, berupayalah untuk belajar menerima keadaan seperti Purnomo. Pasrah apa adanya! Karena itulah situasi obyektifnya. Kalau nggak bisa terima, emang lu bisanya apa?
Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa