NASIONAL
KSAD Akhiri Polemik, Mahfud Sayembara Tauhid!
Masalah Enzo makin melebar setelah Mahfud meminta supaya TNI memecatnya dari Akmil. Mahfud lupa bahwa Bendera Tauhid itu adalah Bendera Rasulullah yang selalu ada dalam setiap bacaan sholat. Oleh Mochamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN -Apresiasi patut diberikan kepada KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa. Akhirnya TNI telah memutuskan untuk mempertahankan calon perwira Enzo Zenz Allie. Menurut Jenderal Andika, taruna Akmil yang dipersoalkan karena sempat dicurigai terlibat HTI ini, lulus dalam tes obyektif lanjutan yang dilakukan untuk mengukur kadar kesadaran bernegara Enzo. “Kami, Angkatan Darat, memutuskan, untuk mempertahankan Enzo Zenz Allie dan semua taruna Akademi Militer yang kami terima beberapa waktu lalu, sejumlah 364 orang,” ujar Jenderal Andika di Mabes TNI AD, Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2019. Jenderal Andika menyampaikan, berdasarkan hasil tes obyektif lanjutan, indeks moderasi bernegara Enzo adalah 5,9 dari tujuh. Enzo, seorang WNI yang juga keturunan Perancis, mendapat persentase skor 84 persen. “Enzo (ketika) dilihat dari indeks moderasi bernegara, itu ternyata kalau dikonversi menjadi persentase, itu memiliki nilai 84 persen,” lanjut Jenderal Andika, seperti dilansir Viva.co.id, Selasa (13/8/2019). Menurut Jenderal Andika, tes obyektif lanjutan yang dilakukan pada Enzo, bisa dipastikan akurasi dan validitasnya. TNI telah bertahun-tahun juga menggunakan instrumen tes untuk memastikan kesadaran bernegara para taruna. “Akurasi, validasi, bisa dipertanggungjawabkan, karena sudah digunakan beberapa tahun,” ujar Jenderal Andika. Nama Taruna Enzo Zenz Allie menjadi viral ketika video percakapan menggunakan bahasa Prancis dengan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto diunggah di medsos. Fisiknya yang rupawan membuat blesteran Prancis-Indonesia itu akhirnya banyak mendapat sorotan. Video yang diunggah Puspen TNI dalam akunnya di Instagram menyebut bahwa Enzo adalah remaja yang berbakat. Putra almarhum Jean Paul Francois-Siti Hajjah Tilaria itu menguasai lima bahasa: Indonesia, Arab, Inggris, Prancis, dan Italia. Remaja 18 tahun itu juga mengantongi sejumlah penghargaan lari dan renang serta memiliki fisik kuat. Berdasarkan uji seleksi, dia dinyatakan lulus seleksi Akmil 2019. Namun, tak lama setelah itu, muncul foto Enzo dengan membawa bendera Tauhid. Foto Enzo membawa bendera Tauhid itu kemudian diunggah seorang netizen. Bendera yang “diindentikkan” dengan Bendera HTI yang dibawa cowok tampan berprestasi ini pun seketika menjadi kontroversi. Pakar Hukum Tata Negara Prof. Mahfud MD yang juga anggota Dewan Pengarah BPIP ini sampai berkomentar bahwa TNI kecolongan dengan menerima Enzo sebagai salah satu dari 364 Taruna Akmil yang lolos seleksi. Masalah Enzo makin melebar setelah Mahfud meminta supaya TNI memecatnya dari Akmil. Mungkin Mahfud lupa bahwa Bendera Tauhid itu adalah Bendera Rasulullah yang selalu ada dalam setiap bacaan sholat. Jadi, jauh sebelum HTI terbentuk, kalimat tauhid itu sudah ada sejak zaman Rasulullah. Yang terpapar paham radikal itu sebenarnya adalah yang berani membakar bendera tauhid, sebab siapapun, yang anti agama itu cuma paham komunis anti Pancasila. Kepala Sekolah Ponpes Al Bayan, Deden Ramdhani, juga membantah blasteran Prancis itu anggota HTI. Deden mengatakan, pesantren yang diasuhnya juga bercorak ahlussunnah wal jamaah (aswaja) serta menyatakan setia kepada NKRI. “Sebagai lembaga tentu pemahaman kami ahlussunnah wal jamaah dan NKRI harga mati,” kata Deden Ramdhani saat ditemui wartawan di Anyer, Serang, Banten, Rabu (7/8/2019). Deden menilai santrinya tak mungkin masuk Akmil jika punya keterkaitan dengan HTI. Sebab, seleksi di TNI begitu ketat. “Enzo sudah jelas Pancasilais dan cinta NKRI,” ujarnya. Ibunda Enzo, Siti Hadiati Nahriah, bahagia putranya lolos seleksi Akmil TNI. Karena, dia mengatakan menjadi prajurit TNI adalah cita-cita Enzo sejak kecil. Sayembara Mahfud Polemik Enzo telah membuat Mahfud MD akhirnya membuat sayembara. Di akun sosmed twitter-nya Mahfud mentwit sayembara “Mahfud MD Bakal Kasih Rp 10 Juta ke Pihak yang Bisa Buktikan Dirinya Anti-Bendera Tauhid”. Adalah Prof. Katana Suteki yang langsung merespon tantangan Mahfud. Suteki justru tantang balik Mahfud yang merasa yakin tidak pernah mempermasalahkan Bendera Tauhid. Menurut Suteki, ia sejak awal tidak pernah mempersoalkan Bendera Tauhid ini. “Kalau saya sendiri memang dari awal tidak pernah mempersoalkan Bendera Tauhid ini, tapi saya malah dituduh terpapar radikalisme dan terkait organisasi radikal. Piye jal? Pusing kan?” begitu komentar Suteki dalam akun FB-nya. “Sebagai bukti bahwa Prof Mahfudz tidak mempersoalkan Bendera Tauhid, apakah kira-kira beliau sebagai Pimpinan BPIP sanggup menyandang Bendera Tauhid di pundaknya seperti yang saya lakukan berikut ini?” tantang Suteki. Mestinya berani karena tidak ada persoalan dengan Bendera Tauhid. Mahfud ditantang, bila berani menyandang Bendera Tauhid di pundaknya seperti yang Suteki lakukan, “Akan saya “aturi hadiah” sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) – maaf sesuai dengan kemampuan saya saat ini – tunai.” Menurut Suteki, apakah dengan menyandang bendera Tauhid ini lalu dirinya akan dikatakan Terpapar Radikalisme? “Jika saya berdalih pada pendapat Prof Mahfudz, seharusnya dengan menyandang Bendera Tauhid ini tidak boleh dikatakan bahwa Prof Suteki terpapar tadikalisme. Begitu kan logika berpikir yang benar?” tegas Suteki. Sebelumnya, seorang warganet juga menantang Mahfud untuk mengibarkan Bendera Tauhid dengan imbalan Rp 18 juta. Awalnya, si pemuda ini menantang Mahfud dengan nilai sebesar Rp 12 juta, lebih besar Rp 2 juta daripada sayembara Mahfud. “Sayembara pak, sy ksh 12jt kalau bapak pake pose begini. Saya yakin bapak tidak anti kalimat tauhid. Gpp pak, sy lagi kere... Tp bslah saya carikan 12jt asal bapak buktikan dgn begini.. jadi clear bapak tdk anti kalimat tauhid,” tulis @ArLex_Wu di akun twitternya. Ia kemudian mentwit lagi jika total sayembara menjadi Rp 18 juta. “Pak @mohmahfudmd total sayembara jadi 18jt. Ada kawan2 yg ikutan nyumbang. Piye pak?” tulisnya meralat tawaran nilai sayembara yang disampaikan sebelumnya. Bahkan, belakangan, ada juga yang sampai berani menawarkan sayembara dengan nilai yang setara dengan gaji Mahfud di BPIP lebih dari Rp 100 juta. Semoga Mahfud segera sadar diri bahwa tidak sepatutnya Bendera Tauhid disayembarakan. Rasanya tidak perlu cari bukti “Dirinya Anti-Bendera Tauhid”. Karena setiap Muslim ketika meninggal nanti kerandanya pasti ditutupi kain bertuliskan kalimat Tauhid! Dan, untungnya Jenderal Andika sudah mengakhiri polemik Enzo. Bravo TNI! ***
Siapa Bilang Mereka Sudah Merdeka?
Masih banyak yang meminta-minta di jalanan. Masih banyak yang terpaksa menghuni kandang hewan. Makan seadanya. Oleh Asyari Usman (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Sebagaimana ritual mewah-meriah setiap tahun di Istana Negara, Istana Gubernur, Istana Bupati, Istana Walikota, hari ini juga akan berlangsung peringatan kemerdekaan RI ke-74. Dengan segala tayangan kehebatan segelintir orang. Mereka itulah yang sudah lama dan sudah banyak menikmati kemerdekaan. Mereka datang ke Istana dengan kendaraan supermewah. Dengan busana serba baru dan ‘high class’. Tas tangan puluhan juta. Sepatu belasan juta. Jam tangan ratusan juta. Mereka telah lama menikmati kemerdekaan di atas penderitaan rakyat miskin. Ada yang menyandang sebutan konglomerat, pengusaha besar, presiden, mantan presiden, ketua DPR, menteri, mantan menteri, ketua MA, ketua MK, dirut BUMN, komisaris BUMN, gubernur, bupati, anggota badan-badan negara, para petinggi berbintang yang memiliki piaraan, dan banyak lagi. Mereka memiliki kekayaan tunai miliaran, belasan miliar, puluhan miliar, ratusan miliar, sampai triliunan. Mereka itulah yang sudah merdeka. Merdeka dari kekurangan. Merdeka dari kesulitan hidup. Yang telah lama merdeka dari panas terik matahari. Merdeka menikmati fasilitas perawatan medis kelas dunia. Merdeka menggunakan pesawat jet pribadi, terbang dengan first class, business class. Duduk-duduk di lounge bandara dengan sajian makanan-minuman serba mewah dan melimpah-ruah. Merekalah yang telah mengumpulkan kekayaan pribadi dengan berbagai cara. Cara yang halal, setengah halal, atau dengan segala cara. Banyak mereka yang mengumpulkan kekayaan dengan cara yang haram dan sangat tidak terhormat. Merekalah yang bisa menyekolahkan anak-anak mereka ke luar negeri. Membeli rumah atau apartemen mewah di kota-kota mahal. Memiliki rekening bank dalam dollar, pound-sterling, euru, yuan, yen, dll. Berliburan secara reguler dengan fasilitas serba luks. Merekalah yang sudah lama merdeka. Telah lama merdeka menipu rakyat, memeras rakyat, menzalimi rakyat. Tetapi, setelah 74 tahun, masih banyak rakyat Indonesia yang belum merdeka. Belum merdeka dari kemiskinan. Belum merdeka dari kesulitan hidup dan himpitan ekonomi. Belum merdeka dari profesi pemulung sampah. Belum merdeka dari status gelandangan. Masih banyak yang meminta-minta di jalanan. Masih banyak yang terpaksa menghuni kandang hewan. Makan seadanya. Tidak bisa menikmati air bersih. Masih banyak yang harus berdagang asongan pada usia sekolah. Atau terpaksa putus sekolah demi membantu keluarga. Masih banyak yang belum merdeka di tengah kemeriahan upacara dan acara peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 2019 ini. Petani kecil, petani buruhan, petani sawit dan karet satu hektaran atau lebih kecil lagi, masih belum merdeka dari kesewenangan harga. Semua petani kecil masih belum merdeka dari apa yang disebut dengan bangga sebagai ‘mekanisme pasar’ oleh para liberalis-kapitalis. Silih berganti pemeritah membanggakan prestasi mereka. Ada yang bangga dengan proyek-proyek infrastruktur utangan. Bangga dengan tol laut dan tol darat yang sama sekali tidak terkait dengan rakyat miskin. Bangga mengundang investor RRC yang membawa tenaga kerja mereka sendiri. Bangga dengan BUMN yang seharusnya memakmurkan rakyat tetapi malah menyusahkan. Ada yang bangga membantu bank-bank pengkhianat dengan uang BLBI, tapi akhirnya ratusan triliun lenyap begitu saja dan kasusnya dianggap kedaluarsa. Ada yang bangga membantu Bank Century 6.7 tirliun tapi ternyata sebagian besar ditilap oleh penerima bantuan. Hari ini, rakyat miskin tidak berubah. Mereka tak mampu meng-upgrade dan meng-update status hidup mereka. Mereka masih bergelut di sekitar beras 2 kilo sehari. Masih terus kucing-kucingan dengan penagih sewa rumpet (rumah petak) 600 ribu sebulan di daerah atau sejuta di Jakarta. Itulah rakyat Anda, wahai para penguasa yang sedang merayakan hari kemerdekaan. Mereka itulah saudara sebangsa dan setanah air Anda, wahai para konglomerat, wahai para pengusaha kaya-raya. Hari ini, sebagai basa-basi nasionalisme, kalian teriakkan “Merdeka!” dengan kepalan tinju. Tapi mereka, rakyat kecil itu, seseungguhnya belum merdeka seperti kalian. Siapa bilang mereka sudah merdeka? (17 Agustus 2019)
Abaikan Larangan Jokowi, Enggar dan Rini Membangkang?
Ada kesan perintah dan larangan Presiden Jokowi yang sudah dipublish itu hanya sebagai pemanis di bibir saja oleh para menterinya, setidak-tidaknya oleh Enggar dan Rini. Oleh Dimas Huda (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo mengeluarkan perintah dan larangan kepada seluruh menteri, pada saat sidang kabinet beberapa waktu lalu. Seluruh menteri Kabinet Kerja dilarang mengeluarkan kebijakan strategis. Selain itu, dilarang mengganti jajaran direksi BUMN ataupun jabatan dirjen di lingkungan kementerian. Belakangan, perintah dan larangan ini berlalu begitu saja. Bungen tuwo, orang Jawa bilang: mlebu kuping tengen, metu kuping kiwo. Nggak didengar. Nyatanya, Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, pada 6 Agustus lalu merombak jajaran pejabat eselon I di Kementerian Perdagangan sedangkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, berencana merombak direksi di empat BUMN. Kesannya, perintah dan larangan Presiden Jokowi yang sudah dipublish itu hanya sebagai pemanis di bibir saja oleh para menterinya, setidak-tidaknya oleh Enggar dan Rini. Padahal keputusan Presiden yang melarang para menteri mengeluarkan kebijakan strategis jelang masa kabinet berakhir itu merupakan keputusan yang baik. "Periode akhir dari suatu pemerintahan tradisi dan etiknya adalah sebagai lame duck government,” ungkap ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J. Rachbini, mengomentari larangan presiden itu. “Ini kebijaksanaan yang baik,” lanjutnya. Bagi Didik, kebijakan strategis yang diambil menteri di penghujung waktu akan berpengaruh pada menteri selanjutnya, sehingga hal itu harus dihindari. "Jika buruk direksi yang dipilih, maka itu akan mempengaruhi bertahun-tahun kemudian," tandasnya. Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menjelaskan permintaan presiden itu didasari karena pemerintahan tinggal beberapa bulan sampai pelantikan. Mantan panglima TNI itu menyebut Jokowi tak ingin ada beban pada periode keduanya nanti. "Jadi jangan sampai nanti punya beban ke depannya. Itu aja sebenarnya," tuturnya seperti dikutip RMOL. Keputusan Presiden Toh, Enggar tetap melantik tujuh pejabat eselon I di kementeriannya pada Selasa (6/8) lalu. Salah satu pejabat yang dilantik adalah Oke Nurwan, menjadi Sekretaris Jenderal. Sebelumnya, Oke menjabat sebagai Direktur Perdagangan Luar Negeri. Pejabat lain yang diubah jabatannya ialah Suhanto. Sebelumnya, ia menjabat Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Hubungan Antar Lembaga. Pada Selasa pekan lalu itu ia dilantik menjadi Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Enggar juga melantik Indrasari Wisnu Wardhana sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, dari sebelumnya Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Sedangkan posisi Wisnu terdahulu diisi oleh Tjahya Widayanti. Selain itu, Enggar mengangkat Dody Edward sebagai Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional. Ia juga mengukuhkan Arlinda menjadi Staf Ahli Bidang Hubungan Internasional. Lalu, Karyanto Suprih menjabat Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Hubungan Antar Lembaga. Enggar optimistis bahwa formulasi pejabat eselon I baru tersebut dapat memenuhi kebutuhan Kemendag dalam menjalankan tugas sehari-hari. Pemangku jabatan di posisi ini, menurutnya, harus berani mengambil risiko dalam membuat keputusan yang tepat dan cepat. "Sebagai pemimpin, loyalitas yang paling utama adalah kepada Merah Putih, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita harus mempunyai hubungan yang baik dengan semua, loyal terhadap atasan, rekan, dan bawahan, serta saling bahu membahu satu sama lainnya," kata Enggar dalam rilisnya. Pelantikan ini berlangsung pada hari yang sama saat Moeldoko mengatakan bahwa Presiden menyerukan para pejabat untuk tidak mengeluarkan kebijakan strategis atau penggantian jabatan tertentu. Kepala Biro Humas Kemendag Fajarini Puntodewi menjelaskan mutasi pejabat eselon I di Kemendag itu sudah berdasarkan dengan Keputusan Presiden yang diterbitkan pada Juli lalu. "Dasarnya Keputusan Presiden nomor 78/TPA yang dikeluarkan tanggal 15 Juli 2019. Jadi sudah jauh sebelumnya," kata Fajarini, Rabu (7/8) Lima BUMN Sementara itu, sebanyak lima perusahaan BUMN juga akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) secara simultan dan berurutan sejak 28 Agustus hingga 2 September mendatang. Berdasarkan data keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (12/8), agenda RUPSLB itu sama, yakni evaluasi kinerja semester I-2019 dan perubahan susunan pengurus. Kelima BUMN yang akan menggelar RUPSLB yakni PT Perusahaan Gas Negara Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Rencana perombakan direksi BUMN jelas-jelas melanggar perintah yang pernah disampaikan Presiden Jokowi. "Itu perintah. Apa yang disampaikan dalam sidang kabinet kan perintah. Harus diikuti. Mestinya begitu," kata Moeldoko, Senin (12/8). Moeldoko menegaskan setiap menteri Kabinet Kerja harus mematuhi instruksi langsung yang diberikan kepala negara. Termasuk dalam hal perombakan jabatan maupun direksi BUMN. "Itu kan moral obligation bagi pejabat negara begitu," tegasnya. Enggar dan Rini toh melenggang saja melompati perintah dan larangan presiden. Kalau sudah begitu, Presiden mau apa? End
Para Pelaku Sejarah: Marsekal Hadi, Jenderal Andika, dan Enzo?
Enzo adalah amunisi baru bagi mereka. Enzo mereka presentasikan seperti RPG (rocket-propelled grenade). Granat berpeluncur roket yang siap menghancurkan sasaran. Mungkin juga ada yang menggambarkan Enzo sebagai bom waktu. Oleh Asyari Usman (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Sungguh di luar dugaan semua orang. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan KSAD Jenderal Andika Perkasa mengambil kebijakan yang tak disangka-sangka. Istilah lainnya, “out of the box”. Alias, tidak mengikuti serbuan opini, komentar, dan masukan yang menyesatkan terkait prahara yang melanda taruna akademi militer (akmil), Enzo Zenz Allie. Di tengah hujatan para buzzer pembenci Enzo, Panglima TNI dan KSAD memutuskan untuk mempertahankan Enzo sebagai taruna akmil. Enzo dibenci hanya gara-gara dugaan bahwa Enzo memiliki bendera tauhid. Kehadirannya di akmil disebut sebagai kecolongan, ancaman terhadap NKRI, ancaman terhadap Pancasila, dlsb. Tetapi, Marsekal Hadi dan Jenderal Andika bukan tipe pemimpin yang cepat terpengaruh oleh hembusan angin. Apalagi cuma angin kebencian yang tak berdasar (baseless hatred). Kalau dilihat dalam “slow motion”, kedua petinggi TNI ini tampak seperti melawan arus. Dan, memang, mereka melawan arus. Yaitu, arus yang datang dari pusat sistem kebencian terhadap Islam. What? Ada pusat sistem kebencian terhadap Islam? Yes, it’s whiter than white. Lebih dari putih. Jelas kok itu. Kalau bukan karena bendera tauhid, tentu caci-maki, hujatan, labelisasi, prediksi negatif, dll, tidak seriuh yang dialami oleh Enzo. Lihat saja. Begitu banyak orang-orang yang merasa dirinya sangat pancasilais, langsung berkomentar penuh horor. Seolah Enzo akan menghancurkan TNI, menghancurkan Pancasila. Seolah Enzo akan menjadi panglima perang Hizbut Tahrir. Begitulah cara kerja pusat sistem kebencian terhadap Islam. Di mana markasnya? Ada di mana-mana. Ada di benak setiap orang yang dengki terhadap Islam dan umat Islam. Mereka itu bisa siapa saja. Bahkan, uniknya, untuk Indonesia, mereka yang dengki itu adalah orang Islam sendiri. Tak masuk akal? Memang tak masuk akal. Tapi, begitulah cara kerja pusat sistem kebencian terhadap Islam. Sistem itu kuat dan sudah menggurita. Apa alasannya? Sangat sederhana. Mereka tak rela umat Islam menjadi kuat secara politis dalam menjaga NKRI dan kebinekaan. Mereka lebih senang melihat umat Islam terus-menerus diaosiasikan dengan terorisme, radikalisme, dlsb. Dengan semua label-label yang sengaja dibingkai sebagai momok yang menakutkan. Enzo adalah amunisi baru bagi mereka. Enzo mereka presentasikan seperti RPG (rocket-propelled grenade). Granat berpeluncur roket yang siap menghancurkan sasaran. Mungkin juga ada yang menggambarkan Enzo sebagai bom waktu. Alhamdulillah, Marsekal Hadi dan Jenderal Andika tidak sepicik para pembenci Enzo yang notabene pembenci Islam. Mereka berdua berani mengambil risiko berseberangan dengan para pembenci. Mereka berdua menunjukkan bahwa hal-ihwal ke-TNI-an adalah domain mereka. Mereka tahu apa yang harus dilakukan oleh TNI dan bagaimana cara melakukannya. Tindakan kedua petinggi TNI itu terasa di luar logika hankam. Tetapi, beliau berdua ini tentu memiliki “the sixth sense”. Marsekal Hadi dan Jenderal Andika menggunakan “indera keenam”. Ada “bacaan lain” mereka tentang situasi Indonesia. Kalau dipikir-pikir, dengan segala macam komentar berkolesterol tinggi yang dilontarkan oleh para pembenci, yang banyak diantaranya adalah para intelektual, pastilah kedua petinggi TNI itu akan mengambil tindakan “riskless” (tak berisiko). Yaitu, memecat Enzo. Inilah tindakan yang paling aman bagi Pak Hadi dan Pak Andika kalau referensinya adalah hujatan para pembenci. Tetapi, Panglima dan KSAD lebih memilih jalan historikal. Mereka lebih arif dari Pak Mahfud MD. Mereka, tanpa sengaja, memutuskan untuk menggoreskan nama mereka di lembaran sejarah cemerlang TNI. Marsekal Hadi dan Jenderal Andika lebih suka menjadi pelaku sejarah. Boleh jadi beliau berdua teringat Panglima Besar Jenderal Sudirman. Pak Dirman sangat kental ketauhidannya tetapi sangat kental juga nasionalismenya. End
Tidak Pecat Enzo : Salut dan Hormat Kepada KSAD dan TNI
Bayangkan bila sampai TNI AD tunduk pada tekanan para buzzer. Tunduk pada tekanan tokoh sekaliber Mahfud MD. Apa jadinya bangsa ini? Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Kalau ada tokoh dan lembaga yang dalam pekan-pekan ini pantas mendapat salut, penghormatan tinggi dari bangsa dan negara, maka pilihannya tidak akan terlalu sulit. Dapat dipastikan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa, dan TNI khususnya TNI AD adalah pilihan yang tepat. Tidak perlu ada perdebatan. Keputusan Jenderal Andika dan TNI AD mempertahankan Enzo Zenz Allie sebagai taruna Akademi Militer (Akmil) adalah keputusan yang tepat, bijak, dan berani. Sebuah keputusan yang akan membuat pondasi kehidupan berbangsa dan negara semakin kokoh. Sekalipun selama ini mencoba bersikap netral, tidak mudah bagi TNI AD untuk mengabaikan begitu saja tekanan para buzzer dan tokoh sekelas Mahfud MD. Para buzzer ini adalah pendukung garis keras pemerintah c/q Jokowi-Ma’ruf. Sementara Enzo diketahui merupakan putera seorang emak-emak militan pendukung Prabowo-Sandi. Karena itulah ketika di akun medsosnya Enzo kedapatan memasang fotonya dengan bendera tauhid, tidak ada ampun. Dia langsung di-bully habis. Mantan Menhan Mahfud MD bahkan menyebut TNI kecolongan. Enzo harus dipecat! Pilihannya bagi Andika sebenarnya sangat mudah. Kalau mau main aman. Pecat Enzo. Beres! Tapi itu tidak dilakukannya. Residu Pilpres Kasus Enzo menjadi heboh tidak bisa dilepaskan dari sisa-sisa limbah (residu) pertarungan antara dua kubu pada Pilpres 2019: kubu paslon 01 dengan 02. Bayangkan bila sampai TNI AD tunduk pada tekanan para buzzer. Tunduk pada tekanan tokoh sekaliber Mahfud MD. Apa jadinya bangsa ini? Isu Enzo tidak boleh dilihat sebagai soal remeh. Hanya soal seorang remaja blasteran yang dicap sebagai terpapar kelompok radikal. Karena itu dia tak boleh diberi ampun. Harus dipecat sebagai taruna Akmil. Isu ini telah menyentuh perasaan paling dalam umat Islam. Keyakinan yang paling mendasar. Konsep tauhid yang mengakui ke-Esaan Allah SWT. Kalimat tauhid tidak boleh dibuat main-main. Umat Islam rela mati untuk mempertahankan rukun Islam pertama itu. Melihat reaksi publik yang tercermin di media dan medsos, bila sampai Enzo dipecat bakal memunculkan kegaduhan baru. Kegaduhan yang sangat besar. Bukan tidak mungkin muncul Aksi Bela Islam (ABI) jilid baru. Umat Islam sebagai mayoritas merasa kian dipinggirkan. Merasa kian dimusuhi oleh rezim pemerintahan Jokowi. Upaya rekonsiliasi yang coba dibangun oleh Presiden Jokowi akan sia-sia. Sebagai lembaga, TNI juga akan kehilangan kepercayaan dari umat Islam. Anak muda Islam tak berani masuk ke akademi militer. Takut dipecat karena stigma radikal. TNI akan terpecah belah dalam perkubuan : TNI Pancasilais, TNI Hijau, TNI Merah, dan entah TNI apalagi. Masyarakat kita akan kembali terbelah dan terpuruk kian dalam. Sebuah permusuhan yang tidak berkesudahan. Tidak pada tempatnya mempertentangan semangat keberagamaan yang tinggi dengan standar profesionalisme TNI. Sebagai prajurit, mereka terikat pada Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan 8 Wajib TNI. Dalam Sapta Marga pada poin ketiga tegas disebutkan : Kami Ksatria Indonesia, yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan. Seorang prajurit TNI haruslah seorang yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagaimana mungkin seorang taruna dipecat karena menjunjung tinggi kalimat tauhid. Kalimat pengakuan, sebuah kesaksian atas ke-Agungan dan ke-Esaan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam sumpah prajurit dan 8 Wajib TNI juga dimulai dengan kalimat : Demi Allah saya bersumpah/berjanji. Jadi semua sikap, perilaku dan keseluruhan hidup seorang prajurit TNI harus dijiwai oleh semangat keberagamaan yang tinggi. Semangat yang digariskan dan diwariskan oleh Panglima Besar TNI Jenderal Sudirman. Untunglah KSAD dan TNI telah bersikap profesional, menjaga akal sehat. Tidak tunduk begitu saja kepada tekanan buzzer dan Mahfud MD. Tidak tunduk dan larut dalam arus kebencian yang meracuni masyarakat. Sekali lagi salut dan hormat setinggi-tingginya. End
Walikota Bekasi Terpapar Paham Radikal
Siap mati demi prinsip adalah ciri radikalisme. Jadi, tidaklah keliru menyebut Pepen seorang penganut paham radikal. Oleh Asyari Usman (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Radikalisme tampaknya sudah merasuki birokrasi pemerintahan. Walikota Bekasi, Rahmat Effendy, termasuk salah seorang pejabat yang terpapar radikalisme kelas berat. Dia, lebih dua tahun silam, sempat mengatakan di depan publik bahwa lebih baik kepalanya ditembak ketimbang mencabut izin mendirikan bangunan (IMB) sebuah rumah ibadah. Rahmat Effendy, yang sering dipanggil Pepen, mengatakan di acara Kongres Nasional Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, 16 Maret 2017, dia melawan habis desakan masyarakat agar izin pembangunan geraja Santa Clara di Bekasi dibatalkan. Pepen menggoreskan kesan bahwa dia siap mati demi gereja itu. Sikap ini mendapat penghargaan dari Komnas HAM. Siap mati demi prinsip adalah ciri radikalisme. Jadi, tidaklah keliru menyebut Pepen seorang penganut paham radikal. Di hari Idul Adha barusan (11/8/2019), Walikota Pepen kembali menunjukkan radikalisme yang dia anut. Dia memilih tidak sholat Id di Masjid Agung al-Barkah di Bekasi. Berbagai laporan media menyebutkan dia mewakilkan kehadirannya di Masjid Agung kepada pejabat Bagian Kesos Pemko Bekasi. Sedangkan Pepen dikatakan ikut sholat Id di masjid dekat rumahnya di Pekayon. Berbagai media memberitakan bahwa Pepen tidak sholat Id di Masjid Agung karena meresmikan gereja Santa Clara tepat pada hari Idul Adha 1440 H. Tetapi, pihak Pepen membantah. Ketidakhadirannya di Masjid Agung untuk sholat Id bukan karena meresmikan gereja Santa Clara, melainkan karena kelelahan setelah hari sebelumnya mengikuti rapat di DPRD hingga subuh. Hebatnya, ada berita yang dimuat Tempo online (12/8/2019) bahwa Pepen tak sholat Id di Masjid Agung al-Barkah gara-gara meresmikan geraja Katolik itu adalah hoax. Ada kesan berita Tempo itu seolah menyebutkan bahwa peresmian geraja Santa Clara oleh Pepen di hari Idul Adha itu, juga hoax. Padahal, memang benar Pepen meresmikan Santa Clara pada hari Idul Adha (11/8/2019). Baik, kita cukupkan sampai di sini soal apakah Pepen tak sholat Id di Masjid Agung gara-gara dia harus meresmikan gejara Santa Clara, atau karena dia kelelahan. Mari kita kembali fokus ke radikalisme Pak Walikota dalam membela kepentingan non-muslim. Tentu sikap beliau ini sangat terpuji bagi kalangan minoritas dan kalangan yang benci Islam. Kalangan yang benci Islam itu bisa non-muslim, bisa juga orang Islam sendiri alias para munafiqun. Radikalisme minoritas Pepen itu tampak dari (1)semangat dia yang sangat keras untuk meresmikan Santa Clara; (2)ketiadaan semangatnya untuk sholat Idul Adha di Masjid Agung hanya karena kelelahan. Dari sini boleh disimpulkan bahwa untuk kepentingan minorits, Pepen siap ditembak kepalanya demi membela minoritas Dan dan dia siap datang ke mana saja dan jam berapa saja ke acara mereka. Pepen tidak takut mati. Tidak ada istilah kelelahan demi minoritas. Dia siap ditembak kepalanya demi IMB Santa Clara. Itulah paham radikal yang dianut Pepen. Radikalisme minoritas. Radikalisme model ini tentu mendapat nilai yang sangat tinggi di mata banyak pihak yang tak suka Islam. Radikalisme yang sedang trendy. Banyak pejabat dan politisi yang “berbaiat” kepada radikalisme minoritas. Sebaliknya, perjuangan radikal untuk menyuarakan sikap antikorupsi dianggap sesuatu yang tak baik. Perjuangan untuk menegakkan keadilan bagi umat Islam, selalu dikategorikan sebagai “paham radikal yang terlarang”. Apa saja yang berkonten membela umat, hampir pasti distempel sebagai “radikalisme terlarang”. Radikalisme yang dianut Pepen kelihatannya akan semakin berkembang. Banyak yang mendukung dan banyak yang siap menjadi penganutnya. End
Kasus Taruna Enzo: Pak Mahfud MD Segeralah Minta Maaf
Jadi Mahfud bukanlah figur ecek-ecek. Kelasnya jauh berbeda dibandingkan para buzzer yang mencari makan dari kegaduhan dan kekisruhan politik. Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Ingar bingar dan kegaduhan status taruna Akademi Militer (Akmil) Enzo Allie berakhir. Kepala Staf TNI AD Jenderal Andika Perkasa menyatakan Enzo bukanlah simpatisan HTI. Pemuda blasteran Perancis itu juga tidak terpapar paham “radikal.” "Kami, Angkatan Darat, memutuskan, untuk mempertahankan Enzo Zenz Allie dan semua taruna Akademi Militer yang kami terima beberapa waktu lalu, sejumlah 364 orang," ujar Andika di Mabes TNI AD, Jakarta, Selasa (13/8). Berdasarkan hasil tes obyektif lanjutan, indeks moderasi bernegara Enzo adalah 5,9 dari tujuh. Enzo, mendapat persentase skor 84 persen. Andika menjamin akurasi dan validitas tes obyektif lanjutan yang dilakukan terhadap Enzo. TNI telah bertahun-tahun menggunakan instrumen tes itu untuk memastikan kesadaran bernegara para taruna. Pernyataan Andika ini bukan hanya kabar baik bagi Enzo dan keluarganya. Ini juga kabar baik bagi TNI AD, umat Islam, dan tentu saja yang paling penting bagi kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Hanya gara-gara kedapatan pernah membawa bendara tauhid dan diposting di akun facebooknya, Enzo digoreng oleh buzzer sebagai pendukung kelompok radikal. Statusnya dikait-kaitkan dengan ibunya, seorang anggota emak-emak militan yang menjadi pendukung Prabowo-Sandi. Yang lebih menyedihkan Mahfud MD ikut memperkeruh situasi dengan menyebut TNI KECOLONGAN. Dia juga meminta TNI segera memecat dan memberhentikan Enzo dari Akmil. Secara insinuatif dia memperkirakan, kalau tidak dipecat, Enzo tidak akan kerasan karena kasusnya sudah ramai di media. Pernyataan Mahfud tentu tidak bisa diremehkan begitu saja. Karirnya sangat mencorong. Dia pernah menjadi Menhan, Menkumham —walau hanya tiga hari—, dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Jangan dilupakan pula statusnya saat ini sebagai anggota Dewan pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Sebuah lembaga yang membantu presiden untuk merumuskan arah kebijakan pembinaan idiologi Pancasila. Gak main-main. Jadi Mahfud bukanlah figur ecek-ecek. Kelasnya jauh berbeda dibandingkan para buzzer yang mencari makan dari kegaduhan dan kekisruhan politik. Kalau toh ucapan dan sikapnya belakangan ini tekesan seperti buzzer, jelas dia bukan buzzer sembarangan. Kualifikasinya: kelas berat! Harus Jentelmen Dengan keputusan TNI AD, akan sangat baik, terhormat, bertanggung jawab, jentelmen bila Mahfud MD segera minta maaf. Pertama, kepada Enzo dan keluarganya. Gara-gara pernyataannya Enzo menghadapi tekanan psikologis yang luar biasa. Mahfud telah mem-bully seorang remaja berprestasi dan unggul. Masa depan Enzo terancam. Pemuda yang bercita-cita menjadi prajurit komando ini seperti divonis hukuman mati. Dipecat. Kedua, kepada lembaga TNI, khususnya TNI AD yang disebutnya telah kecolongan.Tudingan ini tidak main-main dan bisa dilihat sebagai sikap meremehkan TNI secara kelembagaan. Untuk menjadi taruna Akmil —semua angkatan— proses seleksinya sangat ketat dan berjenjang. Mulai di daerah (Kodim, Kodam), sampai di tingkat pusat berupa penentuan tahap akhir (Pantohir). Seorang calon taruna dinyatakan lolos setelah melewati pemeriksaan administrasi, test kesehatan, kesemaptaan jasmani, mental ideologi, psikologi dan test kesehatan. Siapapun yang lolos telah melalui tahapan ini. Seperti dikatakan Andika, prosesnya telah teruji. Soal mental idiologi di masa lalu dikenal persyaratan bersih diri dan bersih lingkungan. Bukan hanya sang calon secara pribadi, tapi juga keluarga dan lingkungannya. Enzo berhasil lolos semua ujian tersebut. Angkanya juga di atas rata-rata, kalau tidak boleh dikatakan sempurna (A). Enzo adalah taruna yang memenuhi semua persyaratan. Secara fisik jempolan, secara linguistik hebat. Dia juga punya bekal keagamaan yang kuat. Dari hasil tes Samapta, Enzo mampu melakukan pull up 19 kali, sit up 50 kali dan push up 50 kali masing-masing dalam waktu 60 detik. Enzo juga mampu berlari 7,5 putaran X 400 meter atau 3.000 meter dalam 12 menit, renang 50 meter dalam 60 detik. Selain bahasa Indonesia dia memguasai empat bahasa asing: Inggris, Perancis, Italia, dan Arab. Satu hal yang juga akan menjadi bekal istimewa Enzo, dia pernah menjadi santri di sebuah pondok pesantren di Serang, Banten. Bayangkan bila sampai TNI tunduk pada tekanan buzzer dan Mahfud MD. Mereka akan kehilangan calon perwira yang cemerlang dan tidak menutup kemungkinan menjadi pimpinan TNI di masa depan. Dengan paras rupawan dan berbagai keunggulan fisik lainnya, Enzo sesungguhnya bisa menempuh jalur pintas menjadi sukses, terkenal dan kaya raya. Seperti remaja Indo lainnya, dunia industri hiburan dipastikan akan dengan tangan terbuka menyambutnya. Namun Enzo memilih jalan lain. Jalan terjal berupa pengabdian kepada bangsa dan negara. Bangsa dan negara tempat Ibu kandungnya dilahirkan. Dia memilih bermandi peluh dan darah, ketimbang sorotan dan kilau lampu-lampu kamera. Dia memilih medan latihan dan medan tempur ketimbang panggung-panggung pertunjukkan. Di tengah semakin sedikitnya pemuda yang ingin mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara melalui jalur militer, Enzo seharusnya mendapat salut dan aplaus yang meriah, bukan malah di-bully. Ketiga, Mahfud harus meminta maaf kepada umat Islam. Gara-gara statemennya stigma radikal terhadap umat Islam semakin kuat. Semangat keberagamaan yang tinggi disamakan dengan sikap radikal. Kalimat sahadat mengakui ke Esa-an Allah SWT identik dengan organisasi terlarang. Keempat, Mahfud harus meminta maaf kepada bangsa Indonesia. Pasca Pilpres 2019 rakyat Indonesia terbelah menjadi dua kubu yang berseberangan. Pernyataannya dapat kian memperparah pembelahan itu. Masyarakat akan terus gontok-gontokan. Para elit politik, cerdik pandai harus benar-benar berhati-hati mengelola bangsa ini, termasuk menjaga ucapan maupun tindakannya. Jangan hanya karena kepentingan jangka pendek, kepentingan politik, kepentingan kuasa, persatuan dan kesatuan bangsa dikorbankan. Semuanya sekarang terpulang kepada Mahfud MD, apakah dia cukup rendah hati, punya jiwa besar memberi contoh dan tauladan kepada bangsa ini, terutama anak-anak muda seperti Enzo. Meminta maaf, mengakui kesalahan, adalah sikap yang terhormat. Atau seperti kebanyakan buzzer, memilih ngeles dan menyalahkan media karena salah kutip. End
Kasus Enzo, Untung Saja Mahfud MD Gagal Jadi Cawapres
Sungguh disayangkan figur terhormat seperti Mahfud MD berperilaku seperti buzzer. Hanya bermodal info medsos yang digoreng buzzer langsung mengambil kesimpulan seperti itu. Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Kalau saja Mahfud MD tidak gagal jadi cawapres, ceritanya pasti akan berbeda. Bangsa Indonesia yang sudah terbelah dalam dua poros 01 dan 02 , akan terpuruk kian dalam. Pernyataan Mahfud bahwa TNI KECOLONGAN karena meloloskan Enzo Allie menjadi calon taruna Akademi Militer (Akmil) menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu. Di media sosial para buzzer paslon 01 dan 02 kembali bertempur. Mereka kembali saling serang. Di media massa isu Enzo juga menyita perhatian. Sejumlah tokoh mulai dari Menhan Ryamizard Ryacudu, KSP Moeldoko, sampai KSAD Jenderal TNI Andhika Perkasa diburu media. Mereka dimintai pendapatnya. Enzo Zenz Allie (18) seorang remaja blasteran Perancis (Ayah) dan Indonesia (Ibu) ramai diperbincangkan. Videonya berdialog dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dalam bahasa Perancis, viral. Selain bahasa Perancis, Enzo juga fasih bahasa Inggris, Italia, Arab, dan tentu bahasa Indonesia. Kemampuan bahasa Arabnya dia peroleh di pesantren. Secara fisik Enzo juga jempolan. Dari hasil tes Samapta, Enzo mampu melakukan pull up 19 kali, sit up 50 kali dan push up 50 kali masing-masing dalam waktu 60 detik. Enzo juga mampu berlari 7,5 putaran X 400 meter atau 3.000 meter dalam 12 menit, renang 50 meter dalam 60 detik. Dilihat dari kecerdasan linguistik dan ketangguhan fisik, Enzo diperkirakan akan menjadi prajurit yang mumpuni. Paripurna. Cocok dengan cita-citanya menjadi prajurit komando. Satu lagi modalnya yang jarang dimiliki calon taruna, adalah pemahaman keagamaannya. Dia pernah menjadi santri di sebuah pondok pesantren di Serang, Banten. Digoreng Buzzer Tak lama setelah video Enzo viral, buzzer yang terinditifikasi dengan paslon 01 mulai menggoreng isu Enzo. Mereka menemukan di akun medsosnya, Enzo berfoto dengan bendera hitam bertulis kalimat tauhid (Tiada Tuhan selain Allah). Bendera bernama Ar-Rayah itu merupakan panji perang di masa Rasululloh Muhammad SAW. “Temuan” itu kemudian dikait-kaitkan dengan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang juga mempunyai bendera yang mirip. Enzo diduga sebagai pemuda yang terpapar kelompok radikal. Stigma yang bisa menjadi hukuman mati bagi karir militernya. Para buzzer ini juga menelusuri akun media sosial Hadiati Basjuni Allie. Di akun Hadiati yang tergabung dalam emak-emak militan Prabowo-Sandi ini juga didapati memposting sejumlah bendera tauhid. Namun tidak ada kalimat spesifik yang menyatakan dukungannya terhadap HTI. Tak ada ampun, Enzo dan ibunya digoreng habis para buzzer. Sayangnya sejumlah tokoh termasuk Mahfud MD bukan meredakan kehebohan, namun malah terlibat menambah bara kebencian. Mahfud menyebut TNI kecolongan. Karena itu dia menyarankan TNI segera memecat dan memberhentikan Enzo karena telah terpapar paham radikal. Kalau toh tidak dipecat, Enzo diperkirakan Mahfud bakal tidak kerasan di Akmil setelah diberitakan besar-besaran. “Kalau sudah diberitakan seperti itu masih kerasan, maka perlu dipertanyakan benar motivasinya,” tambahnya. Sungguh disayangkan figur terhormat seperti Mahfud MD berperilaku seperti buzzer. Hanya bermodal info medsos yang digoreng buzzer langsung mengambil kesimpulan seperti itu. Kalau buzzer motivasinya sangat jelas. Ekonomi dan kebencian. Mereka hanya bisa hidup ketika situasi politik gaduh dan keruh. Apakah Mahfud sudah terjerembab dalam motivasi serupa yang sangat rendah? Atau ada motif lain, berupa motif kuasa? Masa iya figur seperti dia serendah itu? Masa depan seorang anak muda dia korbankan dengan statemennya yang sangat gegabah. Pernyataannya juga bisa mendorong publik makin membenci bendera tauhid yang dia asosiasikan sebagai kelompok radikal. Soal ini jauh lebih serius. Menimbulkan stigma buruk bagi umat Islam Untungnya para petinggi militer tidak begitu saja menelan mentah-mentah saran Mahfud yang pernah menjadi Menhan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Menhan Ryamizard Ryacudu mempercayakan sepenuhnya kepada TNI AD. Sementara KSAD Jenderal Andhika menyatakan phaknya sedang melakukan penelitian secara scientific. Jadi tidak asal main pecat. Dalam era post truth dan masyarakat yang terbelah seperti Indonesia saat ini, sangat baik bila semua pihak menahan diri. Tidak mudah mengumbar pernyataan, apalagi isu yang hanya membuat masyarakat kian terbelah. Tidak ada gunanya bila di level elit politik terjadi proses “rekonsiliasi.” Sementara di level bawah, level akar rumput masyarakat terjerembab pembelahan yang kian dalam. Pasti bukan bangsa seperti ini yang kita bayangkan ketika para wakil rakyat, cerdik pandai mengadopsi sistem demokrasi langsung. Sekali lagi: Untung saja Mahfud MD gagal menjadi cawapres. Andai saja saat ini dia yang terpilih menjadi capres, bukan Ma’ruf Amin. Apa jadinya bangsa ini? End
Rasa-rasanya Luhut Memang Bakal Tersingkir
Episode Luhut nyekar ke makam LB Moerdani, menunjukkan sinyak kuat bahwa dia menyadari akan tersingkir. Oleh Dimas Huda (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Janur kuning belum menghiasi pelaminan. Masih ada waktu untuk melamar menjadi menteri. Boleh jadi, begitulah tekad pada pemimpin partai politik saat ini. Hanya saja, belakangan publik dibikin bertanya-tanya: mengapa Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh sering uring-uringan, seakan-akan kursi-kursi kabinet sudah diplot Jokowi dan partainya tidak kebagian secara memadai? Lalu, Luhut Binsar Panjaitan juga begitu. Menko Maritim ini seakan sudah mati arang, menunjukkan bahwa pada Kabinet Kerja II Jokowi, ia bakal tersisih? Hanya Surya dan Luhut yang tahu apa masalah yang menimpa diri mereka itu. Namun, belakangan memang sudah beredar semacam draft susunan anggota Kabinet Kerja II Jokowo-Ma’ruf Amin. Dalam selebaran yang viral itu, tak ada nama Luhut. Ia digantikan Susi Pudjiastuti sebagai Menko Maritim. Lalu, Faisal Basri diplot menjadi Menteri ESDM. Ada nama-nama lain, kebanyakan wajah baru di kabinet. PDIP dapat jatah terbanyak. Celakanya bagi Partai Nadem, tak ada satu pun kadernya yang nongkrong di sana. Tapi jangan percaya dengan selebaran begituan. Itu bukan kitab suci yang patut dijadikan referensi. Anggap saja itu sampah, berita palsu, atau hoaks. Lagi pula asal-usul selebaran itu juga tidak jelas. Bisa jadi itu dibuat orang iseng. Namun, bisa juga dibuat pihak Istana untuk kepentingan tertentu, misalnya untuk mengukur tingkat penerimaan atau penolakan publik terhadap tokoh-tokoh yang bakal dipasang. Bagaimana pun, selebaran ini membuat penasaran banyak orang. Begitu juga di kalangan wartawan. Seorang wartawan senior mengaku penasaran sehingga terdorong melakukan cek and ricek. Ia jumpai beberapa nama yang disebut dalam selebaran itu. Sebagain dari mereka cuma senyum-senyum, sebagian lagi geleng-geleng kepala. Ada juga yang menjawab “Aamiin’. Dari hasil memulung itu, ada informasi penting yang belum banyak tersiar. Kabarnya, Presiden Jokowi telah memanggil calon menteri koordinator. Mereka diajak bicara untuk ikut menyusun menteri-menteri di bawah jajarannya. Susi kabarnya adalah salah satu menko itu. Lalu, di bawah koordinassi Susi ada nama Faisal Basri. Ekonom yang sempat ditunjuk menjadi Ketua Antimafia Migas ini diplot menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Duet Susi dan Faisal ini, menurut sumber tadi akan menjadi "Buldozer" Jokowi dalam mengatasi kekisruhan tata kelola pertambangan di Indonesia. Susi dan Feisal dinilai punya nyali untu melawan para mafia pertambangan. Susi dalam kabinet Kerja I dianggap berhasil menumpas mafia di laut, di kabinet berikutnya dia ditugaskan menumpas mafia di lautan dan daratan. Kelas informasi ini adalah A2. Maknanya, kesahihannya di bawah A1. Kebenarannya tinggal tunggu pengumuman kabinet resmi. Tapi boleh jadi, inilah yang membuat Surya Paloh dan Luhut agak emosional belakangan ini. Surya misalnya bermanuver mengumpulkan anggota partai koalisi minus PDIP, dan Luhut membuat status “perpisahan” saat nyekar ke makam LB Moerdani. Surya dan Luhut sama-sama sudah menyadari mereka bakal tersingkir. Bahkan PDI Perjuangan yang awalnya terkesan jaim alias jaga imej dalam kaitan kursi menteri, pada Kamis (8/8) kemarin menunjukkan wajah aslinya. Tanpa tedeng aling-aling, Megawati Soekarnoputri meminta lebih banyak menteri nantinya. “Mesti lebih banyak,” tuntut Ketua Umum partai berlambang banteng moncong putih ini kepada Presiden Joko Widodo saat ia berpidato dalam Kongres V PDI-P di Grand Inna Beach, Denpasar, Bali. Lebih banyak yang dimaksud Mega tentulah jumlahnya lebih dari yang sekarang dan jumlah itu mesti lebih banyak dari partai anggota koalisi lainnya. Dalil Mega, PDIP adalah pemenang pemilu. "Orang kita ini pemenang pemilu dua kali," kata Mega. Mega dengan tegas mengatakan bakal menolak apabila Presiden Jokowi hanya memberikan sedikit jatah kursi menteri untuk diisi kader PDI-P. "Jangan nanti (Jokowi mengatakan), Ibu Mega, saya kira karena PDI-P sudah banyak kemenangan, sudah di DPR, saya kasih empat (kursi menteri). Emoh, tidak mau, tidak mau, tidak mau," ujarnya. Saat mendapat giliran berpidato, Jokowi menjanjikan kursi menteri terbanyak bagi PDIP. "Yang jelas, PDIP pasti yang terbanyak. Jaminannya saya," jawabnya. Mega telah menunjukkan keperkasaannya pada hari itu. Ia juga telah menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Ia pandai memanfaatkan momentum. Dia tahu kapan bicara dan tahu kapan harus diam. Mega tentu sudah menduga jawaban apa yang bakal disampaikan Jokowi. Pada saat itu, Mega di atas semua yang hadir dalam Kongres PDIP, termasuk Jokowi. Nah, sampai di sini publik bisa membaca, PDIP nantinya akan mendominasi kabinet. Selain itu, Jokowi pernah bilang akan memilih menteri dari kalangan anak-anak muda. Dari pernyataan ini saja sudah cukup jelas, Luhut bukan dari generasi yang disebut Jokowi itu. Jadi, siap-siap saja berpamitan dengan pensiunan jenderal yang oleh banyak pengusaha papan atas dijuluki "Prime Minister".
Save Taruna Enzo!
Lebih bahaya lagi jika ada pihak lain memanfaatkan rasa sakit hati Enzo. Dia akan jadi senjata mematikan jika dimanfaatkan melawan negara ini. Oleh Mochamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Berparas tampan. Wajah bule. Usia 18 tahun. Cerdas berprestasi. Muslim taat pinter mengaji. Bisa 4 bahasa asing. Inggris, Prancis, Jerman, Jepang. Itulah Enzo Zenz Allie. Namanya tiba-tiba viral setelah TNI AD mengunggah videonya. TNI angkat bicara mengenai isu viral yang menuduh taruna Enzo terkait dengan organisasi HTI. Foto yang mendasari isu miring Enzo itu bisa jadi betul, bisa jadi salah. Meski begitu, TNI langsung turun tangan melakukan penelusuran. Yang disoal netizen adalah salah seorang calon taruna – yang diduga Enzo – terlihat pernah berfoto membawa Bendera Tauhid. Maaf, jangan mengalihkan hal yang tak pernah terjadi menjadi suatu ketakutan yang baru. Musuh TNI jelas! Yakni: Komunis! Karena di sana sudah ada aturan dan undang-undang yang mengaturnya. Apalagi, partai komunis di negara ini pernah memberontak pada pemerintahan yang sah. Pemberontakan butuh kekuatan politik dan bersenjata. “Jangan alihkan kewaspadaan kami terhadap komunis dengan memunculkan musuh baru bernama Khilafah,” tegas seorang alumni Akmil yang kini berpangkat Kapten itu. Komunis memberontak seluruh dunia juga pernah dan telah terjadi. Sebutkan di negara mana kelompok pendukung Khilafah memberontak. Menggunakan cara kriminal pembunuhan penghalalan segala cara seperti komunis? Terorisme? Pasti ada yang jawab itu. Terorisme itu muatan politis dan bukan karena agama. Di Inggris ada IRA, di Srilangka ada gerilyawan Macan Tamil dan lain-lain. Apa pernah kita sebut agamanya. Hanya di negara kita yang mayoritas beragama Islam malah penduduknya sebagian percaya terorisme berdasar agama Islam. Malahan serius, teroris di negara ini belum pernah ada pihak yang klaim bertanggung jawab. Lucu sih kalau dibandingkan dengan teroris luar negeri setelah aksi ada yang klaim sehingga jelas tujuannya. Mungkin cuma iseng atau teroris magang. Belum punya kelompok. Dan hanya mengisi waktu daripada nganggur. Yang jelas memang ada yang berusaha benturkan dan takut pada Khilafah cuma satu. Mereka takut hukum Islam diterapkan di negara ini. Jangan beralasan bahwa nanti yang non muslim dimusuhi. Bahkan, Nabi Muhammad SAW bersabda, bukan umat ku seseorang yang tidak baik dengan tetangganya walaupun beragama lain. Nabi pernah menyuapi pengemis buta bangsa Yahudi yang setiap hari memaki Rasulullah. Nah gimana itu. Yang takut hukum Islam itu kadang memang ada bakat maling, bakat hobi maksiat, bakat mabuk, bakat ke lokalisasi dan lain-lain. Karena mereka takut tangan dipotong atau dirajam. Dan, ingat mereka yang ketakutan sama Khilafah, sudah banyak yang masuk penjara karena terkait kasus korupsi. Terakhir, anggota DPR dari PDIP I Nyoman Damantra ditangkap KPK. Kritik Mahfud Masalah Enzo makin melebar setelah anggota BPIP Prof. Mahfud MD meminta supaya TNI memecatnya dari Akmil. Mungkin Mahfud lupa bahwa Bendera Tauhih itu adalah Bendera Rasulullah yang selalu ada dalam setiap sholat. Dan, ingat dan catat! Bahwa kalimat tauhid itu selalu dibaca dalam setiap sholat umat Islam. Karena, kalimat tauhid itu juga selalu tertanam dalam dada setiap Muslim di manapun, tidak hanya di Indonesia, tapi di seluruh belahan dunia. Jauh sebelum HTI lahir, kalimat tauhid itu sudah ada sejak zaman Rasulullah. Yang terpapar paham radikal itu adalah yang berani membakar bendera tauhid, sebab siapapun, yang anti agama itu cuma paham komunis yang anti Pancasila. Pernyataan Mahfud tentang Enzo agar TNI memecat Enzo sungguh menyakitkan hati ibu-ibu dan umat Muslim. “Anda zholim memperlakukan Anak Yatim,” tulis seorang netizen Tinoy Riady. “Enzo itu ganteng Prof, gampang baginya atau Ibunya menjadikannya seorang Artis,” lanjut Tinoy. Tapi, Enzo lebih memilih untuk membela Tanah Air dan membanggakan orangtuanya untuk menjadi anggota TNI sebagai garda terdepan dalam membela bangsa. “Dia rela habiskan masa mudanya untuk Latihan Militer. Lagipula, TNI sudah membantah bahwa Enzo terpapar radikalisme, begitu juga pihak Pesantren. Kesholehan dan berbaktinya ia kepada ibunya adalah bonus tiada tara dari Allah,” tulis Tinoy. “Harusnya Indonesia bangga kepada Enzo, bukan malah nyinyir dan nuduh macam-macam kepada Anak Yatim berprestasi ini. Yang harus dikhawatirkan adalah ideologi komunis prof, bukan Bendera Tauhid,” tegas Tinoy. Kepala Sekolah Ponpes Al Bayan, Deden Ramdhani, juga membantah blasteran Prancis itu anggota HTI. Deden mengatakan, pesantren yang diasuhnya juga bercorak ahlussunnah wal jamaah (aswaja) serta menyatakan setia kepada NKRI. “Sebagai lembaga tentu pemahaman kami ahlussunnah wal jamaah dan NKRI harga mati,” kata Deden Ramdhani saat ditemui wartawan di Anyer, Serang, Banten, Rabu (7/8/2019). Deden menilai santrinya tak mungkin masuk Akmil jika punya keterkaitan dengan HTI. Sebab, seleksi di TNI begitu ketat. “Enzo sudah jelas Pancasilais dan cinta NKRI,” ujarnya. Ibunda Enzo, Siti Hadiati Nahriah, bahagia putranya lolos seleksi Akmil TNI. Karena, dia mengatakan menjadi prajurit TNI adalah cita-cita Enzo sejak kecil. “Menjadi prajurit TNI, merupakan cita-citanya semenjak kecil,” kata Siti dalam situs resmi TNI AD, yang dilansir detikcom, Selasa (6/8/2019). Siti mengungkapkan, ayah kandungnya, Jeans Paul Francois Allie, meninggal dunia karena serangan jantung. Sejak saat itu, Siti memutuskan pindah dari Prancis ke Indonesia bersama Enzo. Di Indonesia Siti menyekolahkan Enzo di pesantren. Setelah lulus, barulah itu mengikuti tes penerimaan Taruna Akmil di Magelang. Dan, lolos! Ucapan Mahfud belakangan ini memang cukup kontroversial dalam setiap kali menanggapi suatu masalah. Setelah kemarin dengan enteng mengatakan daerah yang mendukung paslon 02 terpapar Islam garis keras, sekarang mencoba naikkan nama untuk kasus Enzo. Ketika pembahasan tentang radikalisme dan HTI, raut muka Mahfud memang agak berbeda. Dan, kata-kata yang kau keluarkan jauh dari bidang ilmu yang dikuasai. Seharusnya sebagai orang yang dekat dengan pemerintah dan berpengalaman di bidang hukum, dia lebih paham status hukum HTI dan perlakuan pada bendera tauhid. Apakah HTI dinyatakan ormas terlarang? Apakah bendera Tauhid juga dinyatakan terlarang negara ini? Jika dinyatakan terlarang, dia seharusnya berbicara dengan membawa landasan hukumnya, bukan opini yang akan dianggap kebenaran oleh sebagian orang. Mungkin Mahfud lupa, pembicaraan di twitter ketika ada orang yang menanyakan, apakah eks anggota HTI boleh bekerja masuk pemerintahan? Dengan indahnya Mahfud menjawab dengan mengambil contoh anak-anak eks PKI boleh menjadi caleg. Padahal PKI dinyatakan terlarang melalui ketetapan MPRS. Dan, Mahfud pun berkata bahwa eks HTI masih boleh berkecimpung di pemerintahan, misalnya menjadi PNS atau menjadi apapun. Karena HTI berbeda dengan PKI. HTI itu hanya dicabut status administrasinya, dan pencabutan itu tidak menjadikan HTI sebagai ormas terlarang. Untuk turunan PKI saja negara masih menerima mereka sebagai caleg, mengapa untuk Enzo, Mahfud menjadi berbelok? Ironis. Hanya dengan bermodalkan jejak digital, Mahfud bisa berlaku lebih kejam melebihi hakim di persidangan yang minta bukti otentik selain postingan di sosmed. Padahal, Mahfud sendiri adalah mantan Hakim. Andaikan benar Enzo dan ibunya adalah eks HTI, apakah cara yang dikatakan Mahfud itu bisa dinilai benar? Mengapa Mahfud meminta Enzo harus dikeluarkan? Pernyatan Mahfud jelas sangat tendensius. Seharusnya Mahfud meminta TNI menyelidiki dulu apakah benar Enzo terpapar radikalisasi dan HTI. Jika benar, tak seharusnya juga ia dikeluarkan dari TNI. Justru TNI harus mampu membina Enzo untuk kembali berpikiran jernih atas ideologi bangsa ini. “Enzo itu seorang taruna yang fenomenal, kemampuan bahasa asing dan hasil tes fisik yang di atas rata-rata, menjadikan dirinya sosok spesial. Bahaya jika kita berlaku tidak adil pada diri Enzo. Ia akan sakit hati!” tulis Setiawan Budi. Dan lebih bahaya lagi jika ada pihak lain memanfaatkan rasa sakit hati Enzo. Dia akan jadi senjata mematikan jika dimanfaatkan melawan negara ini. Ada rangkulan dan ada pelukan bila benar penyelidikannya mengatakan Enzo terlibat HTI. Bukan malah memperlakukannya bak pelaku PKI. Itu jika benar, jika tak benar, bagaimana? Perlakuan pada diri Enzo, sudah di luar logika. Pembunuhan karakter atas dirinya dan nama ibunya, benar-benar sudah mencerminkan, slogan Pancasila itu hanya pemanis saja. #SaveEnzo! ***