UNCATEGORIZED

DPR RI Usulkan Pemilu Serentak 6 Maret 2024

Jakarta, FNN - Komisi II DPR RI mengusulkan pelaksanaan pemilu anggota legislatif (pileg) dan pemilu presiden/wakil presiden (pilpres) pada tanggal 6 Maret 2024. "Kalau kami menilainya yang ideal (pelaksanaan Pemilu 2024) di awal Maret, 6 Maret. Awalnya KPU usulkan 14 Februari atau 6 Maret, Komisi II DPR lebih cenderung pada tanggal 6 Maret," kata Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis. Dia menjelaskan bahwa KPU RI awalnya mengusulkan dua tanggal untuk pelaksanaan pileg dan Pilpres 2024, yaitu 14 Februari dan 6 Maret. Namun, menurut dia, dalam rapat tim kerja bersama yang terdiri atas Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan DKPP beberapa waktu lalu, KPU RI mengusulkan pelaksanaan Pemilu 2024 pada tanggal 21 Februari. "Sebenarnya yang penting adalah perlu ditarik kalau selama ini pada bulan Februari, itu 'kan karena pilkada dilaksanakan dalam satu tahun yang sama. Kami ingin menghindari adanya irisan yang terlalu dalam antara pileg, pilpres, dan pilkada," ujarnya. Oleh karena itu, dia berharap ada ruang yang cukup untuk persiapan pilkada karena itu prinsipnya dimajukan tidak lagi pada bulan April 2024. Menurut politikus Partai Golkar itu, perlu dipertimbangkan karena kalau pelaksanaan Pemilu 2024 di awal tahun, akan sulit terkait pencairan dana APBN dan APBD. "Oleh karena itu, kami menilai waktu yang ideal adalah di awal Maret 2024," katanya. Doli menilai Pemilu 2024 seharusnya tidak dilaksanakan pada bulan April ataupun di awal tahun karena akan menyulitkan pencairan pendanaan pemilu. Ia memperkirakan pencairan dana sekitar 1—1,5 bulan sejak awal tahun sehingga pelaksanaan Pemilu 2024 pada bulan Maret adalah langkah yang tepat. Menurut dia, tim kerja bersama akan memutuskan apakah perubahan waktu pelaksanaan Pemilu 2024 perlu diatur hanya dengan peraturan KPU (PKPU) atau perlu dengan membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu).

Anak Didik LP Anak Peringati Hari Pancasila

Palu, FNN - Sejumlah anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Palu, Sulawesi Tengah, ikut lomba permainan tradisional terompah. Terompah merupakan salah satu permainan tradisional yang dilombakan oleh LPKA Palu kepada anak didik pemasyarakatan dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila 2021, Selasa (1/6). Tidak hanya lomba terompah, LPKA Palu juga mengadakan lomba sendok kelereng, main sarung, dan sepak takraw. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sulawesi Tengah Lilik Sujandi mengatakan bahwa pihaknya pada Hari Lahir Pancasila tahun ini mengangkat tema Hore! Aku Anak Pancasila. Lilik Sujandi menjelaskan bahwa kegiatan tersebut untuk memupuk rasa nasionalisme anak didik pemasyarakatan yang saat ini sedang menjalani masa hukuman. Dikatakan pula bahwa mereka juga diberikan pendidikan dasar sehingga tidak putus sekolah meskipun menjalani masa hukuman. Dalam pelaksanaan pendidikan dasar tersebut, pihaknya bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Palu. "Setelah mereka keluar dari sini, betul-betul memiliki kapasitas sebagai anak yang berprestasi," katanya. Seusai membuka lomba permainan tradisional antaranak didik pemasyarakatan, Wali Kota Palu Hadianto Rasyid mengatakan bahwa pemkot setempat akan memberikan perhatian kepada mereka dari segi pemenuhan hak pendidikannya. "Mereka ini anak-anak kita, kami akan memberikan perhatian yang baik kepada mereka agar keluar dari LPKA Palu ini kembali ke jalan yang baik," tuturnya. Pemkot setempat akan membantu terkait dengan penyediaan fasilitas di LPKA Palu sebagai sarana pendukung untuk pembinaan. "Kami akan membantu melengkapi beberapa fasilitas yang ada," katanya menegaskan. Lilik Sujandi menambahkan bahwa anak didik pemasyarakatan yang menghuni LPKA Palu sebanyak 42 orang dengan total 6 unit kamar hunian. (ant)

Firli Bahuri Resmi Melantik 1.271 PNS Pasca TWK

Jakarta, FNN - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri resmi melantik 1.271 pegawai yang sebelumnya telah memenuhi syarat dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Acara pelantikan digelar di Aula Gedung Juang Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa. Hadir secara langsung 53 perwakilan pegawai dan pejabat struktural. Selebihnya pegawai mengikuti pelantikan melalui aplikasi daring dan wajib melakukan absensi serta menunjukkan bukti kehadiran. Ketua KPK Firli Bahuri terlebih dahulu melantik jajaran eselon I, yakni Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya Hardianto Harefa dan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan. "Sebelum saya mengambil sumpah janji Pegawai Negeri Sipil. Saya akan bertanya kepada saudara Cahya Hardianto Harefa dan saudara Pahala Nainggolan. Apakah saudara-saudara bersedia saya ambil sumpah janji menurut agama Kristen?," tanya Firli kepada Cahya dan Pahala. "Bersedia," jawab keduanya. "Harap mengikuti dan mengulangi kata-kata saya," ucap Firli. "Demi Tuhan Yang Maha Esa. Saya menyatakan dan berjanji dengan sungguh-sungguh. Bahwa saya untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 45, negara, dan pemerintah. Bahwa saya akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian dan kesadaran dan tanggung jawab," kata keduanya. "Bahwa saya akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri Sipil serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang atau golongan. Bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan. Bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara," lanjut keduanya. Setelah pelantikan Cahya dan Pahala, Firli juga melantik Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, Deputi Informasi dan Data KPK Mochamad Hadiyana, dan Plt Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana. "Apakah saudara-saudara beragama Islam, apakah saudara-saudara bersedia saya ambil sumpah menurut agama Islam?," tanya Firli. "Bersedia," jawab ketiganya. "Harap mengikuti dan mengulangi kata-kata saya," ucap Firli. "Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan setia dan taat kepada UUD 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi dharma bakti saya kepada bangsa dan negara. Bahwa saya dalam menjalankan tugas jabatan akan menjunjung etika jabatan bekerja dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Bahwa saya akan menjaga integritas tidak menyalahgunakan kewenangan serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela," kata ketiganya. Selanjutnya lima pejabat tersebut disaksikan langsung Firli menandatangani berita acara sumpah janji Pegawai Negeri Sipil, berita acara sumpah janji jabatan serta pakta integritas. Kemudian, Firli juga mengalungkan tanda pengenal pegawai, menyematkan pin Korpri, dan menyerahkan pakaian Korpri kepala lima pejabat tersebut. "Saya percaya bahwa saudara-saudara akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Semoga Allah Tuhan Yang Maha Esa bersama kita," kata Firli. (sws/ant)

Mengapa Kemendukbud Hapuskan Frasa Agama di PJPN?

by Pramuhita Aditya Jakarta FNN- Draf Sementara Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) 2020-2035 yang dirilis Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menghapus frasa agama. Kebijakan ini sangat mengagetkan dunia pendidikan Indonesia. Frasa agama digantikan dengan akhlak dan budaya. Jika kita tarik ketentuan peraturannya, maka sangat bertolak belakang draf PJPN 2020-2035. Pertanyaannya adalah jika frasa agama dihilangkan, maka apa acuan yang nantinya digunakan oleh Kemendikbud? Ada apa dibalik agenda Kemendikbud tersebut? Mau dibawa kemana dunia pendidikan kita? Apakah dijadikan sekularisasi dunia pendidikan Indonesia? Atau ada rencana besar Kemendukbud dibawah Nadiem Makarim untuk menjauhkan agama dari pendidikan? Luar biasa. Kita dihebohkan dengan draf visi Pendidikan Indonesia 2020-2035 dengan tema besar “membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajaran seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan pancasila”. Apa memang pendidikan selama ini dengan menggunakan frasa agama itu tidak Pancasilais? Jika kita telisik secara mendalam, maka visi ini jelas-jelas sangat bertentangan dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 3 dan 4 serta Pancasila, sila pertama. Hal ini sungguh ironis. Ternyata Menteri Pendidikan kita tidak memahami peraturan perundang-undangan yang berakitan dengan pendidikan nasional. Waah, gawat. Sekalipun pihak yang mewakili Kementrian Pendidikan telah melakukan klarifikasi terkait hal ini. Namun tidak dapat dipandang remeh masalah yang sudah terjadi. Agama dalam pendidikan merupakan hal yang sangat fundamen yang sangat prinsip di negara. Jika terabaikan sedikit saja, maka bisa saja kita tergelincir ke dalam jurang pendidikan sekuler. Pahami itu baik-baik Mendukbud Nadiem. Kalau lupa, sekeder mengingatkan kalau, Negara Kesatuan Republik Indonesia itu berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Dapat diartiakan bahwa segala tindak-tanduk kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia harus dilandasi oleh nilai-nilai keagamaan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan yang selain itu. Sampai disini, Mendukbud kelihatannya belom paham dan mengerti. Kalau begitu, makan agama yang mana yang dimaksud? Adalah agama yang sah di Indonesia. Agama yang diakui oleh negara. Oleh karena itulah, maka agama-agama di Indonesia disahkan oleh pemerintah dan menjadi legal. Pahami dan mengerti dulu dengan baik dan benar. Jangan sampai bangsa ini menjadi malu, hanya karena Menteri Pendidikan tidak paham tentang apa itu agama-agama di Indonesia. Langkah ini menurut kami termasuk dalam kategori semantic eror. Jika tidak adanya frasa agama pada visi “membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajaran seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan pancasila” maka visi pendidikan nasional 2020-2035 kelak hanya menjadi tafsir bebas. Tergantung pada siapa yang menafsirkan. Kemungkinan pada kejadian frasa agama ditiadakan ini karena beberapa faktor. Pertama, yaitu kealpaan. Sementara yang kedua, adalah kesengajaan. Jika ini kealpaan, maka menjadi sesuatu yang alamiah. Namun untuk setingkat kementrian sangat mustahil bisa terjadi. Sebab tanggung jawab ini tidak dilakoni secara individu melainkan tim dan kelompok. Jika ini kealpaan, maka dapat disempurnakan melalui bekerjasama. Koreksi dapat di lakukan secara perorangan atau tim untuk perbaikan menjadi mutakhir. Namun jika hal ini adalah kesengajaan, apakah tujuan pengarahan pendidikan nasional kepada track yang lain? Wallahu a’lam bihsawab. Bukan tidak mungkin, sebab penguasaan suatu bangsa dapat dilakukan dengan sederhana, yaitu melalui jalur pendidikan, dan upaya ini yang paling strategis. Biasanya klausul-klausul yang disepakati harus sesuai dengan kemauan, kehendak dan kepentingan para pihak dalam membuat perjanjian atau aturan-aturan tertentu? Praktik ini sudah biasa dilakukan. Bukan hal baru dalam praktik membuat ketentuan peraturan dan perundang-undangan. Praktisnya banyak terjadi pada momen-momen politik organisasi. Namun yang sangat penting sebagai sesama anak bangsa, untuk membangun pendidikan Indonesia ke depan, kita harus berprasangka baik (khusnuzon) terhadap pemerintah yang dalam hal ini menjadi tugas dan tanggung jawab Kementeian Pendidikan. Apalagi saat ini Kementerian Pendidikan sangat membuka diri untuk menerima saran, masukan dan kritikan dari masyarakat Indonesia terkait dengan hal tersebut. Keterbukaan ini kita apresiasi demi untuk kemajuan bersama. Penulis adalah Kandidat Calon Ketua Umum PB HMI 2021-2023.

Benarkah Fikri, Adi & Faisal Adalah Polisi Penembak 6 Laskar FPI?

by M. Rizal Fadillah Bandung FNN - Pertanyaan ini muncul sehubungan dengan beredarnya di media sosial Oppositeleaks yang menayangkan foto dan pelaporan Briptu Fikri Ramadhan kepada Mabes Polri tanggal 7 Desember 2020 yang disertai dua orang saksi, yaitu Bripka Faisal Khasbi dan Bripka Adi Ismanto. Uniknya, terlapor adalah enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang meninggal ditembak. Banyak pernyataan publik yang mendesak agar Kepolisian segera mengumumkan siapa nama-nama penembak dan personal lain yang terlibat dalam kasus yang menjadi perhatian nasional, bahkan dunia tersebut. Kualifikasi kejahatan teringan berdasarkan Laporan penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) adalah pelanggaran HAM dengan indikasi unlawful killing. Bungkamnya Polri selama ini sampai sekarang tentang siapa-siapa anggota polsisi yang telah melakukan penembakan hingga tewas tersebut tentu dapat menimbulkan banyak spekulasi. Ini kondisi yang tidak sehat. Dugaan bahwa Kepolisian sedang berfikir keras dan mencari skenario penyelamatan wajah korps memang wajar menjadi opini publik. Korban tewas karena ditembah, mau diputar menjadi penjahat. Sementara pembunuh mau dijadikan sebagai pahlawan. Munculnya tiga nama anggota polisi, seperti Fikri, Adi, dan Faisal didapat Oppositeleaks 6890 dari pelaporan 7 Desember 2020. Artinya, laporan itu dibuat masih pada hari yang sama dengan terjadinya peristiwa pembunuhan dini hari tersebut. Aksi pembunuhan tersebut sendiri dimulai jam 23.45 WIB tangga 6 Desember 2020. Briptu Fikri Ramadhan menerangkan tindakan aparat melakukan hal tersebut tak lain sebagai "tindakan tegas dan terukur kepada pelaku". Publik menilai ini untuk mengganti diksi "menembak" (bacaan lain "membantai" dan "menyiksa"). Ada tiga hal kemungkinan terhadap tiga nama di atas. Pertama, Briptu Fikri, Bripka Adi, dan Bripka Faisal itulah orang-orang yang sebenarnya melakukan penembakan. Sehingga yang ketiganya yang paling siap untuk mempertanggungjawabkan hingga ke proses hukum di peradilan sesuai peristiwa atau skenario peristiwa. Kedua, bukan ketiganya yang menjadi pelaku penembakan. Tetapi mereka beertiga menjadi "pemeran pengganti", sekedar sebagai formalitas untuk melaporkan. Kemungkinan masih ada pelaku lain, baik yang dari anggota Polri atau instansi lain yang menjadi eksekutor sebenarnya. Ketiga, anggota Polri dan instansi lain berkolaborasi untuk mengeksekusi. Artinya, kemungkinan bisa lebih dari tiga orang personil di atas. Proses penguntitan dan pembuntutan dilakukan bukan oleh satu atau dua orang. Banyak orang dan pihak yang diduga terlibat. Lalu siapa sebenarnya mereka itu? Tentu sangat mudah untuk diketahui oleh lembaga Kepolisian yang telah mengakui bahwa penembakan dilakukan oleh aparat polisi. Hanya hingga kini terjadi ke anehan, bahwa hal yang mudah ini justru tidak mau diungkap. "Jangan gras- grusu", kata seorang pejabat dari Markas Besar Kepolisian. Ini bukan soal grasa-grusu Pak Polisi. Tetapi fakta kejahatan yang mesti segera diusut. Justru nyata betapa lambat kasus ini ditangani. Wajar kalau publik bertanya-tanya tentang skenario yang dipakai polisi untuk kasus ini. Ayo Pak Kapolri, segera umumkan siapa pelaku yang melakukan unlawful killing tersebut. Benarkah mereka adalah Fikri, Adi, dan Faisal? Jika iya, tentu tinggal melakukan penyidikan saja. Namu jika ternyata bukan, maka jangan sampai ada orang yang sebenarnya tidak bersalah harus dikorbankan. Apalagi sampai dinyatakan bersalah. Kasihan masa depan mereka. Kasihan juga keluarganya. Persoalan ini akan semakin jelimet dan bikin mumet, jika perencana atau pembuat skenario bermotif untuk menutupi kebenaran. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Laporkan Din Syamsuddin, GAR ITB Seperti Buzzer Peliharaan Penguasa

by M. Rizal Fadillah Bandung FNN – Langkah elaporkan Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Prof. Dr. Din Syamsuddin MA ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) oleh Gerakan Anti Radikal (GAR) Institut Teknologi Bandung (ITB) adalah tuduhan yang tidak berdasar. Tuduhan atas dasar kebencian dan hayalan semata. Tuduhan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana. Deliknya adalah pencemaran nama baik yang nyata-nyata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Undan-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE). Jika mau, makan Prof. Din Syamsudin bisa saja melaporkan kepada polisi atas dugaan pencemaran naik, atau penyerangan terhadap pribadi seseorang. Namun semunya tentu tergantung pada Pak Din sendiri untuk bersikap. Walaupun sebenarnya publik jengkel atas sikap GAR ITB yang telah mempermalukan diri. GAR juga melacurkan kualitas akademik sebagai alumni ITB. Kampus hebat yang dirusak oleh mental alumni yang menghamba pada kekuasaan. Menurut orang Belanda itu namanya "sklaven geist" (bermental budak)! Radikalisme itu adalah isu atau ideologi yang sering dinyatakan oleh kaum penjajah kepada mereka yang bersikap kritis terhadap kebijakan penjajah. Ekstrim, radikal, pemberontak adalah sebutan yang mudah untuk disematkan kepada pribumi yang berjuang untuk kemerdekaan negeri. Mereka difitnah dan diadu domba oleh penguasa dengan memanfaatkan pribumi yang berwatak penghianat. GAR mestinya berdiskusi dulu dengan sesama akademisi untuk menetapkan kriteria yang jelas, absolut, dan akademikal tentang radikal dan radikalisme. Terlihat kalau GAR telah gagal faham atau miskin pemahaman, miskin narasi, dan miskin literasi tentang radikalisme dan ekstrimisme. Kalau untuk memahami yang kecil-kecil saja tidak mengerti latar belakangnya. Bagaimana dengan yang besar? Sebaiknya jangan seenaknya menetapkan radikal atas sikap kritis dan korektif terhadap penguasa. Sejak SBY dulu, Pak Din sudah kritis terhadap penguasa. Bahkan lebih keras dari sekarang. GAR terlalu naif atau kekanak-kanakan jika sikap kritis disamakan dengan ekstrim dan radikal. Tanpa kejelasan definisi atau makna, maka sebenarnya tuduhan itu dapat menunjuk pada diri sendiri. Dahulu para nabi, sejak Ibrahim As, Musa As, dan Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam juga dituduh ekstrim dan redikal oleh penguasa dan antek-anteknya ketika itu. Padahal yang sejatinya radikal dan ekstrim itu adalah penguasa Fir'aun, Namrud, dan Abu Jahal. Mereka adalah ekstrimis atau radikalis dalam setiap keburukan, kezaliman, dan kriminal. Nah tentu saja GAR yang seenaknya menuduh radikal kepada Prof. Din Syamsuddin, tidak akan senang jika disebut juga sebagai radikal keburukan, kezaliman, dan kriminal seperti Fir'aun, Namrud, atau Abu Jahal. Oleh karenanya bersikap lebih santun, bijak, dan "nyakola" lah sedikit. Belajarlah untuk saling menghormati sesama akademisi, perbedaan adalah hal yang wajar di dunia kampus. Sikap kritis inheren dengan karakter kampus sebagai masin produksi cendikiawanan. Kampus itu bukan tempat untuk saling memusuhi. Apalagi untuk sekedar mencari muka kepada penguasa. Terlalu primitif dan kampunganlah. Sebaliknya, GAR tampil memperlopori gagasan-gagasan briliun dari ITB untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. Seperti mengatasi pandemi covid-19 dan krisis ekonomi. Melaporkan Din Syamsuddin kepada KSAN adalah pencemaran nama baik. Nyata sebagai perbuatan melawan hukum. Sama saja artinya dengan main hakim sendiri "eigen richting". Nggak lucu kan kalau orang-orang kampus main hakim sendiri? Apa bedanya dengan preman jalanan? Masa sih GAR mau disamakan dengan preman juga? Ya sebaiknya janganlah. Majalah Tempo pernah memprihatinkan keruntuhan moral dunia kampus dengan membuat ilustrasi cover tikus bertoga dan ber"barcode harga". Kampus yang digambarkan telah kehilangan nilai-nilai intelektual. Tempat pagiarisme dan komersialisme bersarang. Sama dengan tempat para kolaborator, penghianat, pencari muka bersembunyi. Organisasi para agen dan penyembah kekuasaan. GAR ITB tak perlu menjadi tukang lapor-lapor seperti para buzzer peliharaan penguasa. Hadapi secara dialogis masalah yang menjadi misi perjuangannya. Buka ruang diskusi, buktikan kecendikiawanan diri dan organisasi. Menjadi pelaksana dari prinsip "in harmonia progressio". Bukan sebaliknya penyebab kemunduran dalam ketidakharmonisan. Sayang jika ITB dicemari oleh para "buzzer" peliharaan penguasa berkedok sebagai alumni. ITB itu sejak kemerdekaan sudah hebat dan terhormat. ITB juga terkenal mandiri dan merdeka. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Wakaf Ditengah Perampokan Yang Berlindung di Sekeliling Istana

Umat Islam bukannya tak senang bagian dari syari'at agama dicanangkan sebagai program nasional. Namun masalahnya, pemerintah menerapkan kebijakan yang ambivalen. Pada satu sisi umat Islam dicoba untuk dilumpuhkan melalui isu-isu radikalisme, intoleransi, terorisme, dan ekstrimisme. Juga melalui kriminalisasi terhadap para ulama dan aktivis. Sementara di lain sisi dana umat via zakat, haji, dan wakaf justru akan diambil untuk biayai infrastruktur. Para perampok banyak yang berlindung di sekeliling Istana by M. Rizal Fadillah Bandung FNN - Sedang ramai bangsa ini menyoroti perampokan uang rakyat oleh mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dan rekan-rekannya dari partai Pertai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ini perampokan yang benar-benar brutal, dahsyat, jijik dan sangat bejat. Karena merampok dan memakan dana Bantuan Sosial (Bansos) yang seharusnya diperuntukan untuk rakyat kecil di saat pandemi. Disamping masyarakat menghendaki diberlakukannya hukuman mati untuk Juliari Batubara, juga muncul tuntutan dan desakan agar PDIP dibubarkan saja. Karena PDIP kini menempati urutan teratas sebagai penyumbang kader terbanyak yang terlibat korupsi. Tuntutan yang terbilang wajar, karena prikaku penipuan kepada rakyat, dengan mengusung tagline “Partai Wong Cilik”. Di tengah perampokan uang rakyat yang masif dan berkelanjutan dari Jiwasraya, Asabri, Pertamina, BPS Tenaga Kerja, hingga Lobster dan kini Bansos, justru Pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Wakaf Uang. Suatu gerakan mobilisasi uang rakyat yang sepertinya biasa-biasa saja. Tetapi menjadi luar biasa karena dicanangkan di saat “negara sangat membutuh uang ". Gerakannya sekilas terlihat seperti yang berpihak kepada umat Islam. Tetapi sebenarnya umat Islam sendiri menduga ada motif lain dari pencanangan ini. Motif ekonomi yang lebih dominan ketimbang ibadah. Sebagaimana diungkapan sendiri oleh Presiden yang menyatakan wakaf tidak hanya sebagai ibadah, tetapi juga sosial dan ekonomi. Sungguh pencanangan kebijakan yang menunjukkan kedangkalan keagamaan, dan pandangan sekuler yang memisahkan ibadah dan sosial ekonomi. Seorang muslim yang baik itu akan memandang aspek sosial dan ekonomi sebagai ibadah. Sementara yang terjadi pada penguasa sekarang adalah berupaya dengan sekuat tenaga agar memisahkan sosial ekonomi dari ibadah. Ibadah hanya identik dengan melaksanakan sholat, berpuasa selama bulan ramadhan dan puasa-puasa sunnah, pergi haji dan umroh, mengeluarkan zakat, infah dan shadaqah, mengurus dan menguburkan orang yang meninggal dunia, membangun mesjid dan musholla, mendirikan pasantren dan rumah sakit. Selain ibadah-ibadah muamalah itu, tidak dianggap sebagai ibadah. Mengkritik pemerintah yang zalim dan otoriter itu bukan ibadah. Mengingatkan pemerintah untuk tidak membangun dinasti politik keluarga, itu juga bukan ibadah. Tidak adanya penegakkan hukum kepada mereka yang pro kepada pemerintah, itu bukan ibadah. Berlaku tidak adil kepada sebagian warga negara, itu bukan ibadah. Tidak melaksanakan tujuan bernegara sebagaimana diamantkan Pembukaan UUD 1945, itu bukan ibadah. Membunuh rakyat sendiri tanpa proses pengadilan, itu bukan ibadah. Rezim ini sudah seperti kapal keruk yang karam di tengah laut. Sehingga perlu untuk dilakukan langkah-langkah penyelamatan. Mengeruk dana investor kini semakin tersendat dan susah. Mengeruk hutang dari asing, sudah sampai Rp 6.000 triliun. Itu rupanya belum cukup. Mengeruk uang umat Islam melalui eksploitasi zakat dan dana haji. Kini mencoba lagi mengeruk dana wakaf dari umat Islam. Potensi dana wakaf dari umat Islam setahun ada Rp. 188 Trilyun. Besarnya dana wakaf umat Islam itu membuat Menteri Kekuangan Sri Mulyani sudah bermimpi-mimpi untuk menggunakan dana itu. Mau dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur. Sayangnya, umat Islam terlanjur tidak percaya kepada rezim memelihara koruptor dan perampok berlindung di sekeliling kekuasaan ini. Umat Islam bukannya tak senang bagian dari syari'at agama dicanangkan sebagai program nasional. Namun masalahnya, pemerintah menerapkan kebijakan yang ambivalen. Pada satu sisi umat Islam dicoba untuk dilumpuhkan melalui isu-isu radikalisme, intoleransi, terorisme, dan ekstrimisme. Juga melalui kriminalisasi terhadap para ulama dan aktivis. Sementara di lain sisi dana umat via zakat, haji, dan wakaf justru akan diambil untuk biayai infrastruktur. Para perampok banyak yang berlindung di sekeliling Istana. Lagi-lagi infrastruktur pula yang menjadi orientasi dan tujuan utamanya penacanangan wakaf dana umat Islam. Padahal di proyek-proyek infrastruktur inilah perampokan banyak terjadi. Karena lepas dari pengawasan masyarakat luas. Hanya kalangan tententu yang bisa dan punya kemampuan untuk punya akses dan mengasi dan menghitung biaya-biaya untuk pembangunan infrastuktur. DPR yang diharapkan untuk mengawasi juga kemasukan angin. Celakanya lagi uang yang ada di BUMN pun dikorupsi. Begitu juga dana pinjaman untuk menanggulangi pandemi covid-19 bansos ikut dirampok habis. Prilaku penguasa yang sangat bejat. Akibatnya, krisis ekonomi yang sudah di depan mata sekarang, membuat pemerintah menggaruk apapun, termasuk dana wakaf umat Islam. Sayangnya Wapres yang Kyai selalu tampil menjadi tukang stempel kebijakan yang berhubungan dengan keumatan. Soal wajib dan halal vaksin, dana haji yang digunakan untuk keperluan selain haji, eksploitasi zakat, serta pembenaran wakaf yang digunakan untuk hal "di luar ibadah". Wakaf uang di tengah perampokan uang negara yang marak adalah tema dari drama negara. Ada sindiran gambar foto seseorang yang sedang melirik tajam sambil tersenyum, lalu ada tulisan di atasnya "that moment" dan di bawahnya ada tulisan “when the corruptor hear Wakaf”??? he he he. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Islam Dan Keseimbangan Hidup

by Shamsi Ali New York City FNN – Ahad (10/01). Islam memang unik dan Istimewa. Dari sudut mana saja kita bahas akan menarik, dan membuat hati kita semakin jatuh cinta dan bangga. Hal itu dikarenakan, salah satunya, kesempurnaan ajarannya. Bahwa Islam itu bersifat “syaamil, kaamil wa mutakaamil”. Kata “Syamil” itu bermakna meliputi segala hal. Dalam artian bahwa Islam itu mencakup segala lini kehidupan manusia. Tidak akan ada aspek hidup lain, kecuali Islam sejatinya hadir untuk menjadi petunjuk (guidance). “Kamil” berarti sempurna (complete). Artinya, Islam itu pada dirinya memang tidak lagi menyisakan sesuatu yang tidak ada. Semua aspek ajaran Tuhan itu sejatinya ada terangkum semuanya dalam ajaran Islam. Tinggal manusia tertantang untuk menggalinya saja. Sementara “mutakaamil” berarti saling menyempurnakan. Kesempurnaan Islam pada segala aspek kehidupan manusia tidak berdiri sendiri, dan terpisah antara satu dengan lainnya. Antara aspek ketuhanan (akidah) misalnya, tidak terpisah dari aspek sosial (kemanusiaan). Keunikan ajaran Islam itu sekali lagi, selain memang mencakup seluruh lini hidup secara paripurna, juga memiliki keseimbangan yang alami. Bahkan keseimbangan ini menjadi salah satu kekuatan Islam dalam membangun kehidupan manusia yang stabil dan solid. Kita lihat misalnya, bagaimana Islam menjaga keseimbangan itu dalam segala aspek kehidupan manusia. Pertama, Islam menjaga keseimbangan hidup manusia dalam aspek relasi vertikal dan relasi horizontal (hablun minallah wa hablun minan naas). Dalam Surah 3 ayat 112 disebutkan bahwa manusia akan mengalami kehinaan dimana pun kecuali jika menjaga relasi secara baik dengan Allah (hablun minallah), dan dengan manusia (hablun minannas). Implementasi ayat ini terlihat dalam ragam ayat Al-Quran yang memerintahkan menjaga kekokohan iman kepada Allah. Tapi juga berbagai ayat yang memerintahkan menjaga kebaikan kepada sesama manusia. Bahkan dengan alam sekitar. Hadits-hadits Rasul juga penuh dengan peringatan untuk membangun iman kepada Allah tanpa melupakan kewajiban kepada sesama. Bahkan tidak jarang iman itu dipersyaratkan dengan kebaikan sosial (horizontal). Salah satunya, “tidak beriman di antara kalian sampai tetangga ya selamat dari perkatakan dan perbuatan buruknya”. Kedua, dalam Islam hidup manusia juga mencakup aspek ritual dan aspek sosial (ubudiyah dan mu’amalat). Mungkin tidak berlebihan, jika dikatakan bahwa aspek ubudiyah dalam Islam tidak akan menjadi sempurna kecuali terimplementasikan secara moral dalam kehidupan sosial. Misalnya, nampak dalam ibadah puasa, “barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan buruk, maka tidak ada hajat bagi Allah untuk orang itu tinggalkan makan dan minumnya”. Ibadah ritual tanpa kebaikan sosial akan berakhir kepada kesia-siaan. Atau mungkin lebih dikenal dalam sebuah hadits dengan kebangkrutan (hadits Ulil muflis). Artinya, ibadah ritual yang tidak terbukti dalam moralitas prilaku sosial akan menjadikan pelakunya justeru bangkrut di akhirat dan masuk neraka. Ketiga, Islam juga memandang hidup manusia pada aspek rohani dan jasmani (ruhiyah wa jasadiyah). Penciptaan manusia dari tanah seperti yang digambarkan dalam Al-Quran “min turaab” atau “min thin” menunjukkan bahwa hidup manusia tidak mungkin bisa dipisahkan dari aspek material. Manusia perlu dan harus makan serta memenuhi segala kebutuhan materi dan jasadnya. Manusia juga bukan makhluk material (jasad) semata. Manusia adalah makhluk spiritual yang bertengger pada wujud material. Dalam bahasa yang biasa saya diekspresikan, “spiritual being in a physical body”. Wujud ruhiyah dalam wujud jasad. Karenanya setelah Allah menciptakan manusia secara sempurna dalam wujud jasad, Allah meniupkan ruh-Nya (nafakha fiihi min ruuhiHi). Maka sejak itu manusia secara esensi menjadi makhluk spiritual dalam wujud jasad (material). Islam juga mewajibkan manusia untuk memenuhi kedua aspek hidupnya itu secara maksimal dan imbang. “Dan jika sholat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu di atas bumi dan carilah rezeki Allah. Dan ingatkah Allah banyak-banyak, semoga kamu sukses” (Al-Jumu’ah). Keempat, hidup manusia juga di lengkapi dengan dua prasarana dasar. Yaitu hati dan akal (qalb wa aql). Dalam Islam, manusia hanya akan hidup secara aman, nyaman dan stabil ketika hidupnya terbangun di atas kekuatan akal dan ketajaman batin (hati). Manusia yang kuat dalam akal (Ilmu dan pemikiran) dan tajam secara batin/hati akan membentuk karakter manusia hebat yang disebut “Ulul albaab”. Itulah yang digambarkan dalam Surah Al-Imran, “Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam adalah tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi mereka yang Ulul albaab. Yaitu, mereka yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring. Serta memikirkan ciptaan Allah di langit dan di bumi”. Manusia yang kuat secara akal tanpa hati boleh jadi akan menjadi penipu. Tetapi manusia yang tajam hati, tetapi lemah akal boleh jadi juga akan tertipu. Maka karakter orang beriman adalah “tidak menipu dan tak akan mudah tertipu”. Kelima, akhirnya Islam juga mencakup hidup manusia dalam aspek orientasi kebahagiaan atau kesuksesan dunia dan akhirat (ad-dunya way akhirah). Dalam Islam hidup manusia itu harus berorientasi kepada kesuksesan dan kebahagiaan. Islam tidak melihat dunia ini sebagai tempat untuk menderita, lemah, termarjinalkan dan terbelakang. Tetapi tempat untuk kuat, maju, sukses dan menang. Walaupun tentunya defenisi itu tidak selalu material oriented (orientasi materi). Tetapi bagaimanapun bentuk hidup itu, bagi seorang mukmin, hudup adalah kesuksesan dan kebahagiaan. Ayat-ayat Al-Quran itu penuh dengan motivasi, bahkan perintah kesuksesan. “Mereka itu adalah orang-orang yang berada di jalan hidayah dari Tuhan mereka dan mereka adalah orang-orang yang sukses”. (Al-Baqarah). “Sungguh beruntung/sukses orang-orang yang beriman” (Al-Mukminun). Disinilah kemudian Islam hadir untuk meyakinkan bahwa kesuksesan dan kebahagiaan hidup harus secara sempurna dan imbang. Ajaran Islam inilah yang kemudian diekspresikan dalam doa sapu jagad Umat, “Rabbana atina fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qinaa adzaban naar”. Maka beruntunglah kita dengan Islam. Berbahagialah kita dengan Islam. Dan harusnya kita semakin bangga dengan Islam kita. Semoga, amin. Penulis adalah Ulama dan Presiden Nusantara Foundation di New York

Terpenjara di Alam Bebas

by Hasan Syukur Jakarta FNN – Sabtu (09/01). Aku punya teman pernah menjabat gubernur. Sebut saja dengan Pak Pulan. Menjadi Gubernur di luar Pulau Jawa. Diganjar hukuman penjara selama 10 tahun denda Rp 10 miliard. bukan main lamanya. Pak Pulan terpidana korupsi. Karena teman, aku tak peduli dengan statusnya sebagai terpidana. Sekali teman, tetap saja teman. Bagiku hukum adalah urusan atau tugasnya petugas hukum kepada siapapun yang telah dijatuhi vonis. Apalagi telah memiliki kekuatan hukum tetap. Tetapi hukum tidak menghalangi jalinan silaturahmi. koridor silaturahim aku jaga terbuka sepanjang hayat. Bukankah pintu surga tertutup bagi orang yang memutus silaturahim? Pak Pulan bagiku tetap saja teman. Nasibnya saja membuatnya harus mendekam di penjara. Tepatnya di penjara Sukamiskin, Kota Bandung. Lapas (Lembaga Pemasyarakaran) ini diperuntukkan untuk narapidana dengan hukuman minimal 10 tahun penjara. Untuk itu, temanku Pak Pulan, disanalah mendekam. Bayanganku mendekam sepuluh tahun di dalam penjara, pastiah sangat menderita lahir maupun batin. Terisolasi dari sahabat dan terasing dari keluarga. Badanya bakalan kurus kering. Sebab dulu ketika masih pejabat, selalu dilingkungi oleh para ponggawa. Selalu dihormati para sahabat. Sekarang tidak seorang ponggawa atau sahabat yang peduli lagi dengan Pak Pulan. Pasti Pak Pulan kesepian. Sebab tak seorangpun yang menemui beliau di penjara. Kecuali aku dan keluarganya. Beginilah nasib orang dihukum penjara karena korupsi. Suatu hari aku datang berkunjung ke Lapas Sukamiskin Bandung. Aku memang datang untuk sekedar bersilaturahim dengan Pak Pulan. Begitu bertemu, kami saling brangkulan melepas kangen. "Eeh Fulan kelihatan badannya sehat, wajahnya tetap ceria seperti ketika di luar Lapas. Apa karena anda rajin olahraga? tanya aku kepadanya. Jawaban Pak Pulan benar-benar di luar duggaanku. “Aku kira anda di penjara ini sangat menderita", kataku lagi. Dan diluar dugaanku, Pak Pulan malah merasa bebas hidup di dalam penjara. Selanjutnya Pak Pulan berceritera tentang keadaan dirinya selama di penjara. Kenapa kok orang hidup dipenjara justru merasa bebas. Penjahat diluar penjara malah merasa terpenjara. "Terus terang saya sampai saat ini tidak merasa bersalah" kata Pak Pulan. Kalau saya bersalah. Penjara ini sudah penuh dengan pejabat-pejabat yang menyetujui kebijakan saya. Mulai dari para Kepala Dinas, Para Bupati, anggota DPRD Provinsi sampai dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). “Kan disamping disetujui oleh para Bupati dan para anggota DPRD Provinsi, urusan Anggaran Belanja Daerah (APD) juga harus disahkan oleh Mendagri. Tetapi yang dihukum cuma saya? Karena itu saya tidak merasa bersalah. Sebab tak serupiahpun ung yang saya makan", kata Pak Pulan bersemangat ". Fisik saya memang terpenjara. Tetapi jiwaku tetap merasa bebas. Itulah sebabnya kau lihat aku sehat dan ceria. Tidak ada beban dan tekanan psikologis selama di dalam penjara. Semuanya dijalani dengan senang hati. Makanya, kata Pak Pulan lagi, saya sehat-sehat saja. Pak Pulan bilang, tidak sedikit para preman bandit korptor yang hidup di luar penjara. Dan kelihatannya mereka bebas. Tapi yakinlah San, Jiwa mereka terpenjara. Hati nuraninyalah yang selalu mendakwa. Akibatnya, tidur tak nyenyak makan juga tak enak. “Mereka merasa dihantui oleh nuraninya sendiri. Ujung-ujungnya stres dan selesai", tutur Pak Pulan. Aku tersentak juga oleh penututan temanku itu. Aku pikit benar juga. Aku jadi teringat seorang penulis Napoleon Hill, penulis buku "Think and Rich". Ia mengutip hasil sebuah riset, bahwa diantara empat tempat tidur pasien di rumah sakit, tiga diantaranya karena penyakit hati. Doktrin dibalik badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Seharusnya diubah di dalam hati yang sehat terdapat badan yang sehat. Penulis adalah Pengurus KB PII.

Kepulangan Habib Rizieq, Pemerintah Terlihat Panik

by Mochamad Toha Surabaya FNN – Senin (09/11). Moment kepulangan Imam Besar Habieb Muhammad Rizieq Shihab (IB HRS) telah membuat Menko Polhukam Mahfud MD meradang. Sampai akhirnya Mahfud ikut membully IB HRS ini. Itulah yang terjadi dalam wawancara Ade Armando dengan mantan Menhan era Presiden Abdurrahman Wahid itu beberapa hari lalu (4/11/2020). Mahfud mengatakan hal yang jelek-jelek tentang IB HRS dengan sangat kasar. Mahfud MD mengatakan, HRS bukan orang suci. Padahal, HRS tidak pernah mengatakan dirinya orang suci. Mahfud juga menyebut HRS mau pulang karena menghindarkan deportasi dari Arab Saudi. Singkatnya, yang keluar dari mulut Mahfud buruk-buruk semua. Menurut KH Tb. Abdurrahman Anwar Al Bantany, zaman ini milik IB HRS. Imam Besar Umat Islam Indonesia ini selalu menjadi sorotan dan perbincangan berbagai kalangan, baik dalam dimensi Nasional maupun Internasional. “Para pecinta HRS itu selalu loyal dan setia ikut berjuang di bawah komando beliau apapun resiko dan akibat yang harus diterimanya,” lanjut mantan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam As Syafi'iyah Jakarta itu. Sebagai sosok Mujahid atau pejuang tangguh di medan laga, perjuangan yang tidak mengenal rasa takut untuk dibunuh. Tidak gentar menghadapi penjara. Tidak menyerah dengan teror, dan ancaman. Tidak larut dengan sogok. Tidak peduli dengan fitnah, cacian, dan sebagainya. IB HRS adalah pejuang tangguh yang Istiqomah. Bukan mencari panggung, dan bukan pula mencari popularitas. Bukan mencari dunia. Tetapi yang dicari adalah Ridho-Nya Allah SWT. Dalam hablum minan nas, HRS santun dan bersahaja, menunjukan akhlakul karimah. Tapi, dalam hal keberpihakannya membela Agama Allah, IB HRS tegas tanpa kompromi. “Itulah sifat kesatria dari umat Rasulullah Sallaahu Alaihi Wasallam. Menempatkan lembut pada tempatnya. Tegas pada tempatnya, dan keras pada tempatnya,” ungkap Anwar Al Bantany. Menurutnya, serentetan cara dan makar untuk membungkam HRS antara lain. Pertama, tiga kali keluar masuk dari penjara, tidak membuat jera untuk terus berjuang membela kebenaran dan menegakan keadilan. Kedua, ancaman berupa sniper otomatis yang diarahkan untuk merenggut jiwanya, tidak digubris IB HRS sama sekali. Ketiga, sogokan uang satu triliun agar IB HRS bungkam, tidak diliriknya sama sekali. Keempat, teror-teror saat da'wah dan ceramah yang mengancam jiwanya, tidak membuat berhenti dari menyuarakan kebenaran di atas mimbar. Kelima, fitnah keji dan pembunuhan karakter yang dialami oleh IB HRS, dan keluarga tidak mampu menghentikan perjuangannya. Keenam, hijrah ke Mekkah untuk menghindari pertumpahan darah dengan anggapan agar IB HRS tak lagi berjuang, tetapi suara IB HRS dari Mekkah tetap lantang melawan berbagai Kedzoliman. Ketujuh, berbagai cara busuk, licik, dan keji diarahkan ke IB HRS dengan harapan agar bungkam dan takut. “Ternyata berbagai upaya yang telah dilakukan untuk membungkam HRS hasilnya hanya menyebabkan berbagai macam kebingungan yang dialami oleh rezim saat ini,” lanjut Anwar Al Bantany. Tiga tahun Enam bulan IB HRS berada di Mekkah, karena dicekal, dikriminalisasi, dan upaya lainnya. “Kini tiba saatnya IB HRS kembali ke tanah air untuk membela Agamanya, membela umatnya, dan membela Bangsa dan Negaranya,” tegasnya. Umat bersuka ria akan menjemput, dan menyambut kedatangan serta kehadiran IB HRS di tanah air tercinta. Kedatangan HRS ke tanah air telah membuat rezim kalangkabut mencari sejuta cara untuk membungkam HRS tidak berdampak apa-apa sama sekali, sehingga rezim saat ini sedang berada dalam seribu kebingungan. Wartawan senior Asyari Usman bertanya, apakah Habieb pernah berbuat jahat seperti Joko Tjandra? “Sampai-sampai beliau sekarang di-bully oleh Mahfud? Habib tak pernah merugikan rakyat dan negara sebagaimana Joko Tjandara melakukan korupsi dan penipuan besar.” Jadi, sangatlah mengherankan mengapa Mahfud MD sampai ikut mem-bully HRS. Dalam wawancara dengan Ade Armando itu. Mahfud merasa ringan mengatakan agar Habieb mengurus sendiri masalahnya dengan pemerintah Saudi. Padahal, Mahfud tahu, HRS tidak pernah meminta bantuan aparat Indonesia. Kelihatannya, Pak Menko tergiring masuk ke ruang yang penuh dengan “udara akal kotor”. Tidak terpikirkan mengapa Mahfud yang berintelektualitas tinggi mau menghirup “udara akal kotor” itu. Apakah Mahfud MD merasa dia akan mendapatkan tempat yang sebaik-baiknya di sisi para penguasa dan cukong? Wallahu a’lam. Tidak salahnya kalau anda berkenan menyumbangkan “oksigen akal sehat” kepada Mahfud MD. Persaudaraan Alumni (PA) 212 menyebut, tidak ada lagi laporan kepolisian atau kasus yang menyangkut IB HRS. PA 212 mengklaim bahwa semua laporan yang menyangkut HRS itu sudah berstatus SP3 atau dihentikan penyelidikannya. “Sudah SP3. Insya Allah (semua kasus HRS) sudah SP3 jadi nggak ada masalah,” kata Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif, seperti dilansir Gelora.co, Minggu (8/11/2020). Slamet Maarif meminta kepolisian untuk tidak provokatif menjelang kepulangan HRS. “Jadi polisi jangan mengada-ada (lagi). Ciptakan kondisi agar kondusif jangan komentar yang provokatif dan mengada-ada,” himbaunya. Sebab sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyebut, ada beberapa laporan polisi yang sampai saat ini menyangkut nama HRS di Polda Metro Jaya. “Memang banyak laporan polisi yang menyangkut masalah Pak Rizieq Syihab ya,” katanya. Sebelumnya, PA 212 juga mengungkapkan ada intelijen hitam persulit HRS pulang dari Arab Saudi ke Indonesia. Intelijen hitam ini juga disebut memberikan informasi palsu soal keadaan HRS. Seperti dilansir Harian Aceh.co.id, Kamis (19/10/2020), Slamet Maarif menjelaskan, operasi intelijen hitam dibalik susahnya tokoh FPI itu pulang ke Tanah Air. Dia menjelaskan salah satu informasi bohong datang dari Dubes Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel. Dubes menyebut HRS bermasalah. Padahal, kata Slamet Maarif, beberapa waktu lalu di sebuah stasiun televisi, Agus mengatakan tidak ada masalah antara pemerintah Indonesia dengan Saudi soal kepulangan tokoh FPI tersebut. “Artinya ini ada intelijen hitam bermain yang menginfokan yang tidak benar (soal HRS) ke Arab Saudi,” jelas Slamet Maarif dalam tayangan YouTube Front TV, Senin (19/10/2020). Slamet heran kepulangan HRS ke Indonesia kok beberapa pihak tak senang. Termasuk Dubes Indonesia untuk Arab Saudi. Slamet Maarif melihat ada yang mencoba mengganjal kepulangan HRS. “HRS mau pulang. Dia Dubes Indonesia untuk Arab Saudi cuek. Nggak mau urusin. Padahal HRS sudah usaha sendiri. Harusnya gembira dia, warganya bisa pulang. Ini malah sebaliknya. Harusnya cari info berupaya agar pulang,” kata Slamet. “Dubes Agus ini salah satu variabel yang hambat kepulangan HRS. Artinya terbukti pesoalan ada di sini. Mulai Allah buka ini pihak yang selama ini bermain,” lanjut Slamet. Selain Dubes Agus, Slamet menyoroti respons Istana atas kepulangan HRS. “Kok responnya seakan tak senang dengan kabar itu. Ternyata orang Istana teriak semua, kebakaran jenggot. Indikasi keterlibatan pihak sana ikut menghalangi kepulangan,” katanya. Dubes Agus menyebut, ada aib yang dilakukan IB HRS selama tinggal di Arab Saudi. Tetapi Agus tidak mengungkapkan aib yang dilakukan Imam Besar FPI itu. Aib itu tercantum dalam layar kedua sistem komputer imigrasi Arab Saudi. “Di layar kedua ini ada dua kolom yang sensitif dan berkategori aib, sehingga kami tidak elok untuk membukanya ke publik,” kata Agus kepada CNNIndonesia.com, Jumat (6/11/2020). Ia mengungkapkan, data sensitif ini masih bisa diakses di sistem hingga 4 November 2020. “Pada 4 November kemarin data sensitif ini masih bisa dibaca. Kalau tidak nyaman dengan label ini silakan protes kepada komputer keimigrasian Saudi,” ucap Dubes Agus. Sebelumnya, ia juga mengungkapkan HRS pulang ke Indonesia setelah masuk daftar deportasi. Status itu terdapat di layar keempat dalam sistem komputer imigrasi Saudi. “Di layar ini juga tertulis dengan sangat jelas namanya masuk dalam 'tasjil murahhal', daftar orang dideportasi,” ungkap Dubes Agus. Mahfud sebelumnya juga mengatakan, kepulangan IB HRS itu untuk menghindar agar tidak dideportasi dari Arab Saudi akibat pelanggaran imigrasi. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.