KPK Kembali Panggil Ajudan Wali Kota Bekasi Saksi Kasus Rahmat Effendi

Tersangka Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi berjalan menuju ruangan untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (4/2/2022). ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.

TERKINITERPOPULERTOP NEWSPOLITIKHUKUMEKONOMIMETROSEPAKBOLAOLAHRAGAHUMANIORALIFESTYLEHIBURANNUSANTARADUNIATEKNOOTOMOTIFWARTA BUMIKARKHASCEGAH HOAXFOTOINFOGRAFIKVIDEOINTERAKTIF

 

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil ajudan Wali Kota Bekasi Bagus Kuncoro Jati alias Dimas sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menjerat Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi (RE).

"Hari ini, Dimas kembali dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi bagi tersangka RE terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta," ujar Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Sebelumnya, Kamis (24/2), di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, tim penyidik KPK telah memeriksa Dimas sebagai saksi dan mengonfirmasi serta mendalami perihal dugaan adanya peran atau campur tangan Rahmat Effendi dalam pengadaan polder untuk Grand Kota Bintang Bekasi.

Pada Kamis (6/1), KPK menetapkan total sembilan tersangka, yakni lima penerima suap dan empat pemberi suap terkait kasus dugaan korupsi tersebut.

Para penerima suap adalah Rahmat Effendi (RE), Sekretaris DPMPTSP M. Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).

Lalu, pemberi suap adalah Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp21,8 miliar, serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar.

Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.

Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi. Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka agar tidak memutus kontrak pekerjaan.

Kemudian sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid. Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait dengan posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

Ada pula tindakan korupsi terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin. (mth/Antara)

 

289

Related Post