78 Merdeka, Terjebak dalam Konspirasi Global Mengganti UUD 1945
Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila
Jakarta, FNN - Pada tanggal 15 Januari 1998 Indonesia terperangkap konspirasi global oleh dua negara adikuasa AS dan RRC yang melibatkan lembaga keuangan Internasional IIMF memberi bantuan dengan seabrek persyaratan.Tekanan IMF kemudian dilanjutkan dengan kerjasama antek-antek di dalam negeri NGO untuk melakukan operasi ganti rezim ganti sistem.
Dengan kue demokrasi membuat para cecunguk bersemangat mengganti UUD1945 dengan UUD 2002 mereka yang mengecap pendidikan di AS seperti Amin Rais akhirnya menjadi garda terdepan mengobrak-abrik UUD 1945 dan Pancasila dengan sistem individualisme, liberalisme, kapitalisme.
Eforia reformasi awalnya seakan negara ini akan maju mrnurut antek-antek asing tersebut tetapi apa yang terjadi setelsh 25 tahun reformasi.
Mereka mulai menyesal tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara mulai berantakan.
Demokrasi yang nereka jadikan agama baru ternyata demokrasi palsu tidak ada demokrasi itu yang ada seakan-akan demokrasi semua serba transaksional imbasnya kekayaan ibu pertiwi ludes untuk perjudian Pilpres, Pileg, Pilkada. Kalau yang apes ketangkap KPK tetapi kerusakan sudah merembes ke moral pejabat negara, korupsi merajalela dan tidak terbendung.
Terus utang menggunung kata Sri Mulyani dengan enteng tidak ada negara yang tidak punya utang di dunia ini.
Kerusakan paling parah adalah bersengkongkolnya eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Jadi, presiden menjadi sangat super power sehingga semua partai politik menyusu pada presiden. Apa lagi ketua partai yang terjerat masalah hukum maka kalau perlu menjilat.
Model demokrasi sontoloyo inilah yang sedang berlangsung di negeri ini.
Memang ada perlawanan dalam pilpres yang menggunakan sistem presidensiil ini ada yang mengusung perubahan. Bagaimana bisa mengusung perubahan kalau demokrasinya demokrasi sontoloyo.
Yang lebih aneh selalu diksinya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bagaimana mungkin keadilan sosial bisa terwujud, mana kala diletakan pada sistem individualisme, liberalisme, kapitalisme. Jadi ya sesama pengagung demokrasi liberal yang satu menjadikan Pancasila sebagai alat tipu yang satunya lagi menggunakan diksi keadilan sosial.
Ketiga capres ini tidak jelas mau dibawa ke mana Indonesia itu? Ketiganya liberal kapitalis.
Yang PDIP selalu mengatakan penerus Soekarno. Mana ada Soekarno kompromi terhadap imperialisme, apa lagi memberi karpet merah pada imperalis China.
Ketiga Capres apa perna bicara tentang kedaulatan negaranya bagaimana mengambil alih kekayaan ibu pertiwi yang sudah dikuasai asing. Bagaimana mengembalikan tanah air yang 75% dikuasai segelintir orang asing dan aseng.
Bagaimana menegakkan kembali pasal 33 UUD 1945.
Caores kok hanya lari-lari di setiap kota, ndak ada pikiran besarnya.
Juga tidak ada capres yang berani mengembalikan UUD 1945 dan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Renungkanlah, sebab bangsa ini akan terus terjebak dalam konspirasi asing. Hanya kembali pada UUD 1945 dan Pancasila bangsa ini akan selamat.
Maka perlu dibentuk Pergerakan Kebangsaan untuk Mendukung Pidato Ketua DPD La Nyalla Mahfud Mataliti yang ingin kembali ke UUD 1945 dan Pancasila.
Pergerakan kebangsaan segera dibentuk untuk seluruh bangsa Indonesia mengembalikan Sistem MPR menjadi lembaga tertinggi negara dan membuat GBHN sebagai bintang petunjuk arah agar bangsa ini selamat dari konspirasi global.
Tidak perlu lagi pilpres yang hanya mengumbar hawa nafsu untuk perpecahan dan mengikuti konspirasi global. (*)