Abaikan Larangan Jokowi, Enggar dan Rini Membangkang?

Ada kesan perintah dan larangan Presiden Jokowi yang sudah dipublish itu hanya sebagai pemanis di bibir saja oleh para menterinya, setidak-tidaknya oleh Enggar dan Rini.

Oleh Dimas Huda (Wartawan Senior)

Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo mengeluarkan perintah dan larangan kepada seluruh menteri, pada saat sidang kabinet beberapa waktu lalu. Seluruh menteri Kabinet Kerja dilarang mengeluarkan kebijakan strategis. Selain itu, dilarang mengganti jajaran direksi BUMN ataupun jabatan dirjen di lingkungan kementerian.

Belakangan, perintah dan larangan ini berlalu begitu saja. Bungen tuwo, orang Jawa bilang: mlebu kuping tengen, metu kuping kiwo. Nggak didengar. Nyatanya, Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, pada 6 Agustus lalu merombak jajaran pejabat eselon I di Kementerian Perdagangan sedangkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, berencana merombak direksi di empat BUMN.

Kesannya, perintah dan larangan Presiden Jokowi yang sudah dipublish itu hanya sebagai pemanis di bibir saja oleh para menterinya, setidak-tidaknya oleh Enggar dan Rini. Padahal keputusan Presiden yang melarang para menteri mengeluarkan kebijakan strategis jelang masa kabinet berakhir itu merupakan keputusan yang baik.

"Periode akhir dari suatu pemerintahan tradisi dan etiknya adalah sebagai lame duck government,” ungkap ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J. Rachbini, mengomentari larangan presiden itu. “Ini kebijaksanaan yang baik,” lanjutnya.

Bagi Didik, kebijakan strategis yang diambil menteri di penghujung waktu akan berpengaruh pada menteri selanjutnya, sehingga hal itu harus dihindari. "Jika buruk direksi yang dipilih, maka itu akan mempengaruhi bertahun-tahun kemudian," tandasnya.

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menjelaskan permintaan presiden itu didasari karena pemerintahan tinggal beberapa bulan sampai pelantikan. Mantan panglima TNI itu menyebut Jokowi tak ingin ada beban pada periode keduanya nanti. "Jadi jangan sampai nanti punya beban ke depannya. Itu aja sebenarnya," tuturnya seperti dikutip RMOL.

Keputusan Presiden

Toh, Enggar tetap melantik tujuh pejabat eselon I di kementeriannya pada Selasa (6/8) lalu. Salah satu pejabat yang dilantik adalah Oke Nurwan, menjadi Sekretaris Jenderal. Sebelumnya, Oke menjabat sebagai Direktur Perdagangan Luar Negeri. Pejabat lain yang diubah jabatannya ialah Suhanto. Sebelumnya, ia menjabat Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Hubungan Antar Lembaga. Pada Selasa pekan lalu itu ia dilantik menjadi Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.

Enggar juga melantik Indrasari Wisnu Wardhana sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, dari sebelumnya Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Sedangkan posisi Wisnu terdahulu diisi oleh Tjahya Widayanti. Selain itu, Enggar mengangkat Dody Edward sebagai Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional. Ia juga mengukuhkan Arlinda menjadi Staf Ahli Bidang Hubungan Internasional.

Lalu, Karyanto Suprih menjabat Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Hubungan Antar Lembaga. Enggar optimistis bahwa formulasi pejabat eselon I baru tersebut dapat memenuhi kebutuhan Kemendag dalam menjalankan tugas sehari-hari. Pemangku jabatan di posisi ini, menurutnya, harus berani mengambil risiko dalam membuat keputusan yang tepat dan cepat.

"Sebagai pemimpin, loyalitas yang paling utama adalah kepada Merah Putih, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita harus mempunyai hubungan yang baik dengan semua, loyal terhadap atasan, rekan, dan bawahan, serta saling bahu membahu satu sama lainnya," kata Enggar dalam rilisnya.

Pelantikan ini berlangsung pada hari yang sama saat Moeldoko mengatakan bahwa Presiden menyerukan para pejabat untuk tidak mengeluarkan kebijakan strategis atau penggantian jabatan tertentu.

Kepala Biro Humas Kemendag Fajarini Puntodewi menjelaskan mutasi pejabat eselon I di Kemendag itu sudah berdasarkan dengan Keputusan Presiden yang diterbitkan pada Juli lalu. "Dasarnya Keputusan Presiden nomor 78/TPA yang dikeluarkan tanggal 15 Juli 2019. Jadi sudah jauh sebelumnya," kata Fajarini, Rabu (7/8)

Lima BUMN

Sementara itu, sebanyak lima perusahaan BUMN juga akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) secara simultan dan berurutan sejak 28 Agustus hingga 2 September mendatang.

Berdasarkan data keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (12/8), agenda RUPSLB itu sama, yakni evaluasi kinerja semester I-2019 dan perubahan susunan pengurus.

Kelima BUMN yang akan menggelar RUPSLB yakni PT Perusahaan Gas Negara Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Rencana perombakan direksi BUMN jelas-jelas melanggar perintah yang pernah disampaikan Presiden Jokowi. "Itu perintah. Apa yang disampaikan dalam sidang kabinet kan perintah. Harus diikuti. Mestinya begitu," kata Moeldoko, Senin (12/8).

Moeldoko menegaskan setiap menteri Kabinet Kerja harus mematuhi instruksi langsung yang diberikan kepala negara. Termasuk dalam hal perombakan jabatan maupun direksi BUMN. "Itu kan moral obligation bagi pejabat negara begitu," tegasnya.

Enggar dan Rini toh melenggang saja melompati perintah dan larangan presiden. Kalau sudah begitu, Presiden mau apa? End

658

Related Post