Adu Mulut Edy Mulyadi dan Saksi hingga Jaksa Menuding Hakim Berpihak
Jakarta, FNN – Suasana memanas pada saat berlangsugnya sidang lanjutan terdakwa kasus ‘jin buang anak’ Edy Mulyadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (21/6/2022). Perselihan ini tidak hanya terjadi antara Edy Mulyadi, tim pengacara Edy dan tim Jaksa, tetapi juga antara majelis hakim dan jaksa.
Hal ini bermula ketika Edy Mulyadi mengeluarkan suara tinggi ketika bertanya kepada saksi Hengky Primana selaku Kabid Kepemudaan Kemahasiswaan SEMMI. Edy bertanya soal pernyataan BAP Hengky yang menilai asset-aset negara dijual adalah pernyataan bohong.
“Saya katakan di video tolak IKN, negara menjual asset, saudara katakan itu bohong betul?,” tanya Edy
Hengky menekankan bahwa pernyataan Edy adalah bohong, karena ia tidak pernah melihat kwintasi jual-beli aset negara. Kemudian Edy melanjutkan dengan mengibaratkan aset negara dengan sebuah mobil.
“Karena saudara nggak lihat kwitansi. Misalnya jaksa X punya mobil, Anda pernah lihat kwintansinya?" tanya Edy
"Karena mobil beliau itu bukan hak milik saya," jawab Hengky.
Ketika itu juga suara Edy meninggi. Edy teriak meminta jawaban Hengky.
"Anda pernah atau tidak!" ujar Edy.
"Itu bukan hak milik saya!" timpal Hengky.
"Anda pernah atau tidak, jawab pernah atau tidak!," teriak Edy
Hakim Ketua Adeng Abdul Kohar langsung mengetuk palu dan meminta agar Edy lebih sopan lagi. Edy Mulyadi langsung menggerakkan kedua tangannya ke kepala dan langsung meminta maaf karena mengeluarkan suara tinggi.
Tiba-tiba jaksa menyampaikan keberatan dengan pertanyaan Edy Mulyadi yang membahas kasus UU ITE, padahal kasus ini tidak ada kaitannya dengan UU ITE, tetapi hakim mempersilahkan Edy untuk melanjutkan pertanyaan itu kepada saksi. Tim jaksa juga menganggap bahwa hakim mendiamkannya.
“Loh bukan mendiamkan. Kalau pertanyaannya (pengacara) nggak ini, saya cut kok. Silahkan bilang bahwa majelis ini tidak bermartabat lagi kalau saudara bilang sepeti itu,” kata Hakim Ketua Adeng Abdul Kohar.
Hakim Adeng kemudian meminta jaksa menuliskan surat keberatan, lalu hakim Adeng juga meminta panitera mencatat keberatan jaksa.
“Silakan kalau Saudara keberatan dengan majelis ini, saudara adukan kepada ketua kami, dengan senang hati, dengan senang hati. Silakan melalui Jaksa Agung sekalipun ya agar majelis ini diganti karena sudah tidak fair. Dicatat, Pak, karena (jaksa) menilai kami sudah berpihak,” kata Hakim Ketua Adeng Abdul Kohar.
Tim jaksa pun meluruskan pernyataannya yang dimaksud bukan menilai hakim berat sebelah.
"Izin majelis kami menyampaikan, jadi bukan kami menjustifikasi majelis berpihak, cuma kami kan menunggu dimana tadi kan terdakwa menanyakan terkait substansi ke saksi terkait dengan sangkaan ITE. Makanya kami menanyakan bahwa sangkaan kami bukan hanya ITE, itulah yang jadi pertanyaan kami majelis, seperti itu kurang lebih. Mohon maaf majelis hakim Yang Mulia," kata jaksa.
"Nggak, ini saya minta agar saudara mengajukan keberatan. Kami dengan senang hati pak. Perkara ini mau bebas, mau terbukti, nggak ada urusan lagi, kami hanya memandang dari sisi hukum. Jadi tolong dicatat di berita acara, ini jamnya jam sekian, catat kalau ada keberatan, ditunggu sampai sebelum ada persidangan, berarti Kamis, kami dengan senang hati, Pak, oke kita sudahi dulu," jawab Hakim Adeng Abdul Kohar.
"Kita sudahi ya daripada kita memeriksa terus tapi kami dianggap tidak netral, tidak fair, jadi sidang kita tunda Kamis pukul 09.00 WIB, demikian sidang ditutup," tegas hakim. (Lia)