Akurasi Diragukan, "Rapid Test" Produk China Dijual Mahal di Indonesia

Oleh Mochamad Toha

Jakarta, FNN - Berdasarkan laporan hasil investigasi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) bersama majalah berita mingguan TEMPO menyebut, tiga merek alat rapid test yang diragukan akurasinya, yakni Biozek, VivaDiag, dan Wondfo.

Misalnya, pada 30 April 2020 lalu, hasil tes VivaDiag terhadap 443 warga Banjar Serokadan, Kabupaten Bangli, Bali, menunjukkan hasil positif. Belakangan, setelah mereka menjalani uji usap atau swab test, hanya ada satu orang yang positif corona.

Direktur PT Kirana Jaya Lestari, Aurelia Ira Lestari, perusahaan yang mengimpor VivaDiag, menyatakan alat VivaDiag bernomor 3097 sudah ditarik dari seluruh fasilitas kesehatan. Tapi di lapangan, VivaDiag sudah terlanjur dipakai untuk rapid test.

Dua dari 3 merek alat rapid test yang diragukan akurasinya dipakai di NTB. Yakni VivaDiag dan Wondfo. ”Itu kami dapat bantuan dari pusat, silahkan wawancara sama BNPB,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan NTB dr Hj Nurhandini Eka Dewi, Senin (11/5/2020).

Melansir LombokPost, Selasa (12 Mei 2020 10:23 am), dalam uji cepat terhadap pedagang di Pasar Mandalika, para petugas medis menggunakan alat bermerek VivaDiag. ”Alat ini kami terima dari provinsi,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram dr H Usman Hadi.

Hasilnya, dari 23 sampel yang diperiksa, 2 orang reaktif. ”Kami sudah minta untuk istirahat dulu, karantina mandiri salama 14 hari,” kata Usman. Selanjutnya, Dinas Kesehatan Mataram berkoordinasi dengan RSUD untuk dilakukan uji swab agar hasilnya akurat.

”Selama karantina, kedua pedagang yang reaktif akan dipantau,” katanya. Terkait akurasi alat tes cepat itu, Usman menjelaskan, penggunaan alat tes mengacu pada beberapa hal. Antara lain, adanya rekomenasi dari BNPB dan ahli patologi.

Kemudian apakah barang itu tersedia di pasaran atau tidak? Pertimbangan lainnya, jika dalam pemakaiannya alat itu menggunakan darah tetes, mereka tidak akan menggunakannya. ”Kita pakai darah serum istilahnya itu, supaya lebih valid,” jelasnya.

Dalam tes cepat lalu, mereka menggunakan darah serum sehingga secara medis lebih akurat. Meski mereknya VivaDiag atau Wondfo, ia tidak terlalu mempersoalkan. Pada kotak alat tes itu tertulis merek VivaDiag, didistribusikan PT Kirana Jaya Lestari.

Dalam laporan Tempo, PT Kirana mendatangkan 900 ribu alat tes itu dari perusahaan China, VivaChek Biotech Hangzhou Co Ltd. Pihak perusahaan disebut sudah menarik VivaDiag bernomor 3097 dari seluruh fasilitas kesehatan.

Sementara itu alat bermerek Wondfo Biotech diproduksi di Guangzhou, China. Pantauan Lombok Post, alat bermerek Wondfo ini digunakan untuk rapid test seluruh staf khusus dan pekerja di lingkungan pendopo gubernur dan wakil gubernur NTB, 15 April 2020.

Menurut Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, produk rapid test dengan merek VivaDiag sudah memenuhi rekomendasi. “Itu sudah sesuai rekomendasi Gugus Tugas, ada di daftarnya,” kata Wiku kepada Tempo, Ahad, 3 Mei 2020.

Dalam daftar rekomendasi rapid diagnostic test (RDT) antibodi Covid-19 per 21 April 2020, merek VivaDiag berada pada urutan ke-13. Alat tes itu diproduksi oleh VivaChek Biotech (Hangzhou) Co., Ltd dan diimpor oleh PT Kirana Jaya Lestari.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana juga memberikan rekomendasi pembebasan bea masuk dan pajak impor pada PT Kirana Jaya Lestari, yang tertuang dalam surat rekomendasi pada 31 Maret 2020. Perusahaan ini mengimpor rapid test VivaDiag sebanyak 900 ribu unit.

Wiku menjelaskan, produk-produk rapid test yang direkomendasikan Gugus Tugas, termasuk VivaDiag, sudah terdaftar di WHO. Kemudian sesuai standar internasional dan memenuhi persyaratan untuk diadakan.

“Jadi tiap pihak bisa membeli produk itu sesuai yang direkomendasikan,” katanya, mengutip Tempo, Minggu (3 Mei 2020 20:12 WIB).

Terkait pro dan kontra penggunaan rapid test merek VivaDiag di Bali, Wiku menilai ada banyak faktor yang mempengaruhi. Ia mengatakan, sensitivitas dan spesifitas alat tes harus memenuhi beberapa persyaratan.

Misalnya, Wiku menyebutkan, alat tersebut selalu disimpan dalam suhu ruangan 20-25 0 C mulai dari produksi hingga penggunaan. Kemudian cara menggunakannya sesuai instruksi. Kualitas barang ketika diimpor juga harus dicek.

Tidak hanya VivaDiag dan Wondfo. Alat uji cepat Biozek yang didatangkan PT Kimia Farma dari Belanda diduga juga bermasalah. Hasil investigasi OCCRP bersama Tempo menunjukkan alat itu diproduksi di China.

Sejumlah penelitian pun menunjukkan akurasi Biozek rendah. Dijual seharga ratusan ribu hingga jutaan rupiah per unit, Biozek telah menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Istana. Begitu laporan Tempo Edisi 09-05-2020 berjudul Teperdaya Tes Corona.

Asisten Manajer Pengadaan Langsung Strategis PT Kimia Farma, Pandji Yudha Yudistira, bertandang ke Apeldoorn, kota kecil di Provinsi Gelderland, Belanda, pada Selasa, 7 April 2020.

Ia langsung mengunjungi kantor perusahaan farmasi Inzek International Tranding BV untuk mengecek peralatan rapid test merek Biozek. “Saya ke sana memastikan barang tersebut ada dan jumlahnya sesuai dengan yang kami minta,” kata Pandji.

Diimpor oleh PT Kimia Farma, peralatan rapid test atau uji cepat virus corona merek Biozek mulai beredar di Indonesia pada pertengahan April lalu. Perusahaan pelat merah ini membeli 300 ribu unit rapid test kit dari perusahaan asal Belanda, Inzek International Trading BV.

Belakangan ini, Organized Crime and Corruption Project (OCCRP), media investigasi yang berkolaborasi dengan Tempo menemukan peralatan uji cepat Biozek tidak diproduksi oleh Inzek International Trading BV itu.

Chief Executif Officer Inzek International Tranding BV Zeki Hamid mengakui, alat rapid test Biozek diproduksi di China. Mengklaim untuk menolong sesama.

Tempo mengungkap, di sejumlah fasilitas kesehatan, biaya pelayanan tes bisa cepat mencapai lebih dari Rp 500 ribu. Di salah satu rumah sakit swasta di Kota Bogor, Jawa Barat, biaya uji cepat dengan Biozek mencapai Rp 550 ribu.

Sedangkan di laboratorium klinik Kimia Farma yang dihubungi Tempo, biayanya Rp 650 ribu. Penelusuran OCCRP menunjukkan harga pasaran Biozek sebenarnya hanya 5 euro atau sekitar Rp 80 ribu per unit.

Seorang pejabat di Kementerian Badan Usaha Milik Negara mengatakan harga beli Biozek tak sampai US$ 3 per unit atau di bawah Rp 45 ribu.

Alat rapid test Virus Corona atau Covid-19 produk China yang beredar di Eropa juga sempat diprotes karena faktanya tidak akurat. Akhirnya, Pemerintah China memperketat pengawasan terhadap ekspor alat rapid test setelah muncul keluhan dari negara-negara di Eropa itu.

Melansir Merdeka.com, Kamis (2 April 2020 11:05) eksportir kini wajib mendapat sertifikat registrasi dari National Medical Products Administration (NMPA) agar dapat memperoleh izin bea cukai China.

Seperti dilansir Reuters, Kamis (2/4/2020), ekspor kit rapid test ini berawal dari permintaan Beijing pada perusahaan-perusahaan farmasi di China untuk membantu memerangi pandemi virus corona.

Hal itu disambut pada lonjakan perusahaan yang menawarkan alat tes ke negara-negara yang putus asa untuk menangani penyakit yang sangat menular itu.

Karena longgarnya aturan ketika itu, beberapa pembuat alat uji China telah memanfaatkan peraturan Uni Eropa untuk memasukkan produk mereka ke pasar sebelum disetujui di dalam negeri.

Pada Maret, Lei Chaozi, seorang pejabat di Departemen Pendidikan, mengatakan alat uji buatan China telah dipasok ke 11 negara, termasuk Inggris, Italia, dan Belanda.

Boleh jadi, karena sudah dianggap "tidak bernilai", Biozek yang ada di Belanda itu dijual murah ke Kimia Farma. Tidak ada salahnya jika RS Rujukan Corona di Indonesia hati-hati dan waspada!


Penulis Wartawan Senior.

939

Related Post