Ambisi Bisnis PLTS Luhut, Erick Thohir, dan Salim Group di Pulau Rempang

Oleh Faisal S Sallatalohy | Pemerhati Politik)

TERKAIT konflik penggusuran lahan Pulau Rempang, masyarakat banyak menaruh perhatian pada Tomy Winata dan Xinyi Group. 

Ada dalang lain yang lebih berpengaruh. Ada ambisi bisnis lain yang lebih rakus: keterlibatan TBS Group milik Luhut Binsar Panjaitan (Menteri Koordintaor Kemaritiman dan Investasi) dan Adarao Group milik keluarga Erick Tohir (Menteri BUMN). 

Luhut dan Erick adalah dua menteri kabinet Jokowi yang turut memainkan peranan penting di balik tragedi perampasan lahan warga pulau rempang. 

Jejak ambisi bisnis keduanya dapat ditelusuri lewat proses MOU Singapura dan Indonesia yang ditandatangani Luhut dan Senior Minister Singapura yang juga Menteri Koordinator Keamanan Nasional Teo Chee Hean terkait kerja sama bilateral energi terbarukan pada 16 Maret 2023 lalu. 

Salah satu poin penting MOU, yakni kesediaan Indonesia mengekspor listrik bersih energi surya via Batam. 

Dalam kesepakatan bisnis ini, ada bagian penting yang membuat luhut marah-marah. Bahkan ketika pulang ke Indonesia, Luhut memaki pihak Singapura dengan sebutan "brengsek". 

Kemarahan Luhut dipicu keputusan akhir Singapura yang hanya mau mengimpor listrik tenaga surya dari Indonesia, tapi tidak mau berinvestasi dan terlibat dalam pengembangan ekosistem solar sistem di Pulau Rempang, Batam. 

Menariknya, dari MOU tersebut dibentuk pula konsorsium Indonesia yang akan bertanggung jawab terhadap produksi listrik tenaga surya yang akan diekspor ke Singapura. 

Sebagai pemimpin delegasi, Luhut membawa dan menyertakan sejumlah perusahan energi nasional. Di antaranya: Adaro Energy milik Keluarga Erick Tohir, Medco energy milik Salim Group dan Keluarga Paniogoro serta TBS Group Milik Luhut sendiri. 

Sedangkan dari pihak Singapura ada Cepel Corporation yang bertanggung jawab menyediakan layanan jasa jaringan distribusi listrik dari PLTS yang dikembangkan konsorsium Indonesia via batam lewat jalur bawah laut. 

Masalahnya, tiga perusahan yg mewakili konsorsium Indonesia, tidak memiliki cukup modal, kompetensi dan pengalaman bangun PLTS yang ditopang ekosistem solar panel. 

Melobi ke sana ke mari, ketemu juga jalannya. Pada tanggal 28 Juli 2023, pemerintah Indonesia berhasil meyakinkan Xinyi Group menandatangani MOU di Chengdu. Xinyi Group adalah perusahan asal Cina dengan reputasi dan pengalaman pengembangan solar panel kelas global. 

Sebagaimana yang direncanakan, Xinyi Group akan diberi 7.500 ha lahan Pulau Rempang untuk mengembangkan Industri Pasir Silika yang dipisahkan dari kursa untuk dijadikan sebagai alternatif bahan baku lempengan sel panel surya. 

Prosesnya, pasir silika dicairkan dan dikonversi sebagai wafer dan akan menjadi solar panel fotovoltaik. Selanjutnya, panel surya fotovoltaik beperan sebagai komponen utama PLTS yang berfungsi menyerap dan mengkonversi energi matahari atau cahaya menjadi energi listrik. 

Selain itu, Xinyi Group juga berperan membangun industri kaca yang dibutuhkan sebagai salah satu komponen vital panel surya. Kaca dibutuhkan sebagai reflectror untuk metode pengoptimalan sel surya. 

Sejauh ini, dalam pengembangan PLTS di Indonesia, kebutuhan tekhnologi panel surya fotovoltaik, masih dimpor dari China. Inilah alasan utama pemerintah mendesak keterlibatan Xinyi Group untuk pengembangan panel surya dengan memanfaatkan sumber daya pasir silika Pulau Rempang. 

Tentu saja, kehadiran Xinyi Group sangat membantu Luhut, Erick, Salim Group serta keluarga Paniogoro dalam pengembangan PLTS untuk produksi listrik bersih yang akan dijual untuk memenuhi 4 giga watt kebutuhan listrik Singapura. 

Direncanakan, panel surya fotovoktaik yang dikembangkan Xinyi Group di Pulau Rempang, selanjutnya dipasok untuk memenuhi kebutuhan pembangkit PLTS yang dibangun TBS Group, Adaro, dan Medco Group. 

Inilah jejak ambisi bisnis para bandit di bawah pimpinan Luhut dan Erick Tohir. Sengaja memanfaatkan kekuasaan dan jabatan untuk suksesi bisnis pribadi. 

Jadi kampanye proyek Rempang Eco-City sebagai pusat pengembangan industrialisasi, bisnis dan pariwisata untuk kemajuan ekonomi masyarakat lokal, hanyalah judul. Substansinya tetap kepentingan bisnis oligarki global dan lokal. 

Pantas saja, pemerintah dan aparat sangat all out mengerahkan kekuatan dengan pola otoriter merampas lahan, memaksa warga kosongkan lahan. Bahkan di-ultimatum Pulau Rempang Harus Kosong tgl 28 September. 

Shame on you !!!

2319

Related Post