Anies dan Perubahan Paradigma Pendidikan

Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI 

Pendidikan itu bukan spending. Pendidikan itu bukan pengeluaran, bukan biaya. Pendidikan itu investasi.

Pernyataan Anies Baswedan yang di antaranya mengulas pendidikan dalam acara Karni Ilyas Talk Show di TV One tanggal 28 Juli 2023. Sesungguhnya sebagai upaya mendekonstruksi konsep dan pelaksanaan pendidikan  di Indonesia selama ini. Anies seperti sedang melakukan refleksi dan evaluasi terhadap metode pendidikan yang telah berlangsung sepanjang Indonesia merdeka. Oleh pemerintah pendidikan dianggap  sebagai sebuah beban negara. Sehingga penanganan pendidikan dilakukan dengan sekadar pendekatan program dan pembiayaan serta menyelesaikan masalah yang menjadi tanggungjawab negara.

Konsekuensi dari semua itu, membuat pemerintah terus terjebak pada regulasi yang hanya mampu  membuat terselenggaranya proses pendidikan. Sekadar membangun sekolah, menyiapkan guru, mengadakan kurikulum dan pelbagai sarana-prasarana teknis lainnya. Dari kebijakan dan penanganan model pendidikan yang seperti itu, pemerintah terus dirongrong oleh pelbagai masalah krusial yang mengekornya. Paling sering terjadi berupa berubahnya sistem dan kurikulum seiring bergantinya pemerintahan khususnya menteri pendidikan. Belum lagi ketersediaan kursi  yang terbatas,  tak mencukupi saat sekolah  menerima lonjakan penerimaan siswa-siswi baru. 

Lebih parah dan miris, Indonesia belum mampu mewujudkan pendidikan bagi semua anak bangsa tanpa terkecuali, mulai dari pendidikan  dasar hingga pendidikan tinggi. Masih banyak anak putus sekolah bahkan pada pendidikan  dasar karena biaya, lemahnya pengayaan pendidikan, iklim lingkungan dan  interaksi sosial pendidikan yang tidak kondusif menyelimutinya. Pemerintah belum mampu menyelenggarakan pendidikan yang berkelanjutan, kegaduhan rutin terjadi dan saban tahun PPDB on line bergejolak. Ada praktik pungli dan jual beli bangku sekolah,  betapa menyedihkan.

Beragam model kurikulum pendidikan silih berganti, infra struktur pendidikan pun giat dibangun. Namun pendidikan pada umumnya baik yang dikelola pemerintah maupun swasta, belum mampu menampung siswa didik secara kualitatif dan kuantitatif. Strata sosial ekonomi yang berlapis, membuat disparitas yang mencolok bagi keluarga yang tak berkecukupan dan kalangan yang mampu dalam mengakses dunia pendidikan. Bagi si miskin pendidikan dasar sekalipun bisa jadi hanya menjadi uthopis, kesulitan mendasar sama halnya dalam terseok-seok memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Namun bagi di kaya, pendidikan setinggi- tingginya begitu mudahnya diraih, bisa menjangkau seantero jagad, layaknya asyik melakukan  traveling keliling dunia. Begitulah di Indonesia sebuah negeri yang kaya,  tak hanya pada sosial  ekonomi dan sosial politik, keadilan juga tak ada tempat di sektor pendidikan.

Industri dan Kapitalisasi Pendidikan

Seorang Anies Baswedan memahami betul bagaimana pendidikan  itu harusnya  dapat memanusiakan manusia. Tak cuma akses, pendidikan juga harus mampu menciptakan kesetaraan bagi semua anak bangsa. Sistem pendidikan juga sepatutnya mampu membuat suasana  belajar yang nyaman dan aman bagi para peserta dan penyelenggara proses pembelajaran. Situasi dan kondisi pendidikan  tak boleh lepas dari orientasi membentuk manusia-manusia terdidik yang  mampu menjadi intelektual dan pemimpin yang bisa berkontribusi bagi kebaikan  peradaban manusia. Pendidikan khususnya sekolah apapun jenjangnya, identik sebagai laboratorium bagi tumbuh-kembangnya nilai-nilai kemanusiaan yang memiliki harkat dan martabat yang tinggi. Secara psikis dan psikologis dan tentunya wawasan, sekolah dituntut untuk melahirkan manusia-manusia yang memiliki kecerdasan intelektual  kecerdasan emosional,  kecerdasan spiritual dan kecerdasan mental.   

Bagi peserta didik harus ada semangat dan motivasi menjadi manusia yang cerdas, peduli dan berahlak yang berguna bagi rakyat, negara dan bangsa Indonesia, yang menjadi tolok ukur keberhasilan produk pendikan. Jangan sampai masalah  ekonomi, apapun latar belakang keluarga dan bagaimanapun juga kondisi anak menjadi penghambat dan memupus impiannya menjadi manusia terdidik  tercerahkan dan mencerahkan. Pendidikan harus menjadi kendaraan universal bagi siapapun tanpa dibatasi kelas sosial, SARA dan faktor keturunan untuk mengarungi perjalanan menempuh  dan kemuliaan dsn derajat tinggi kemanusiaan bagi setiap orang.

Begitupun bagi para guru dan karyawan, menjadi mutlak untuk diprioritaskan kesejahteraannya. Gaji, fasilitas dan tunjangan untuk  pengajar (guru dan dosen) serta karyawan juga tak kalah penting diutamakan selain  kebutuhan peserta didik. Terlebih bagi para guru yang selama ini  mengabdi menjadi pengajar di sekolah-sekolah di pelosok pedesaan dan wilayah perbatasan. Harus ada regulasi yang adaptif terhadap  supra struktur dan infra struktur pendidikan yang berkolerasi dengan   keberadaan masyarakat, keluarga dan stake holder lainnya. Pendidikan bukan hanya dilihat  menjadi produk konsumtif lebih dari itu juga harus dilakukan sebagai budaya partisipatif. Rakyat memiliki hak dan kewajiban untuk ikut menjadi peserta sekaligus penyelenggara pendidikan.

Negara dalam hal ini pemerintah,  benar-benar harus tegas dan implementatif, jika ingin menjadikan pendidikan sebagai aspek funamental pembangunan manusia (human resources). Paradigma pendidikan selama ini harus berubah, tak lagi menjadikan pendidikan sebagai sebuah industri dan dibiarkan larut dalam penguasaan mekanisme pasar. Pemerintah, dalam hal ini presiden sebagai penentu kebijakan negara yang menyeluruh harus berani merubah paradigma dan persfektif pendidikan selama ini yang terlanjur  dikelola sebagai komoditi industri dan bagian tak terpisahkan dari perilaku transaksional dan kapitalistik. Harus ada keberanian kebijakan politik anggaran yang berbasis pada kepentingan pendidikan. Negara harus menggelontorkan pembiayaan sebesar-besarnya untuk kebutuhan pendidikan. Jika perlu subsidi yang yang luas diprioritaskan untuk menopang kepentingan memajukan pendidikan nasional.

Anies yang begitu peduli  dan konsern pada dunia  pendidikan tentunya diharapkan rakyat bisa mengambil terobosan baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kelak, in syaa Allah  saat menjadi presiden, Anies dapat menjadikan pendidikan sebagai investasi bagi pembagunan manusia yang menjadi tanggungjawab negara. Jangan hanya habis terkuras uang negara untuk praktek-praktek KKN dan proyek-proyek ambisus, mangkrak dan mubazir pula. Semoga Anies mampu mengelola negara terutama pada aspek pendidikan  yang menjadi faktor penting dan utama dalam pembangunan negara bangsa Indonesia secara integral holistik.

Karena tak bisa dipungkiri, baik buruknya suatu negara dan bangsa,  bisa dilihat dari baik buruknya  sistem pendidikan yang dianutnya.  

Pernah menjadi Rektor Universitas Paramadina dan menteri pendidikan,  rasanya tak sabar menunggu Anies Baswedan menjadi presiden untuk mengejawantahkan  pendidikan yang membebaskan dan pendidikan bagi semua.

Anies Baswedan dan perubahan paradigma pendidikan, tentunya menyadari bahwasanya pendidikan itu investasi yang besar dan mahal. Untuk Indonesia yang kaya raya seberapapun besarnya biaya pendidikan demi kelangsungan dan masa depan Indonesia yang lebih baik. Untuk negara,  menghabiskan uang rakyat untuk pendidikan rakyat, tak akan sia-sia dan akan kembali untuk kemajuan dan kebesaran rakyat, negara dan bangsa Indonesia, tegas  Anies  di hadapan Karni Ilyas.

Akhirnya, seluruh rakyat Indonesia boleh mengingat dan aware pada apa yang  disampaikan filsuf pendidikan Paolo Preire, sekolah adalah kapitalisme yang licik. Atau belum lama ini terlontar dari Faizal Assegaf seorang kritikus, kampus tak ubahnya sebagai tempat peternakan manusia.

Anies Baswedan dan perubahan paradigma pendidikan layak ditunggu selekas-lekasnya untuk direalisasikan, tentunya dengan cara yang beradab, demokratis dan konstitusional. Agar sistem pendidikan yang memanusiakan manusia dapat mewujud dan out camenya  tidak melulu menjadi pekerja untuk makan, berkembang biak dan bertahan hidup dalam pusaran industri dan kapitalisasi pendidikan. (*)

408

Related Post