Anies, Melamar atau Dipinang Partai Politik?

Anies Baswedan.

Anies dan parpol tak ada pilihan lain selain tetap menjejaki proses-proses mekanisme konstitusi dan politik idealisme dalam hingar-bingar kontestasi Pilpres 2024. Akankah ada elaborasi dan sinergi antara Anies dan parpol?

Oleh: Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari

KONTESTASI Pilpres 2024 semakin panas. Manuver politik terus dijalankan dengan pelbagai cara dan siasat. Salah satunya, peran partai politik yang paling ditunggu-tunggu. Meskipun menjadi keniscayaan dalam mewakili suara rakyat, partai politik yang menjadi pelabuhan oligarki paling seksi sekaligus komersil itu, tetap memegang kendali penuh dan paling menentukan dari regulasi kelahiran pemimpin nasional.

Banyak sosok beredar dan bergentayangan menjelang hajatan suksesi kepemimpinan paling bergengsi dan berpengaruh di negeri ini. Selain yang menjadi irisan parpol, tidak sedikit capres muncul dari kalangan non partisan parpol. Ada tokoh yang dipaksakan dan hanya sekedar menjadi wayang dari parpol, namun ada juga yang memiliki karakter dengan jejak rekam mumpuni.

Menjadi lebih menarik, saat menuju perhelatan Pilpres 2024, baik capres maupun parpol sulit menghindari intervensi dan hegemoni oligarki.  Kepemilikan modal dalam eksistensi perorangan maupun borjuasi korporasi, begitu leluasa menentukan arah, proses dan hasil pilpres tersebut.

Tanpa disadari oleh rakyat, oligarki yang menjadi dalang dari panggung pilpres ini, betapapun suasana konstitusional dan pesta demokrasi digelar semarak dan meriah. Seolah-olah tengah berlangsungnya proses aspirasi dan  kedaulatan rakyat.

Simbiosis Mutualisme

Figur Anies Baswedan merupakan salah satu capres paling menonjol, setelah Rizal Ramli, Gatot Nurmantyo, M Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, dan beberapa nama lain yang populer serta berlatar belakang bukan kader partai politik.

Kebanyakan pemimpin-pemimpin yang populer dan lahir dari aktifis pergerakan itu, bukan hanya dikenal cenderung oposisi, melainkan juga kiprahnya menjadi saluran aspirasi rakyat yang selama ini tersumbat distorsi birokrasi dan konstitusi.

Anies yang sarat pengalaman birokrasi, perlahan namun pasti terus menjadi sorotan dan mengambil hati rakyat. Seperti larut dalam psiko politik dan suasana batin rakyat, gubernur Jakarta yang sering mendapat intimidasi dan tekanan dari lawan-lawan politiknya, justru terus menuai apresiasi publik.   

Hujatan dan fitnah, terlanjur dinilai sebagai kedzoliman yang membawa arus dukungan rakyat kepada Anies. Simpati dan empati mengalir bagai banjir deras ke Anies, bukan lagi tumpah ke wilayah Jakarta sebagaimana era gubernur sebelumnya. Behavior Anies semakin kental dan lekat dengan capres ideal rakyat dan negara ini.

Pilpres seakan membagi dua koridor partisipasi rakyat. Pertama, mekanisme konstitusional melalui parpol, dimana peran parpol sangat dominan dalam menentukan UU Pemilu dan Pilpres, termasuk dalam mengusung capresnya. Kedua, suara rakyat yang terkadang termarginalkan oleh aspek politik formal dan normatif. Kehendak aspirasi rakyat ini sering mengarah dan terakomodasi pada figur-figur yang bukan berasal dari habitat parpol.

Anies yang pernah menjadi Menteri Pendidikan karena kompetensinya yang representatif. Juga telah menjadi Gubernur DKI yang sebelumnya tak terpisahkan dari kebikakan parpol yang mencalonkannya. Anies dan persfektif politiknya terutama menghadapi kontestasi Pilpres 2024, sekali lagi tak bisa terlepas dari parpol. Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang melakoninya.

Begitupun dengan parpol. Kenyataan-kenyataan yang mengemuka, disatu sisi betapa parpol memiliki keleluasaan konstitusional melahirkan kepemimpinan nasional.

Di lain sisi, parpol kerapkali menghadapi krisis kader dan kepemimpinan internal. Parpol sering terjebak diantara kebutuhan akan kekuasaan, atau membangun parpol yang sehat pada organisasi dan kader yang berkesinambungan. Bagaimanapun karena kondisi itu, partai politik dituntut untuk menggunakan logika dan rasionalitas politik yang terukur. 

Anies dan parpol tak ada pilihan lain selain tetap menjejaki proses-proses mekanisme konstitusi dan politik idealisme dalam hingar-bingar kontestasi Pilpres 2024. Akankah ada elaborasi dan sinergi antara Anies dan parpol?

Terlepas dari dukungan rakyat dan tingginya angka elektabilitas seorang Anies, maka konstelasi dan konfigurasi partai politik menjadi signifikan dalam menghantarkan Anies Baswedan sebagai capres dan menduduki kursi orang nomor satu di Indonesia.

Mungkinkan akan terjadi simbiosis mutualisme antara Anies dan parpol terntentu? Tampaknya, seluruh rakyat Indonesia harus bersabar dan telaten mengikuti proses kontestasi Pilpres 2024. Sebuah kesabaran revulosioner, jika tak mampu mewujudkannya dalam gerakan.

Termasuk menyaksikan secara "live", Anies yang melamar atau dipinang partai politik. (*)

387

Related Post