Apakah Ada Guna Membahas Korupsi Ahok?
By Asyari Usman
Jakarta, FNN - Di tengah kabar santer bahwa Basuki Tjahja Purnama (BTP) alias Ahok akan diangkat menjadi pejabat tinggi BUMN penting, beredar pembahasan yang gencar tentang sekian banyak dugaan korupsi mantan gubernur DKI itu. Tak mungkin dibantah bahwa pemunculan kasus-kasus korupsi itu dimaksudkan untuk memperingatkan semua pihak agar berhati-hati memberikan jabatan kepada Ahok.
Banyak sekali bahasan tentang dugaan korupsi Ahok. Di media massa maupun di media sosial (medsos). Bahasan itu beragam. Mulai dari artikel-artikel serius dengan segudang bukti sampai status singkat di semua platform medsos.
Bahkan ada buku khusus tentang kasus-kasus korupsi Ahok. Yang ini ditulis oleh pengamat masalah korupsi, Marwan Batubara. Dalam bentuk buku, pastilah sangat serius. Judul buku Marwan sangat gamblang. Di sampulnya tertulis dengan huruf kapital: KORUPSI AHOK.
Judul buku ini terasa ingin meyakinkan publik bahwa Ahok banyak melakukan korupsi. Tapi, apakah ini hanya penggiringan opini?
Tergantung di mana Anda berdiri. Kalau Anda pendukung setia Ahok, tentu apa saja yang menguraikan keburukan Ahok pasti tidak pernah ada benarnya. Sebaliknya, kalau Anda orang netral atau bukan pendukung Ahok, hampir pasti tidak ada masalah.
Kedua pihak tak akan pernah sepaham terhadap bahasan-bahasan tentang korupsi Ahok. Artinya, bagi Anda yang berseberangan dengan Ahok, dia adalah figur yang penuh noda korupsi. Sedangkan bagi para pendukungnya, Ahok adalah orang yang bersih dari korupsi. Bahkan Anda akan mengatakan bahwa Ahok adalah pahlawan yang menutup peluang korupsi.
Terlepas dari kedua penilaian yang kontras dari musuh dan kawan Ahok, apakah ada gunanya membahas kasus-kasus dugaan korupsi mantan gubernur DKI itu? Apakah pembeberan berbagai kasus korupsi itu bisa menggagalkan jalan Ahok menuju BUMN?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu disebutkan bahwa jabatan-jabatan tinggi di BUMN vital selalu dikonsultasikan kepada Presiden Jokowi. Kabarnya, ini merupakan prosedur operasional baku (SOP). Untuk pengangkatan direktur utama atau komisaris utama di sejumlah BUMN vital, Jokowi harus tahu. Dan dialah yang membuat keputusan.
Nah, dari sini kita bisa menduga bahwa Ahok hampir pasti akan masuk ke BUMN. Jokowi tidak akan menggubris pembeberan kasus-kasus korupsi mantan wakilnya di Balaikota DKI dulu itu. Kalau Jokowi mau melakukan sesuatu, atau terpaksa melakukan sesuatu, kelihatannya tidak ada seorang pun yang bisa mencegahnya. Jika dia ingin mengangkat Ahok untuk jabatan apa saja, Jokowi tak perduli apa pun yang dikatakan orang tentang Ahok.
Anda mungkin menduga Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) tak ikut lagi di kabinet baru ini. Ternyata dugaan itu keliru. Terus, Anda tentu ingat kasus Archandra Tahar di awal kabinet 2014. Dengan mudah dilakukan renaturalisasi kewarganegaraannya agar dia bisa menjadi wakil menteri. Semua orang menentang. Jokowi tak perduli.
Jadi, saya yakin Ahok akan diberi jabatan di BUMN walaupun banyak sekali bahasan tentang dugaan kasus-kasus korupsi yang dikatakan melibatkan mantan napi penista agama itu. Semua ini tergantung Jokowi. Apalagi sekarang ini Jokowi berada di periode “nothing to lose”. Tidak ada yang harus ditakutkan. Dia tidak bisa lagi menjadi presiden setelah ini.
Lihat saja kabinet baru ini. Banyak orang mengatakan, entah siapa-siapa saja yang diangkat Jokowi menjadi menteri. Pemilik angkutan online menjadi Mendikbud. Menteri Agama diberikan kepada mantan jenderal yang kerjanya menimbulkan kegaduhan, dll.
Kembali ke Ahok, pembeberan rekam jejak kontroversial dia tidak ada salahnya. Sebab, publik ingin agar sedapat mungkin orang-orang bersihlah yang mengelola BUMN. Atau lembaga-lembaga lain. Publik berhak untuk itu.
Cuma, Presiden Jokowi mau atau tidak mendengarkan imbauan dan peringatan publik? []
16 November 2019
Penulis adalah wartawan senior.