Atas Dasar Etika, Sebaiknya Benny Mamoto Minta Maaf dan Mundur!

Jakarta, FNN - Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas, Irjen Pol Benny Josua Mamoto, didesak mundur lantaran mengeluarkan pernyataan kontroversial terkait pembunuhan Brigadir J, ajudan mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo.

Pada 13 Juli 2022 lalu, Benny Mamoto menyebut tidak ada kejanggalan dalam kasus kematian Brigadir J. Dia meyakini luka-luka yang ditemukan di tubuh Brigadir J adalah luka tembak.

Semua pernyataan Benny terbantahkan oleh pengakuan Bharada Eliezer. Oleh karena itu publik mendesak agar Benny segera mundur. 

Pengamat politik Rocky Gerung menegaskan ada hak masyarakat sipil untuk meminta kesetaraan di dalam standar etis. 

“Upaya kita adalah meminta agar supaya lembaga kepolisian betul-betul tegak dengan misinya, yaitu memberi ketertiban publik, menjaga kedamaian, dan memberi harapan bahwa ada perubahan yang fundamental pada institusi itu. Maka sebaiknya Pak Benny lebih bagus meminta maaf dan mengundurkan diri saja," katanya kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu, 10 Agustus 2022. 

Bagaimana analisis Rocky dalam kasus yang sudah berjalan 1 bulan itu, berikut petikan lengkapnya.

Apa kabar Bung Rocky, ini ketemu lagi kita di hari Rabu, dan Rabu ini banyak orang yang sudah merasa lebih lega karena sebuah kasus yang menyandera kita dalam sebulan terakhir ini akhirnya mencapai titik terang dan tidak jauh dari ekspektasi publik, dugaan, kecurigaan, dan ekspektasi sekaligus, yakni ditetapkannya Ferdy Sambo sebagai tersangka bahkan sebagai dalang dari pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua. Ini tentu keluarga Yoshua juga lega, Yosua juga yang saya kira di alam sana juga lega, dan publik yang paling penting juga sudah mulai lega. 

Iya, ini hari Rabu yang menghilangkan banyak keabu-abuan. Dan sebetulnya dari perspektif kasusnya sendiri orang masih menunggu jawaban atas pertanyaan motifnya apa? Kan begitu. Tetapi, yang jelas ada yang jadi tersangka. Memang itu menggiurkan rasa dendam, atau kejengkelan, marah, atau ngamuk tiba-tiba segala macam. Nah, orang tetep nunggu itu. Tetapi, sudah satu hal bisa terang benderang bahwa dengan disebutkan empat tersangka itu artinya fokusnya makin terarah dan publik harus bersabar karena ini menyangkut sesuatu yang tetap ada kehati-hatian. Mungkin orang anggap sudah 4 tapi sangat mungkin juga di atas itu masih ada masih ada master mind-nya. Mungkin tidak melibatkan kasus ini, tapi upaya untuk pembelaan. Tapi sekali lagi Pak Listyo mengambil keputusan yang bagus bahwa seorang pejabat tinggi di Polri, Kepala Divisi Propam, dinyatakan sebagai tersangka. Itu satu tindakan bagus sehingga rasa jengkel publik karena ini berlama-lama bisa tersalurkan. Jadi kejengkelan terhadap penundaan-penundaan ini. Tapi keterangan kemarin juga memang akhirnya masuk akal bahwa memang agak lambat karena harus memutuskan dua hal. Pertama hal kriminalnya; yang kedua hubungan-hubungan etis di antara para pejabat tinggi. Bukan etikanya, tapi hubungan-hubungan etnis di antara para pejabat tinggi.

Ya, saya kira itu lebih pas hubungan-hubungan etis.  

Ini untuk menyaingi istilah-istilah Pak Mahfud kan. Pak Mahfud kan suka kasih istilah-istilah tanda petik juga. Ya kita juga pakai istilah hubungan etis. Itu kira-kira.

Kalau Pak Mahfud kan menggunakan istilah code of silent, menggunakan istilah Mabes dalam Mabes?

Kondisi kita hari ini menunggu kelanjutan dan penungguan itu juga harus dengan cara yang sama seperti sekarang, konsistensi di dalam mengawal. Dan istana sepertinya terus kasih sinyal supaya ini diselesaikan secara tuntas.  Artinya, nggak ada beban lagi pada Pak Sigit sebetulnya kalau Pak Presiden atau melalui Pak Menko kasih sinyal itu. Jadi bersabar saja publik, tetapi terus-menerus kita musti awasi agar jangan sampai melenceng ke mana-mana. Gitu. Tetap upaya kita adalah meminta agar supaya lembaga kepolisian betul-betul tegak dengan misinya, yaitu memberi ketertiban publik, menjaga kedamaian, dan memberi harapan bahwa ada perubahan yang fundamental pada institusi itu. 

Sebenarnya sejauh ini kan kita tidak bisa membayangkan akan ada semacam peristiwa semacam ini dan kemudian langkah yang dilakukan semacam ini juga oleh polisi, karena kita sama-sama tahu kan semangat dan opininya berlebihan .... dan saling melindungi di antara mereka yang disebut-sebut oleh Pak Mahfud sebagai code of silent. Bahkan, ada orang juga menyebutnya ini seperti sebagai well organized crime karena mereka punya jabatan, punya kewenangan, dan penyebab berbagai persoalan. Saya kira nanti banyak kasus yang dibongkar karena saya membaca di mana-mana sudah mulai ada penggerebekan terhadap judi online. Yang ini diduga merupakan bagian dari operasi dari satgasus Merah Putih yang dipimpin oleh Ferdy Sambo.

,Iya, itu yang orang tunggu. Akhirnya, istilah satgas merah putih ini orang mau tahu apa isinya. Dulu dibentuk oleh Pak Tito. Jadi itu tetap institusi yang orang mau tahu ini institusi apa sebetulnya. Ada bayangan apa di belakang itu. Jadi bayang-bayang dari satgas merah putih ini justru ingin dipersoalkan lagi oleh publik. Tetapi, saya kira Pak Sigit akan ambil seluruh langkah untuk betul-betul momentum ini menghasilkan pembaruan dalam institusi kepolisian. Dan jangan tutup kemungkinan Pak Sambo juga bisa berubah jadi justice collaborator. Itu juga bisa berlangsung. Tetapi pengadilan ini yang akan menentukan. Dalam upaya ke arah pengadilan tentu masih ada penutup sedikit kasus, kira-kira begitu kan. Tetapi, tetap publik maju sama-sama dengan pers, itu kita ingin lihat institusi ini kembalikan Polri jadi institusi yang mewah secara etis, bermutu secara profesional, dan rekruitmen-rekruitmen pejabat Polri, termasuk para penasihat Kapolri, itu musti transparan. Karena bagaimanapun, penasihat Kapolri itu mewakili pikiran rakyat. Kapolri itu sebetulnya dinasihati oleh publik, oleh rakyat, di bidang media, di bidang humas, atau di bidang keahlian teknis tertentu. Itu diperlukan memang, tetapi juga harus terbuka supaya orang anggap bawah yang direkruitmen itu betul-betul mampu untuk memberi rasa batin yang lega pada publik bahwa itu bukan sekadar stafnya Kapolri, tapi itu adalah wakil rakyat yang kemudian menjadi staf khusus Pak Kapolri. Kan itu intinya. 

Iya, ini juga lagi ramai dibicarakan, setelah kasusnya sudah jelas, ini siapa pelakunya, siapa dalangnya, sudah jelas. Tetapi, kemudian ada heboh soal staf khusus Kapolri bidang komunikasi publik Fahmi Alamsyah mengundurkan diri karena sebelumnya juga sempat disidang oleh staf khusus yang lain. Ini karena dia disebut-sebut, salah satunya oleh Tempo, yang menyebutkan bahwa Fahmi ini berperan dalam membuat skenario, skenario awal yang muncul pada publik bahwa itu terjadi tembak-menembak. Kemudian ditambahkan oleh Pak Ferdy Sambo bahwa persoalannya berlatar belakang pelecehan seksual. Kan begitu yang muncul. Banyak orang menyebut bahwa Fahmi Alamsyah adalah wartawan. Saya kenal dengan dia. Tetapi, saya cek kepada teman-teman karena kemarin saya sempat menyebut bahwa dia pernah menjadi wartawan di Media Indonesia, tapi menurut teman-teman, dia tidak pernah menjadi wartawan. Jadi jangan publik juga salah. Ini wartawan juga ngaco, ternyata malah bikin skenario bohong yang disebarkan ke publik.

Iya, itu mungkin keahlian humas Fahmi diperlukan oleh Kapolri, keahlian humas. Jadi orang mesti terangkan apa yang dimaksud dengan keahlian hubungan masyarakat. Tapi, apapun pengunduran diri Pak Fahmi itu sangat baik sehingga orang langsung mengerti bahwa oke ada sesuatu yang membuat Saudara Fahmi memutuskan untuk mengundurkan diri supaya tidak menghalangi proses yang masih berlanjut ini. Itu juga satu sikap yang baik. Bahwa nanti saudara Fahmi ya pasti akan jadi sosok yang juga penting keterangannya nanti di pengadilan, itu hal yang positif. Tetapi, sekali lagi kita ingin agar supaya bau-bau, kan sering dianggap ada wartawan istana, ada wartawan Mabes, ada wartawan macam-macam itu, musti kita anggap bahwa kewartawanan itu yang lebih penting daripada statusnya di lokasi itu. Jadi seolah-olah kalau wartawan istana punya akses yang lebih bagus. Bukan, karena wartawannya bermutu maka ditempatkan di istana, karena wartawannya punya pengetahuan tentang kemasyarakatan dan kepolisian maka dia ada di Mabes Polri. Jadi musti anggap bahwa wartawan ada di satu lokasi karena keahliannya dan kompetensinya. Nah, sekarang mulai terjadi isu bahwa kalau ada di Kapolri itu berarti bonusnya banyak, bonus dalam tanda petik. Kalau dari istana aksesnya lebih bagus. Oh, enggak. Itu kita anggap justru karena profesionalismenya, wartawan itu bisa dekat dengan narasumbernya. Jadi ini yang saya kira baik untuk diterangkan.

Sekarang kita fokus ke masalah etik ya, karena pagi ini sebenarnya saya kembali mendapat kiriman video dari Ketua Harian Kompolnas, Pak Benny Mamoto, yang ternyata dia merupakan bagian dari yang menjelaskan bahwa terjadi tembak-menembak, kemudian Bharada Richard E adalah jago tembak, bahkan pelatih tembak. Nah, orang kemudian mulai menuntut bahwa ini kan juga bagian dari pembohongan publik. Dan selama ini banyak sekali contoh bahwa orang yang melakukan kebohongan itu bisa dipidana. Nah, ini persoalannya Pak Benny ini menjadi pengawas dari kepolisian. Jadi kalau sekarang kredibilitas dia dipertanyakan kepada publik, saya kira tak ada salahnya melakukan hal seperti Fahmi Alamsyah, mengundurkan diri. 

Iya, betul. Standard etis itu musti ada. Pak Benny Mamoto harus bikin refleksi kenapa kalimat itu muncul? Kalau keterangan persnya baik orang akan terima. Tapi kalau orang menganggap bahwa tidak ada yang memungkinkan Pak Benny Mamoto mundur, Pak Benny musti membela diri. Apakah itu kalimat dia atau dia mengungkapkan sesuatu dalam konteks, tapi sudah keburu terbaca bahwa keterangan Pak Benny Mamoto itu sama dengan keterangan awal dari Kapolres Jakarta Selatan. Jadi sebetulnya orang akan anggap kok Pak Benny tidak lakukan verifikasi. Tapi itu urusan Kompolnas, bukan lagi bagian dari kepolisian. Jadi adalah hak dari masyarakat sipil untuk meminta kesetaraan di dalam standar etis. Memang Pak Benny lebih bagus meminta maaf dan mengundurkan diri saja. Supaya orang tahu bahwa dia ada kesalahan, tapi sudah diperbaiki, tapi Pak Benny integritasnya sehingga dia menganggap oke walaupun sudah diterangkan tapi lebih baik saya mengundurkan diri.  Jadi itu tradisi yang bagus. Kesalahan ucap bagi pejabat yang akan mempengaruhi opini publik sebaiknya langsung secara moralnya itu, panggilan hatinya itu, mengatakan oke saya berbuat salah dan itu bukan dalam upaya untuk mempertahankan diri, tapi justru dalam upaya untuk membersihkan diri. 

Saya kira ini memang momentum bahwa kita semua harus menerapkan standar etik yang bagus. Polisinya jelas penting etikanya harus tinggi, wartawannya juga etikanya harus tinggi, Kompolnas etiknya harus tinggi, dan lebih penting lagi para penguasa/para pejabat kita, itu etikanya harus tinggi. Karena kalau kita baca komentar Pak Mahfud MD, misalnya, sekarang mulai menyindir-nyindir tentang teman-teman di DPR. Katanya kok diam saja dalam kasus Ferdy Sambo ini, padahal biasanya kalau ada kasus begini DPR paling cepat panggil sana panggil sini. Apalagi Komisi 3 ini banyak yang kebakaran jenggot karena misalnya Trimedya menyatakan bahwa dari  awal dia sudah mengawal kasus ini. Iya sih, memang awal-awal PDIP kenceng. Tapi belakangan ini tidak pernah kedengaran lagi suara PDIP.

Itu penting kita ikuti prinsip Pak Mahfud untuk menegur karena kok Komisi 3 diam. Dan kita tentu juga ingin dengar teguran Pak Mahfud kenapa dalam kasus km 50 Komisi 3 juga diam. Kan begitu supaya setara. Jadi Pak Mahfud juga harus ucapkan bahwa banyak sinyal di mana Komisi 3 juga diem. Itu soal hak asasi manusia, soal mungkin selalu memang ada hubungan strategis antara Komisi 3 dan kepolisian karena ia adalah partner di dalam pembuatan kebijakan, dan semua isu tentang Komisi 3 itu juga terkait dengan perilaku Komisi 3 yang permisif kalau itu menyangkut kepentingan kepolisian. Dan orang menduga bahwa oke itu berarti ada sesuatu di dalam hubungan itu. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa itu meloloskan legislasi selalu musti lobi Komisi 3. Dan ini pentingnya supaya kepolisian itu nggak merasa terhalang untuk bahkan untuk mengatur anggaran sehingga harus pilih dengan Komisi 3. Kan kita selalu ingin ada keterbukaan bahwa kepolisian butuh anggaran, tapi kepolisian harus declaire bener-bener buat kebutuhan itu adalah demi masyarakat, bukan demi Komisi 3, atau bukan demi komisi untuk Komisi 3. (Ida/sof)

520

Related Post