Banyak Makan Korban, Sinovac Tetap Dilanjutkan?

Oleh : Mochamad Toha

Apakah Anda masih menganggap Vaksin Sinovac baik-baik dan aman? Cobalah tengok yang terjadi di Kota Medan belum lama ini. Seorang mahasiswa di Medan bernana Erwin Perdana Nasution (EPN, 21 tahun) telah meninggal dunia usia divaksin Sinovac.

Tak hanya itu. Omnya juga dikabarkan koma setelah mendapat vaksinasi Covid-19 tersebut. Sehari sebelum meninggal dunia, mahasiswa Universitas Medan (Unimed) itu sempat alami demam tinggi. Keduanya adalah warga Jalan Karya Setia, Kelurahan Sei Agul, Kecamatan Medan Barat.

Kabar ini diungkapkan oleh Wakil Ketua DPRD Medan H Rajudin Sagala, yang tak segan-segan membeberkan kronologinya.

Menurut Rajudin, EPN bersama empat orang keluarganya pergi untuk ikut vaksin di daerah Medan Belawan. “Mereka ada 5 orang, sekali vaksin serentak sekeluarga, termasuk omnya di Belawan juga,” jelasnya pada Jumat, 23 Juli 2021, seperti dilansir Tribunnews.com.

Rajudin menerangkan bahwa paman korban juga sama-sama vaksin di lokasi itu dan diinformasikan koma tak sadarkan diri hingga berhari-hari (sampai hari ini). “Dia sama pamannya divaksin. Pamannya tidak sadarkan diri hingga hari ini,” katanya.

Menurut Rajudin, vaksin tersebut berjenis Sinovac, tapi ia belum mengetahui pasti lokasi tempat vaksinasi yang didatangi keduanya.

“Sama vaksinnya dengan Erwin Perdana Nasution ini, vaksin Sinovac. Itu tidak dapat info dari Puskesmas atau di mana. Mungkin nanti malam saya dapat info,” lanjut Rajudin.

Rajudin menjelaskan, ia mendapatkan informasi tersebut dari keluarga di mana awalnya sang anak hendak Praktik Kerja Lapangan (PKL). Dari pihak Unimed yang mengharuskan mahasiswa untuk melampirkan surat sertifikat vaksin Covid-19 sebagai persyaratan.

Karena PKL, maka EPN wajib melampirkan sertifikat vaksin. Tempat PKL-nya tak boleh diberitahukan karena pihak kampus yang beritahu bahwa mahasiswa yang mau PKL wajib divaksin dan melampirkan sertifikat.

Melihat persyaratan tersebut, selanjutnya EPN mencari lokasi yang menyediakan vaksin dan menemukannya di daerah Medan Belawan pada sekitar 12 hari lalu.

“Makanya dia cari daerah mana yang ada vaksin, dapat di Belawan di mana dengan syarat PKL wajib melampirkan sertifikat vaksin. Kira-kira 12 hari yang lalu,” ungkap Rajudin.

Namun, setelah divaksin, kondisi EPN justru memburuk hingga mengalami demam tinggi yang membuat pihak keluarga membawanya ke Rumah Sakit Imelda Medan. Kabarnya, EPN memang memiliki riwayat sakit asma hingga infeksi paru.

“Info dari kakaknya, begitu divaksin di Belawan, EPN pulang ke rumah. Kemudian begitu divaksin hari ini, besok udah langsung demam tinggi. Kemudian dia tidak keluar selama tiga hari. Kemudian dirawat di RS Imelda,” ungkap Rajudin.

Setelah beberapa hari dirawat, Rabu, 21 Juli 2021, EPN akhirnya mengembuskan nafas terakhir. “Meninggalnya hari Rabu sore, sempat dirawat di RS Imelda sampai beberapa hari di situ kemudian setelah itu dia meninggal,” lanjutnya.

Kasus Covid-19 sedang melonjak tinggi di Indonesia. Kekhawatiran pun muncul jika kondisi tsunami Covid-19 di India bisa benar-benar terjadi. Masalah lain muncul dari vaksin Sinovac sebab ratusan tenaga kesehatan tetap terinfeksi corona.

Seperti dilaporkan ABC Australia, Kamis (8/7/2021), dokter spesialis paru Erlina Burhan bercerita, 200 tenaga kesehatannya tertular virus corona meski sudah divaksinasi beberapa bulan yang lalu.

“Gila ini, gila sekali. Pasien bertambah tapi kekurangan pekerja,” ujar Erlina. Menurut data Asosiasi Rumah Sakit Indonesia, sekitar 95 persen tenaga kesehatan di Indonesia sudah menerima dua dosis vaksin Sinovac.

Menurut catatan Lapor Covid-19, dari bulan Juni, 131 tenaga kesehatan, yang kebanyakan menerima vaksin Sinovac, telah meninggal dunia. Sebanyak 50 tenaga kesehatan meninggal dunia pada Juli 2021.

Ketua Uji Klinis Vaksin Covid-19 Sinovac dari Biofarma, DR. Novilia Sjafri Bachtiar, juga tutup usia karena Covid-19. Novilia juga akademisi di Universitas Padjajaran, Bandung.

“Beliau adalah salah seorang pejuang kesehatan yang sangat berjasa dalam mengatasi pandemi ini, terutama dalam hal uji klinis vaksin," ucap Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi seperti dikutip Antara.

Kebanyakan tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 hanya menunjukkan gejala ringan.

Tapi, survei yang dilakukan Reuters pada dokter, direktur rumah sakit, dan kepala industri kesehatan di Pulau Jawa menemukan ribuan nakes terpaksa melakukan isolasi mandiri.

Kementerian Kesehatan sendiri enggan memberikan tanggapan ketika dimintai komentar soal banyaknya tenaga kesehatan yang tertular virus corona.

Beberapa pratiksi kesehatan kini mempertanyakan kemanjuran vaksin Sinovac ini, walau Pemerintah Indonesia menyalahkan varian Delta, bukan vaksinnya.

Lia Partakusuma, sekretaris jendral Asosiasi Rumah Sakit Indonesia mengatakan, ia telah melakukan survei di rumah sakit umum di kota-kota besar Jawa. Pihak rumah sakit juga menyebut 10 persen nakes mereka positif Covid-19.

Para nakes harus mengisolasi diri selama dua minggu, meski petugas lainnya mengatakan kebanyakan di antaranya harus kembali bekerja setelah lima hari, karena sangat diperlukan di rumah sakit.

Jumlah kematian dan penularan Covid-19 juga terus bertambah di kalangan nakes saat ini yang menjadi masa terburuk sejak awal pandemi.

ARSI juga mengatakan jumlah penderita COVID-19 yang harus dirawat di rumah sakit sudah bertambah “tiga hingga empat kali lipat”.

Kritikan dari para pakar kesehatan tersebut menyebutkan, jumlah tes yang sedikit tidak mencerminkan masifnya wabah ini.

Pakar kesehatan khawatir situasinya akan terus memburuk, hingga mengatakan, Indonesia ini bisa “menjadi seperti India”, yang jumlah kasus Covid-nya yang terus bertambah sampai menyebabkan sistem kesehatan kolaps bulan April dan Mei 2021 lalu.

Tapi sistem kesehatan Indonesia jauh lebih tidak siap dari India dalam menangani krisis seperti ini. Organisasi Kerja sama dan Pembangunan Ekonomi di Australia mengatakan, Indonesia memiliki 0,4 dokter per 1.000 orang.

Jumlah ini adalah yang terendah kelima di Asia Tenggara, dan kurang dari setengah yang dimiliki India. Karena kekurangan nakes, rumah sakit terpaksa memakai tenaga apoteker, radiografer, dan mahasiswa kedokteran sukarela yang dibayar seadanya.

Salah satu kepala rumah sakit yang tak ingin disebutkan namanya mengatakan perawatan pasien Covid-19 tersebut memerlukan keterampilan yang kadang tidak dimiliki mahasiswa atau sukarelawan.

“Masalahnya adalah sumber daya manusia. Bahkan, jika kita bisa menambah ruang, siapa yang bisa mengurus pasien?" ujar ahli saraf Eka Julianta Wahjoepramono. “Tidak ada. Itu masalahnya.”

Selama ini, Indonesia sangat bergantung pada vaksin Sinovac karena perusahaan China itu merupakan satu-satunya perusahaan obat yang bisa menjual dosis dalam jumlah besar dalam waktu singkat.

Sejak Februari dan Maret 2021 lalu, kebanyakan nakes di Indonesia sudah divaksinasi, sekaligus menjadi studi kasus tingkat efikasi vaksin tersebut. Awalnya, program inokulasi Sinovac telah menurunkan angka kematian akibat Covid-19 secara signifikan.

Bulan Januari lalu, sebanyak 158 dokter meninggal akibat gangguan pernapasan, namun pada Mei, jumlahnya turun ke angka 13. Sejak Juni, setidaknya 30 dokter sudah meninggal dunia, menurut data Ikatan Dokter Indonesia.

Eka, yang sudah divaksinasi dua kali menggunakan Sinovac, harus dirawat di rumah sakit karena menderita gejala parah Covid-19 bulan lalu. “Banyak rekan saya antibodinya tidak meningkat signifikan setelah divaksinasi Sinovac,” katanya.

Ini berarti mereka tidak memiliki perlindungan penuh terhadap virus. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga membela Sinovac. “Masalah yang kita hadapi saat ini bukan tentang efektivitas vaksin, tapi karena varian Delta,” katanya.

Ikatan Dokter Indonesia mendorong pemerintah untuk memberikan dosis ketiga vaksin pada nakes secepatnya. Beberapa dokter terbang ke Amerika Serikat agar disuntik vaksin lain. “Namun, ongkos perjalanan ini terlalu mahal,” kata dr. Berlian Idriansyah Idris.

“Kami tidak bisa melakukan isolasi mandiri dan kerja dari rumah, demi Tuhan. Tidak bisa sekarang. Dosis ketiga vaksin akan memberikan perlindungan yang kami butuhkan,” lanjut Dokter Berlian.

Penulis adalah Wartawan FNN.co.id

972

Related Post