Berhentilah Memberhalakan Patung Soekarno

Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila 

BANYAK patung Bung Karno dibangun di kota-kabupaten di seluruh Indonesia. Terbaru akan dibangun di Bandung, Jawa Barat.

Entah pikiran apa yang menggelayuti Megawati membangun banyak patung Bung Karno.

Sejak UUD 1945 diamandemen yang sesungguhnya diganti dengan UUD 2002, banyak masalah pada bangsa ini. Mengapa disebutbl diganti, sebab perubahannya 300 persen bukan hanya menambah dan mengurangi pasal di dalam UUD 1945, akan tetapi yang diganti justru aliran pemikiran ke Indonesiaan dan sistem ketatanegaraan, bahkan dasar sebagai Philisophy Groundslag, diganti.

Dua tonggak bersejarah telah dimusnakan, yang pertama dengan digantinya UUD 1945 artinya telah dihilangkan karya Soekarno sekaligus Bapak Bangsa yaitu UUD 1945. Bukankaj Ketua Pembentukan UUD 1945 adalah Soekarno?

Kedua dengan UUD 2002, maka hilang juga negara yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.

Dengan begitu maka hilang juga gelar Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Proklamator.

Bagaimana bisa kita masih mengatakan Indonesia Negara yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 kalau negara lnya tidak berdasar Pancasila dan UUD 1945?

Bagaimana mungkin NKRI yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 diganti dengan sistem presidensiil yang basisnya individualisme, liberalisme, kapitalisme?

Mengapa semua itu hancur?  Sebab amandemen tidak hanya merontokkan lembaga MPR, tetapi sekaligus merontokkan aliran pemikiran tentang ke-Indonesiaan, menghilangkan sejarah, visi misi negara Indonesia, visi misi Gubernur, visi misi Bupati, dan Walikota diganti dengan visi misi Presiden. Akibatnya tujuan negara keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia telah dihilangkan.

Cuplikan pidato bung Karno sudang BPUPKI

Toean-toean jang terhormat. Kita menghendaki keadilan sosial. Boeat apa grondwet menoeliskan, bahwa manoesianja boekan sadja mempoenjai hak kemerdekaan soeara, kemerdekaan hak memberi soeara, mengadakan persidangan dan berapat, djikalau misalnja tidak ada sociale rechtvaardigheid jang demikian itoe? Boeat apa kita membikin grondwet, apa goenanja grondwet itoe kalau ia ta’dapat mengisi “droits de l’homme et du citoyen” itoe tidak bisa menghilangkan kelaparannja orang jang miskin jang hendak mati kelaparan. 

Maka oleh karena itoe, djikalau kita betoel-betoel hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeloeargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong, faham keadilan sosial, enjahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanja.

Toean-toean jang terhormat. Sebagai tadi poen soedah saja katakan, kita tidak boleh mempoenjai faham individualisme, maka djoestroe oleh karena itoelah kita menentoekan haloean politik kita, jaitoe haloean ke-Asia Timoer Rajaan. Maka ideologie ke-Asia Timoer Raja-an ini kita masoekkan di dalam kenjataan kemerdekaan kita, di dalam pemboekaan daripada oendang-oendang dasar kita.

Toean-toean dan njonja-njonja jang terhormat.

Kita rantjangkan oendang-oendang dasar dengan kedaulatan rakjat, dan boekan kedaulatan individu. Kedaulatan rakjat sekali lagi, dan boekan kedaulatan individu. Inilah menoeroet faham panitia perantjang oendang-oendang dasar, satoe-satoenja djaminan bahwa bangsa Indonesia seloeroehnja akan selamat dikemoedian hari. Djikalau faham kita ini poen dipakai oleh bangsa-bangsa lain, itoe akan memberi djaminan akan perdamaian doenia jang kekal dan abadi.

Negara yang dirancang Soekarno dan para pendiri negeri ini kita hancurkan sementara ajaran Soekarno bahkan desain negara yang dengan susah payah diperjuangkan dengan harta benda dan darah nyawa diganti dengan aliran pikiran individualisme, liberalisme, kapitalisme.

Yang jelas ketatanegaraan dan UUD 2002  bertentangan dengan Pancasila. Bahkan bertentangan dengan sistem negara berdasarkan UUD 1945 yang berdasarkan pada kedaulatan rakyat bukan kedaulatan individu.

Ketatanegaraan diganti dari sistem kolektivisme perwakian menjadi presidenseil dengan basis individualisme liberalisme, banyak banyakan suara, dari demokrasi konsensus yang basisnya permusyawaratan perwakilan menjadi demokrasi mayoritas banyak- banyakan suara.

Pertarungan kalah menang kuat kuatan, kaya-kayaan akibatnya butuh pemilu dengan dana yang besar, maka lahirlah rentenir untuk membiyai calon Presiden, Gubernur, Walikota/Bupati, Anggota Dewan, DPR, DPD, MPR. Mereka butuh renternir sebagai investor yang kemudian jika menang diberilah konsensi kakayaan alam Indonesia jadi kalau 74 % dikuasai konglemerat busuk. Ini semua akibat sistem politik oligarky, padahal yang diberikan pada investor itu melanggar hukum.  Pada UU Pokok-pokok Agraria investor hanya boleh menguasai HGU 25 hektar dalam waktu 35 tahun yang kemudian diperpanjang 25 tahun. Jadi, kalau misalnya Sinar Mas bisa menguasai 2,8 juta hektar  lahan, jelas melanggar hukum melanggar UU No 5 tahun 1960 tentang Tata Kelola Agraria.

Kalau hukum tegak maka mulai kepala daerah sampai presiden bisa menjadi tersangka dengan memberikan konsensi tanah pada investor yang melebihi apa yang harus diperintahkan UU no 5 tahun 1960.

Patung-patung Bung Karno dipajang di setiap kota, sementara pikiran dan ajaran Soekarno dihilangkan. Bahkan Soekarno jelas menolak individualisme, liberalisme, padahal jelas bertentangan dengan ajaran Soekarno.

Ajaran Soekarno tentang persatuan

Entah bagaimana tercapainya “persatuan” itu, entah bagaimana rupanya “persatuan” itu, akan tetapi itulah kapal yang membawa kita ke Indonesia.

Merdeka itu, ialah ….”Kapal Persatuan” adanya.

[Di bawah bendera revolusi, hlm. 2]

Rupanya kapal persatuan itu telah oleng dan bocor akibat badannya persatuan telah digerogoti oleh individualisme dan liberalisme.

Amandemen UUD 1945 telah mengingkari salah satu prinsip yaitu Persatuan Indonesia.

Kita tidak mampu menjalankan pikiran Soekarno tetapi lebih senang memberhalakan Patung Soekarno.

Sekarang patung itu akan dibangun di Bandung. Kota mana lagi yang akan didirikan berhala Patung Soekarno?

Cuplikan pidato Soekarno di BPUPKI

Mari kita menunjukan keberanian menoendjoekkan, bahwa kita tidak hanja membebek kepada tjontoh2 oendang2 dasar negara lain, tetapi memboeat sendiri oendang2 dasar jang baroe, jang berisi kefahaman keadilan jang menentang individualisme dan liberalisme; jang berdjiwa kekeloeargaan, dan ke-gotong-royongan. Keberanian jang demikian itoelah hendaknja bersemajam di dalam hati kita.

Kita moengkin akan mati, entah oleh perboeatan apa, tetapi mati kita selaloe takdir Allah Soebhanahoewataala. Tetapi adalah satoe permintaah saja kepada kita sekalian:

Djikalau nanti dalam zaman jang genting dan penoeh bahaja ini, djikalau kita dikoeboerkan dalam boemi Indonesia, hendaklah tertoelis di atas batoe nisan kita, perkataan jang boleh dibatja oleh anak-tjoetjoe kita, jaitoe perkataan: “Betoel dia mati, tetapi dia mati tidak sebagai pengetjoet”.

Kita hanya menjadi pengecut, hanya mampu mendirikan patung Soekarno tetapi tidak mampu merawat dan melaksanakan pikiran Soekarno.

Dalam sistem MPR ini, negara semua untuk semua, menjadi prinsip dengan harapan semua elemen bangsa terwakili. Maka keanggotaan MPR di samping golongan partai politik yang diwakili DPR, juga ada utusan-utusan golongan fungsional, utusan golongan daerah, utusan golongan agama, adat istiadat.

Dengan begitu benar-benar keanggotaan MPR menjadi Bhinneka Tunggal tunggal Ika, seluruh lapisan rakyat terwakili.

Simak kembali cuplikan pidato; AMANAT PRESIDEN SOEKARNO PADA ULANG TAHUN PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA 17 AGUSTUS 1966 DI JAKARTA:

Cobalah lepaskan pandangan kita lebih jauh lagi ke belakang. Marilah kita mawas diri sejak saat kita terlepas dari cengkeraman penjajah Belanda di tahun 1950, yaitu apa yang dinamakan Pengakuan Kedaulatan – recognition of sovereignty. Betapa hebatnya crucial period-crucial period yang harus kita lalui selama masa 1950-1959 itu.

Free fight liberalism sedang merajalela; jegal-jegalan ala demokrasi parlementer adalah hidangan sehari-hari, main krisis kabinet terjadi seperti dagangan kue, dagangan kacang goreng. Antara 1950 dan 1959 kita mengalami 17 kali krisis kabinet, yang berarti rata-rata sekali tiap-tiap delapan bulan.

Pertentangan yang tidak habis-habis antara pemerintah dan oposisi, pertentangan ideologi antara partai dengan partai, pertentangan antara golongan dengan golongan. Dan dengan makin mendekatnya Pemilihan Umum 1955 dan 1956, maka masyarakat dan negara kita berubah menjadi arena pertarungan politik dan arena adu kekuatan.

Mengubah Pancasila 18 Agustus 1945 dengan Pancasila 1 Juni adalah tindakan makar.

Apakah sistem seperti ini yang kita inginkan? Jika kita ingin menyelamatkan negeri ini, maka berhentilah memberhalakan patung Soekarno .

Mulailah melakukan perubahan kembali  kepada Pancasila dan UUD 1945 yang didekritkan 5 Juli 1959.Jangan lagi membuat patung patung Bung Karno memberhalakan tanpa mengembalikan negara Proklamasi 17 Agustus 1945. (*)

1253

Related Post