Bersyukur Ada Refly

Oleh Ady Amar *)

IA berdiri tegak bicara keadilan hukum. Sikapnya itu tegas dan bahkan tergolong berani. Tentu tidak asal berani, tapi berani yang punya dasar, punya pijakan yang jelas. Ia adalah Dr. Refly Harun, pakar Hukum Tata Negara.

Awalnya Refly masuk bagian dari rezim Jokowi. Saat itu orang menyebut pantas ia diganjar sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Jasa Marga. Meski demikian, Refly tetap dengan komentar kritis, jika masalah hukum tidak berdasar pada keadilan atau ada kebijakan yang tidak tepat.

Karenanya, ia diberhentikan sebagai komut itu. Banyak pihak yang menertawakan pencopotannya, lalu ia diangkat lagi sebagai Komisaris Utama Pelindo I. Tetap saja ia sulit diam, tetap kritis, maka dicopotlah secopot-copotnya selamanya, dianggap ia bukan bagian dari rezim.

Itulah pilihan Refly, memilih agar tidak terkotori oleh jabatan yang menempel di pundaknya. Ia tampak tidak silau pada jabatan yang mendatangkan nilai nominal tidak kecil, tapi justru silau jika lihat keadilan tidak ditegakkan selayaknya. Ia mengkritisi keras jika hukum diinjak oleh kepentingan politik kekuasaan.

Dicopot dari komut, itu makin membuatnya bebas berselancar dengan mainan barunya di dunia YouTube. Subscribernya tidak kurang dari 1,5 juta, yang terus hadir memberi pencerahan publik pada masalah hukum dan politik sehari-hari yang muncul di masyarakat.

Tampil selalu mencerahkan, mengajak publik melihat hukum dalam perspektif yang benar. Ia beri pemahaman yang jelas pada kasus yang muncul, dan menganalisanya dengan tajam dan kritis. Bicaranya runtut, enak didengar, dan kelebihannya lainnya kalimat yang digunakan bisa difahami followers- nya pada semua lapisan. Itu setidaknya kelebihan Refly. Ia mendidik publik tentang hukum, tapi tidak tampak menggurui, atau sok merasa paling pintar.

Biasanya kasus-kasus hukum paling populer diambilnya dari media cetak atau online, lalu dikomentarinya dengan pijakan hukum yang benar. Bahasan yang dipilih, lebih pada kasus hukum yang ditelikung kepentingan kekuasaan, itu jadi konsen untuk dibahasnya. Publik diberi kesadaran, bahwa ada yang salah dalam penerapan hukum, dan selanjutnya penjelasan meluncur dari mulutnya.

Sikapnya itu menjadikan publik menyambut kemunculan Refly penuh harap, dan tidaklah berlebihan jika lalu muncul pernyataan, "Untung Ada Refly". Itu pernyataan publik sejujurnya, melihat sulitnya mencari sosok semacamnya, yang berdiri kokoh menyuarakan suara hukum dan keadilan.

Adakah sosok lain yang sekiranya lebih pintar darinya, yang menyamainya dalam perspektif hukum. Pastilah ada juga yang menyamainya, tapi yang memilih di barisan kritis pada penguasa yang sewenang-wenang menelikung hukum, rasanya belum tampak. Justru banyak koleganya lebih memilih berasyik masyuk bersama penguasa.

Di samping Habib Rizieq

Refly Harun hadir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, diminta oleh pengacara Habib Rizieq Shihab sebagai Saksi Ahli, itu dalam kasus swab RS UMMI. Dan Refly hadir memberi keterangan sesuai kepakarannya, dan disumpah untuk bicara yang sebenarnya.

Refly bicara apa yang dipahaminya, seolah dengan jelas ia mengatakan, bahwa Habib Rizieq adalah pihak yang tidak pantas untuk dihukum. Bahkan pada kesempatan lain, ia berujar bahwa jangankan dihukum dihadirkan di pengadilan saja ia tidak pantas.

Maka, Refly jadi sosok yang menyikapi ketidakadilan hukum yang dikenakan pada Habib Rizieq dengan lantang, dan dengan argumen bahwa hukum tidak tebang pilih, hukum mestilah rasional. Karenanya, hukum itu dikenakan pada semua pihak, bukan hanya pihak tertentu yang disasar dengan akrobat hukum, sehingga hukum menjadi tidak rasional.

Maka perlakuan hukum yang diada-adakan dalam kasus hukum Habib Rizieq ditentangnya dengan argumen hukum yang sulit terbantahkan. Ia tanpa tedeng aling-aling menyatakan penerapan hukum itu salah, meski menyasar pada penguasa, yang tidak bersandar pada hukum.

Pengadilan pada Habib Rizieq kasat mata memang untuk mengandangkan ulama satu ini, bahkan sampai pasca Pilpres 2024, itu yang juga kerap disampaikan Refly. Katanya, bagaimana mungkin orang menyatakan diri sehat, karena merasa diri sehat, itu mesti dihukum. Dan hukuman yang dikenakan pada Habib Rizieq, itu hukuman tidak main-main, 4 tahun penjara. Zalim.

Sikap Refly Harun, dalam masalah hukum khususnya, tentulah bukan sikap berseberangan dengan penguasa. Mustahil ia mampu mengoreksi kebijakan hukum salah dari penguasa, itu jika tidak ditemukan kesalahan penerapan hukum. Kekritisannya adalah buah dari kesalahan penerapan hukum, dan atau hukum tidak lagi jadi panglima, atau hukum berada di ketiak penguasa, maka Refly hadir berdasar tidak saja kepakaran yang dipunya tapi juga moralnya, untuk mengoreksi itu semua.

Refly Harun seolah tidak capai-capai mengingatkan, bahwa hukum itu untuk semua, dan karenanya ia distempel sebagai oposan. Itulah risiko yang diambilnya, langkah-langkah yang pastilah amat disadarinya. Itu pula konsekuensi atas sikap-sikapnya, yang terus menyuarakan keadilan hukum di tengah masyarakat. Sungguh patut bersyukur, negeri ini masih punya Refly Harun... (*)

*) Kolumnis

332

Related Post