Betapa Susahnya Menjadi Indonesia

Tak seindah slogan dan jargonnya, Indonesia telah lama menjadi negeri kontradiksi. Pemimpinnya berlaku sebagai rezim tirani, di sisi lain rakyatnya menjadi langganan ironi. Pancasila, UUD 1945 dan NKRI tak ubahnya sebuah uthopi. Semua hanya mimpi dan sekedar basa-basi, kata-kata adil makmur itu telah lama mati.

Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI

AKU bangga menjadi bagian dari negara yang  termashur keindahan dan kekayaan alamnya.

Tapi aku  masih melihat tak sedikit yang bergelut berusaha  keluar dari rasa lapar dan kemiskinannya.

Aku merasa seakan  tenang dengan   keteduhan yang terpancar dari  masyarakat yang dikenal religius.

Tapi terlalu sering kujumpai banyak kegelisahan, ketakutan dan konflik dalam  hidup karena jarang menghadirkan Tuhan.

Aku juga  yakin begitu nyaman merasakan pergaulan dalam kebinnekaan dan kemajemukan.

Tapi kerapkali nampak ada  upaya paksa menyamakan  perbedaan, membelah dan memecah belah.

Apa yang sesungguhnya terjadi?, begitu susahnya menjadi Indonesia.

Aku terkesima pada negara yang menjanjikan kedaulatan rakyatnya.

Tapi kenapa kenyataannya hanya segelintir yang berkuasa, tak tahu diri dan berlaku bak tirani.

Aku merasa ada konstitusi yang menjadi permufakatan bersama yang menjamin disiplin,  keteraturan dan keselamatan.

Tapi kenapa masih ada yang ingin adu kuat dan merasa paling unggul, hegemoni dan dominasi.

Aku sangat bergantung pada pemimpin yang bisa menjadi tempat mengadu dan memberi solusi.

Tapi kian kemari terus muncul  perasaaan  tak aman dan tak percaya.

Apa yang terjadi sesungguhnya?, begitu susahnya menjadi Indonesia.

Aku ingin sekali punya tentara-tentara yang gagah berani,  memiliki patriotisme dan nasionalisme  tinggi.   Tapi  seperti kurang percaya diri dan terkesan tanpa prestasi mereka mengabdi.

Aku juga ingin punya polisi-polisi yang sabar melayani dan menyayomi.

Tapi justru banyak yang sibuk menyenangkan diri sendiri.

Aku ingin punya wakil rakyat yang jujur dan amanah.

Tapi sayangnya banyak yang basa-basi dan  lupa diri.

Apa yang terjadi sesungguhnya?, begitu susahnya menjadi Indonesia.

Aku ingin suatu saat semua anak-anak dapat mengenyam pendidikan tinggi.

Tapi kulihat di jalan banyak yang rendah diri dan  frustasi dengan aneka ekspresi.

Aku ingin semua orang  leluasa menggapai akses pelayanan kesehatan tanpa terkecuali.

Tapi kenapa nyawa masih saja tak menjadi prioritas.

Aku ingin ada yang  memastikan semua kebutuhan rakyat bisa terpenuhi tanpa pilih kasih.

Tapi berulangkali yang terjadi hanya janji-janji yang 

Tak bertepi.

Apa yang sesungguhnya terjadi?, betapa susahnya menjadi Indonesia.

*) Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan.

Bekasi Kota Patriot, 17 Desember 2022/23 Jumadil Awal 1444 H.

449

Related Post