Bismillahirrahim, Pak Idham di Puncak Polri
Itulah ayat ke-65 dari Surat Yasin. Yang terjemahannya “pada hari ini Kami tutup mulut mereka. Tangan mereka akan berkata kepada Kami, dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” Akan datang waktu mulut terkunci, kaki bicara, tangan bicara. Tidak ada kata-kata. Begitulah sepenggal syair lagu almarhum Crisye, yang ditulis Pak Taufik Ismail, yang diilhami ayat ini.
Oleh Dr. Margarito Kamis
Jakarta, FNN - Innasshalati wa nusuki, wa mahyaya, wa mamati lillahirabbil ‘alamin. Artinya, sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Yang penting kita jalan saja. Tancapkan niat baik. Insya Allah Tuhan akan sayang kita.
Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nasir. Artinya, cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baiknya penolong kami. Kira-kira seperti itu yang “saya yakini” tanda petik dari penulis, sampai saya ada dengan keluarga (Vivan.co.id, 30/10).
Kalaimat-kalimat di atas, disampaikan Pak Jendral Idham Aziz pada sesi mengikuti fit and proper test di Komisi III DPR beberapa hari lalu. Ini pernyataan yang sangat berkelas dari seorang calon Kapolri. Jarang terdengar dari mulut calon pemimpin di era modern. Yang sangat meterialistis sekarang
Kalimat-kalimat itu, sejauh fakta empiris yang bisa bicara, harus dinilai dengan hal yang tidak biasa. Beda, dan memang sangat berbeda. Keyakinan religius ditampilkan sebegitu jelas sebagai panduaan, tuntunan dan pemandu dirinya memasuki puncak pimpinan Polri. Alhamdulillah.
Bismillahirrahim
Tidak banyak bicara. Begitutulah sososk ini dikenal oleh sebagian orang. Tetapi begitu dia bicara, terlihat jelas kelasnya. Dalam sidang itu, Jendral yang tak akan menggunakan rumah dinasnya untuk menerima anggota polisi itu, meminjam kalimat yang penuh nuansa kepasrahan kepada Dia.
Pasrah kepada Yang Maha Tahu dan Maha Memberi Pentujuk. Kalimat itu ditemukan dalam buku almarhum Pak Habibie, semoga selalu dalam pelukan kasih-Nya yang tak berbatas untuk direnungkan.
Kalimat apa itu? Kepada Tuhan saya tidak akan bertanya mengapa, kenapa, dan bagaimana? Namun jika hamba diperkenankan mengajukan satu permohonan, maka berilah hamba petunjuk serta kekuatan untuk mengambil jalan yang benar sesuai dengan kehendak-Mu. Bismillahrirahmanirrahim (kumparan, 30/10).
Jalan yang benar, dan cukup jelas. Bukan jalan sembarangan. Jalan ini tak lembut, juga tak kasar. Jalan ini juga bukan jalan emosi. Bukan pula jalan korps, jalan kekuasaan, dan jalan kawan serta lawan.
Bukan, jelas sekali bukan. Sebab jalan ini teran seterang Dia membuat terang dunia. Seterang siang dan malam. Ini jalan yang unik. Tak bisa dititi hanya dengan akal hebat dan kecerdasan otak Pak Jendral.
Jalan ini tidak pernah gelap dari Dia, Allah Yang Maha Tahu, Maha Melihat, yang Pak Jendral “maaf” mohon diberi petunjuk. Tak ada, sekecil apapun yang bisa disembunyikan dari-Nya.
Bila ada yang disembunyijkan, saya haqqulyakin Pak Jendral tahu. Hal yang disembunyikan itu, akan sesuai takdir alamiahnya mendatangi. Memasuki setiap sudut alam bathin Pak Jendral. Langgamnya pasti mengusik.
Pak Jendral, saya gembira lebih dari yang bisa dibayangkan. Karena Pak Jendral secara terang-benderang juga memandu diri dengan surat Yasin. Dalam keterangan dilansir oleh Viva.co.id, tertulis Pak Jenderal mengutip salah satu ayatnya.
Sekali lagi saya gembira Pak Jenderal. Mengapa? Saya yakin Pak Jendral juga tahu ayat lain dalam surat ini. Ayat yang mengilhami Pak Taufik Ismail, sastrawan langka ini, menulis syair lagu yang dinyanyikan oleh almarhim Crisye. Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang selalu melimpahkan kasih dan rahmat-Nya yang tak terlukiskan itu.
Itulah ayat ke-65 dari Surat Yasin. Yang terjemahannya “pada hari ini Kami tutup mulut mereka. Tangan mereka akan berkata kepada Kami, dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Akan datang waktu mulut terkunci, kaki bicara, tangan bicara. Tidak ada kata-kata. Begitulah sepenggal syair lagu almarhum Crisye, yang ditulis Pak Taufik Ismail, yang diilhami ayat ini.
Bismillahirrahmanirrahim Pak Jendral. Dunia hukum di tangan Pak Jendral. Insyaa Allah menjadi dunia yang indah. Insyaa Allah keadilan menemukan jalan untuk mekar. Bicaralah dengan bahasa hati yang tak pernah berbohong.
Bismillahirrahmanirrahim Pak Jendral. Tuntunlah hukum di negeri ini dengan mata hati. Mata yang bening. Sebening dan seindah keadilan dari Dia Yang Maha Adil.
Konsekuensi
James Comey, Direktur FBI pada awal pemerintahan Presiden Trump, dipecat oleh sang Presiden pada tanggal 15 Mei 2017. Apa penyebabnya? Tanggal 8 Juni, dari pukul 10.00 hingga pukul 13.00 siang itu, mantan Direktrur FBI Comey memberi kesaksian terbuka dihadapan Komite Intelijen Senat.
Apa yang diterangkan Comey? Menurut Micahel Wolf, ucapan Comey sangat jelas, Presiden Trump menganggap Direktur FBI bekerja langsung untuknya. Karena sudah memberi pekerjaan, lanjut Comey, Presiden menginginkan imbalan.
Menurut penuturan Comey, tulis Wolf lebih lanjut, Presiden ingin FBI menjauh dari Micahel Flynn. Trump ingin FBI berhenti melakukan investigasi terkait Rusia. Intinya sangat jelas. Jika Presiden mencoba memaksa Direktur FBI melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena khawatir penyelidikan terhadap Micahel Flynn akan membahayakan dirinya. Itu berarti sudah terjadi upaya menghalagi keadilan.
Comey, untuk alasan apapun, saya berpendapat, merupakan pria dengan keteguhan moral top. Comey punya harga diri, dan semua yang sejenis untuk seorang laki-laki yang berkelas. Dia tak mundur dari investigasi “membahayakan” Presiden Trump. Comey, malah terus bekerja, sampai dengan Presiden Trump menggunakan otoritasnya, mengeluarkan Comey dari jabatannya.
James Comey, bukanlah almarhum Pak Hoegeng. Mantan Kepala Polisi yang dikenang sepanjang masa ini. Yang mirip dengan Comey, almarhum Pak Hoegeng juga tersingkir dari jabatannya. Lurus dalam menegakan hukum, menjadi penanda moralitas hukum tak terbantahkan dari pria berpembawaan sederhana tersebut.
Almarhum Pak Hoegeng yang hebat dan berkelas itu. Semoga Allah Subahanhu Wata’ala selalu merahmatinya. Dia tak peduli siapa yang dihadapinya. Sikap teguhnya, membawa dirinya keluar dari jabatan yang diinginkan oleh sebagian besar jendral polisi. Pak Hoegeng memang hebat, dan sangat hebat.
Hukum bukan soal teks semata. Hukum itu juga soal hati. Soal moralitas dari penegaknya, dan soal bagaimana penegak hukum mendefenisikan diri mereka. Termasuk mendefenisikan hari esok yang akan dilaluinya. Itu perkara yang besar.
Perkara hari esok itu, terlalu besar untuk. Tak cukup hanya ditimbang dengan mata akal dan mata bathin. Sebab hanya dengan cara itulah, jalan kebenaran yang dirindukan oleh Pak Jendral, terbentang disepanjang masa jabatan ini ke depan.
Hukum juga bukan soal siapa kuat dan siapa lemah. Hukum itu bukan soal siapa kelompok kita dan lawan kita. Sama sekali bukan itu. Hukum itu hadir dan ada, untuk memastikan orang kuat bisa menjadi lemah, dan orang lemah bisa menjadi kuat.
Hukum diperlukan untuk menuntun kehidupan yang fana ini menjadi indah untuk semua ummat manusia. Itulah inti dari pidato pertama Sayyidina Umar Bin Khattab saat menerima amanah menjadi pemimpin. Luruslah di jalan ini Pak Jendral, dengan semua konsekuensinya. Bismillahirrahmanirrahim Pak Jendral. Selamat bertugas.
Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate