Bocils Political Game
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Dalam Quora.com ditulis tentang sisi lain dari politik yaitu sebagai sebuah permainan kepentingan atau "game of interest".
Lengkapnya: "Politics is often referred to as 'game of interest' because it involves individuals or groups pursuing their own self-interests in order to gain power, influence, or resources. People involved in politics, whether they are politicians, lobbyists, or voters are often motivated by a desire to advance their own benefits or advantages for themselves or their communities".
Sebenarnya ingin menambahkan di samping "to advance their own benefits or advantages for themselves or their communities" juga dengan "or their families".
Kepentingan keluarga ternyata menjadi penting karena menjadi fenomena politik yang kini juga berkembang. Di dekat kita.
Bukan hanya dalam pengajuan calon anggota legislatif yang memperlihatkan nama-nama anak dari tokoh-tokoh politik, tetapi yang sangat menyedot perhatian adalah anak atau keluarga Presiden. Ada Gibran dan Kaesang. Keduanya publik menilai sebagai bocil mengingat usia atau pengalaman politik minim lalu "dikatrol abis" sang bapak untuk menjadi tokoh politik atau pejabat publik.
Hakekatnya adalah "bocil's political game" dalam arti si bocil melakukan permainan politik untuk memperpanjang kekuasaan ayah dan keluarga atau si ayah memainkan si bocil untuk melindungi dirinya pasca lengser. Apapun itu perbuatan Jokowi dan bocil adalah kebodohan dan kenekatan, kedunguan dan kepanikan. Bayangan mengerikan ke depan ternyata diantisipasi dengan kepercayaan diri berbasis ilusi. Politik dinasti.
Jokowi sedang berusaha keras untuk bunuh diri. Bocil's political game adalah permainan berbahaya. Jika ini menjadi pilihan maka itu tanda permainan Jokowi dalam politik memang mendekati "game over". Hanya si picik dan penjilat yang masih terus berusaha menempel erat pada Jokowi. Sekelas pendukung berat Denny Siregar dan Gunawan Mohamad saja sudah mulai berontak.
Sebenarnya sejak awal menjabat masyarakat sudah menilai bahwa Jokowi bukan orang yang pantas untuk duduk di Istana. Akan tetapi "game of interest" lingkaran dalamnya yang membuat seolah-olah Jokowi itu kuat. Meskipun demikian kini di ujung hayat semakin nampak wajah asli dari kekumuhan kapabilitasnya tersebut.
Sebagai pedagang yang bertransaksi apapun Jokowi adalah pedagang ulung. Semua aset sudah terjual dan yang tersisa hanya anak-anaknya. Nampaknya Jokowi sudah pada tahap untuk terpaksa menjual kedua bocil itu. Demi mempertahankan hidup dengan nafas yang terasa semakin sesak. Kini ia masih menunggu putusan Mahkamah Keluarga yang masih menimbang akan kesiapan untuk mau atau tidak menjadi agen dari penjualan.
Bocil yang satu sedang menunggu putusan Mahkamah Keluarga, sementara Bocil lain sedang mendagangkan sang Bapak. Sebagai Ketum PSI baliho Kaesang bertebaran dimana-mana. Foto Jokowi ikut terpampang dengan slogan "PSI Partai Jokowi", "PSI tegak lurus Jokowi" hingga "Jokow15me". Bocil memang sedang berdagang.
Agak terbelalak mata membaca "Jokowisme". Kok ada faham Jokowi ? Bagaimana prinsip atau ajaran Jokowi itu yang patut menjadi sebuah "isme" dan diteladani? Ada ataukah mengada-ada? Bagi sebagian masyarakat kritis ketika mendengar Jokowi yang terbayang adalah bohong, mencla-mencle, plonga-plongo, ngeles atau hutang dan berhala investasi. Kurang khidmah pada agama serta hormat adat secara proforma. Semata pakaian.
Jika keburukan menjadi "isme" maka hal seperti itulah yang semestinya dieliminasi bahkan ditumpas. Jadi Jokowisme adalah sesuatu yang buruk dan terlarang. Bukan hal mustahil ketika rumpun larangan "isme" menjadi bertambah maka ke depan di samping Liberalisme dan Sekularisme juga ada Marxisme-Leninisme dan Jokowisme sebagai faham yang terlarang.
Bocil's political game menjadi mainan politik dari kepentingan anak-anak, kekanak-kanakan, dan bapak yang menggendong anak. Basis dan motivasinya hanya demi keuntungan diri, kelompok, dan keluarganya sendiri.
"Motivated by desire to advance their own benefits or advantages for themselves or their communities or their families".
Bandung, 14 Oktober 2023.